Advertisement
![]() |
Latihan pertunjukan Mirah oleh Teater Keliling |
Catatan Rudolf Puspa
Teater keliling generasi kedua memiliki tradisi pergelaran besar memperingati hari jadinya. Peringatan 51 tahun teater keliling 2025 ini membawakan cerita asli Betawi karena sebagai grup yang tinggal di Betawi sejak lahirnya memiliki kesadaran untuk menggali dan mengolah cerita2 rakyat Betawi ke ruang pertunjukkan teater modern Indonesia. Bagaimanapun kini kita semua tengah menapaki kehidupan modern sehingga karakter pada umumnya adalah hidup modern. Terlebih sasaran utama penonton adalah merangkul anak zaman now yang dikenal generasi milenial, genZ hingga Alpha. Generasi dimana sangat lekat dengan kehidupan yang sadar atau tidak berada di era tekonologi yang semakin canggih terutama “digital”.
Setelah menukik sedalam-dalamnya kami menemukan cerita rakyat Betawi yakni tentang adanya seorang gadis yang dikenal sebagai jawara wanita yang tak kalah hebatnya dengan si Pitung yang bernama Mirah. Ketika berbincang dengan ketua umum Lembaga Kebudayaan Betawi, bang Imbong , maka kami mendapat data bahwa Mirah adalah kisah nyata bukan sekedar legenda. Memang masih terus menerus dalam penelitian para sejarahwan Betawi untuk semakin menemukan data2 yang lebih utuh tentang siapa Mirah. Kami semakin tertarik karena memang sudah menjadi sikap kami untuk terus menerus menggali sejarah kepahlawanan bangsa. Semakin belum dikenal semakin bergairah mengangkat kepermukaan panggung.
Dolfry Inda Suri langsung menulis skrip “Mirah” dalam bentuk skrip musikal teater yang sedang tumbuh di Indonesia terutama di Jakarta yang masih dikenal sebagai ibukota negara. Selalu kebanyakan kita setiap mendengar kata “musikal” langsung imajinasi mengembara ke Broadway yang memang sudah dikenal sebagai gudang musikal teater. Bahkan diluar Broadway pertunjukkan anak2 SMA di Amerika ketika menggarap dalam bentuk musikal sudah terasa profesional. Namun saya selalu mengingatkan bahwa hampir semua pertunjukkan sandiwara rakyat Indonesia di daerah2 dari Sabang hingga Merauke bisa masuk kategori musikal. Kelima dasar kekuatan musikal pada umumnya ada yakni dialog, nyanyi, tari, musik dan juga silat. Silat merupakan bentuk bela diri yang unik karena ada unsur tarian dan iringan musik. Sangat berbahagia telah bisa menunjukkan silat ditonton petinggi2 olah raga olimpiade di Paris 2024. Silatpun telah masuk mendapat pengakuan Unesco sebagai warisan dunia.
Dari penjelasan bang Imbong ketua Lembaga kebudayaan Betawi bahwa teater keliling memiliki kebebasan untuk berkreasi dalam pertunjukkan kisah “Mirah” karena teater keliling memang teater yang masuk definisi teater kontemporer. Jadi tidak ada masalah dengan pakem2 sandiwara Betawi misalnya Lenong yang memiliki pakem2 yang tidak boleh dilanggar. Dengan demikian para semiman pelaku teater keliling yakni mulai sutradara, art director (yang memimpin para designer wardrobe, dekor, set dan hand property, lampu) , koreografer, music director, memiliki kebebasan berkarya namun memiliki dasar kuat dari kesenian rakyat betawi. Sutradara bebas untuk menciptakan gimmick yang sedang hidup pada zamannya. Namun tetap kekuatan pemain dalam menguasai apa yang tersirat dari gimmick perlu dimiliki.
Kali ini teater keliling menjalin kerjasama dengan “ruang bunyi” yang bergerak dibidang musik dan nyanyi dan dikelola oleh Andro (Nidji) serta Chikita yang keduanya telah memiliki prestasi di bidang permusikkan Indonesia sehingga tak ada keraguan untuk menciptakan lagu2 hingga belasan jumlahnya pada musikal Mirah ini. Lagu genre modern dipadukan dengan irama yang ada di Betawi akan menjadi satu kekuatan utama dalam menyusun irama pertunjukkan tentang kisah seorang pahlawan wanita dari Betawi. Sebuah kerjasama yang akrab dimana terjadi satu kesadaran bersama bahwa teater musikal memang perlu menciptakan perpaduan yang harmonis antara kerja seniman musik dan “teater” dalam arti sandiwara. Jika terjadi proses bongkar pasang dalam hampir setiap menciptakan lagu dari puisi yang telah ditulis di skrip itu justru merupakan sebuah proses kreatifitas seniman. Bahkan jika melihat proses musikal teater yang hebat2 dari Broadway tidak mengejutkan dalam waktu2 sudah dekat hari “H” masih terjadi bongkar pasang. Bagaimanapun daya kreatif seniman apapun tidak bisa dihentikan. Namun pengalaman kerjasama yang memerlukan kemampuan menyadari bahwa sebuah pertunjukkan teater adalah hasil kerja kolektif akan membimbing menemukan win win solution. Terima kasih Andro (Nidji) dan Chikita. Kami bangga bekerjasama mewujutkan karya teater musikal “Mirah”.
Bina Musik Jakarta yang dikomandani kak Julius dengan Ms.Clarentia merupakan partner yang luar biasa. Kelompok yang memiliki dasar pengetahuan musik klasik yang mampu menjadi daya dorong hingga terjun ke kancah lebih modern bahkan pop hingga kontemporer ini terasa klop dengan teater keliling yang memang berada di pergaulan berkesenian dengan teman2 milenial. Bekerja keras menyiapkan penyanyi2 hingga mencapai suara yang indah dan mencapai sentuhan langsung ke hati penonton yang hidup sesuai peran yang dimainkan. Tidak mudah sebab sering terjebak acting memainkan peran bagus tapi ketika menyanyi kembali ke gaya pemain bukan peran. Jasa Bina Musik Jakarta dalam hal ini sangat membanggakan. Karena waktu yang memang padat sering para pemain teater keliling hasil audisi harus berlatih hingga malam hari. Pengabdian sebagai pelatih seperti Meta dan Tulo benar2 diatas ukuran normal. Atas kerja keras mereka berdua itulah suara fals, cempreng bisa disapu bersih. Sutradara dan music director ketika harus mulai merekam dengan iringan musik menjadi ringan karena tidak banyak kesulitan dalam mengatur warna suara, karakter peran sehingga serasi sebagai pertunjukan musikal. Walaupun nantinya di panggung akan life musik dan nyanyi tetap tepat perasaan emosi dalam acting panggungnya. Bahagia kerjasama dengan kak Yullius dan Ms.Clarentia dan Tulo.
![]() |
Technical Rehearsal Mirah di TIM |
Lian Saputra sarjana tari lulusan ISI Yogyakarta yang telah malang melintang menciptakan koreografi modern hingga kontemporer dirangkul Oi untuk bekerja sama dalam produksi Mirah. Ia benar-benar memeras otak untuk bisa menciptakan tari yang merupakan karya baru. Karya kontemporer modern dengan penari2 muda bahkan campur dengan yang bukan penari seperti kelompok ensemble dan juga main cast yang memang dalam musikal teater harus sanggup menari juga. Ini merupakan sebuah kerja kreatif yang bukan dalam hal cipta tari namun juga mencari teknik agar yang bukan penari pun mampu melakukan. Selanjutnya memadukan dengan musik dan lagu yang diciptakan oleh Andro (Nidji) dan Chikita. Sebuah kerjasama yang tentu sangat perlu adanya chemistry yang kuat sehingga mampu berenang bersama di samudra yang luar biasa deburan ombaknya. Salut untuk Lian Saputra.
Mewujutkan kerja bareng antara tata rupa, warna bentuk hingga tercipta suasana yang tepat dalam menafsirkan karya besar teater musikal tentu memerlukan komunikasi yang sangat mendalam yakni dari hati ke hati. Aku cukup merasakan ketika berbincang dengan Theo sang designer wardrobe yang selalu membawa kejutan baru; Santhalia dengan garis2 dan warna warni tata rias wajah; Derai dengan tata lampunya yang hadir sebagai seniman dalam arti turut berkarya; Lija yang mendesign set dekor, property bersama Azis. Reisya yang kini menangani sound system agar suara pemain terdengar jernih dan indah enak masuk telinga penonton. Reisya yang memang kuliah untuk itu di ITB, Ilmu yang dibutuhkan bagi pengaturan tata bunyi pemain di panggung. Jika seniman dikenal sangat besar egonya maka ketika bertemu di karya panggung dimana kekuatan utamanya justru mampu menjalin kebersamaan maka melalui pentas musikal Mirah dapat mencapai target. Sudah selayaknya aku memiliki kebahagiaan berkesenian bersama teman2 dalam kegiatan selama 6 bulan ini. Juga kepada para asisten mereka masing2. Hormat dan salutku kepada kalian.
Melewati audisi yang cukup lama hampir dua bulan akhirnya terpilihlah pemain2 yang memang harus mampu acting, dialog, nyanyi, menari dan silat. Walaupun terpilih menjadi ensemble tetap saja perlu bisa menari ataupun jika perlu ada dialog. Garapan kami memang cukup berat karena menuntut penyanyi bisa menyanyi tidak fals walau sambil menari yang cukup memeras tenaga. Membagi nafas untuk gerak tari dan nyanyi menjadi pekerjaan rumah tersendiri yang harus dilakukan diluar jam latihan bersama. Enam bulan berlatih walau tidak tiap hari yakni untuk main cast pada hari Rabu dan Kamis serta tari, silat hari Sabtu dan Minggu dari pagi hingga sore. Latihan nyanyi tentu ada hari2 lain sesuai kesepakatan pelatih dan yang dilatih. Untuk menciptakan disiplin latihan maka ketika terpilih di akhir sesi terakhir audisi yakni dipanggil untuk langsung bertemu sutradara, koreografer, music director dan pelatih nyanyi, silat sehingga keputusan akhir adalah hasil kesepakatan mereka. Demikian pula harus menandatangani perjanjian ikut produksi ini terutama ada pasal bahwa tidak ada profit untuk ikut produksi ini. Ada seratus yang dipilih untuk main cast, ensemble, dance dan nyanyi serta silat.
Produksi ini memiliki catatan khusus yakni saya mengusulkan ke Oi untuk menjadi sutradara bersama. Selama ini Oi selain sebagai pimpinan teater keliling generasi kedua sudah melakukan rangkap sebagai produser. Selanjutnya menulis skrip yang tadinya bersama kini sudah sendiri maka perlu berlanjut ke sutradara bersama agar nantinya mampu menjadi sutradara penuh. Dengan demikian produser bisa dipercayakan ke yang lain. Saya menyebutnya co sutradara sehingga ada pemahaman bahwa walau sutradara bersama perlu ada yang menjadi eksekutor keputusan akhir. Karena untuk menjadi “pilot atau komandan” pertunjukkan harus mampu memiliki keberanian memberi keputusan akhir. Di pengadilan namanya hakim dimana keputusannya mutlak. Namun perlu disadari bahwa sutradara punya sikap yang berbeda-beda. Oleh karenanya sering perlu dipahami bahwa ada yang disebut teater sutradara dan teater aktor. Yang pertama artinya seluruh yang harus dilakukan adalah atas ide sutradara. Kadang sangat extrim sampai misalnya aktor nengokpun atas ide sutradara. Jadi sering bisa dilihat hampir semua gaya acting pemain sama saja. Teater aktor lebih pada sikap “demokratis” sehingga sutradara harus mampu mendengar dan melihat seluruh aktor dan staf artistik serta produksi. Ketika di panggung bisa terlihat tiap pemain punya warna masing2 namun mampu terciptanya suasana yang harmonis. Kalau ditanya saya lebih memilih menjadi sutradara yang kedua. Ide dari pemain didengar dan kemudian saya minta lakukan dan kemudian saya mendampingi untuk sampai mampu melakukan seperti apa yang menjadi idenya. Pelan2 tinggal menambahkan ide2 penyutradaraan agar ketika dirajut dengan pemain lain, dengan set panggung bisa menghasilkan satu gambar besar yang hidup di panggung. Harmonis karena irama pertunjukkan tertata indah yang mencapai daya komunikasi dua arah antara panggung dan penontonnya.
“Mirah” membawa lakon seorang gadis yang telah berpisah selamanya dengan ibunya ketika masih kanak-kanak. Bang Bodong ayahnya memilih hidup menjadi single parent. Seorang pendekar yang disegani di daerah Marunda, Cilincing. Ia mengajari putri satu2nya hingga dewasa dan menjadi jawara yang disegani. Di padepokan silat bang Bodong untuk pelatihan anggota2nya sudah diserahkan ke Mirah sehingga memiliki semacam pasukan yang juga menjadi sukar ditandingi.
Suatu saat terjadi perampokan di rumah Maesaroh adik kandung bang Bodong, wanita yang kini hidup sebagai sosialita yang kaya beranak tiga gadis2 yang berbeda beda karakternya. Ia yang sangat dekat dengan abangnya tentu langsung mengadu dan disuruh menginap di rumah bang Bodong bahkan sampai kapanpun terserah. Abangnya dibantu Mirah akan mencari siapa perampok tersebut.
Hal yang sama terjadi lagi di rumah babah Yong, pedagang china yang tentu saja sangat kaya namun jiwa sosialnya kuat. Ia selalu mengirim bantuan beras ke padepokan bang Bodong. Ketika terjadi perampokan di rumah yang juga merangkap tempat usahanya juga melapor ke bang Bodong. Ia datang bersama istri dan putri tunggalnya. Marah luar biasa bang Bodong dan akan mencari siapa perampok yang bikin onar di Marunda, kampung halamannya.
Sebagai orang tua yang merasa umur semakin tua ia ingin Mirah nikah agar jika ia kembali ke pangkuan Yang Maha Kuasa Mirah ada yang menjaganya. Namun Mirah memang tak ada keinginan untuk itu dan lebih mencintai silat. Atas desakkan ayah kandungnya ia mau namun lewat sayembara. Siapa yang bisa mengalahkannya maka ia sedia menjadi istrinya.
Adalah Asni yang baru saja mendapat amanah menjadi pimpinan padepokan silat di Kemayoran karena wafatnya pimpinannya. Bang Bodong kesal ketika mendengar bahwa Asni adalah perampok yang dicari2. Ia dengan Mirah datangi rumahnya namun tidak ketemu karena Asni sedang pergi. Bukan Mirah kalau tidak main gebuk saja kesiapa saja yang dia rasa musuhnya. Ia tawan Sabeni anggota Asni sebagai sandera.
Asni marah dan langsung datang kerumah Bang Bodong yang bermaksud membawa pulang anak buahnya yang dijadikan tawanan. Seperti biasa Mirahpun langsung main gebuk saja dan rupanya kali ini ia dapat dikalahkan Asni. Bang Bodong melihat sesuatu yang membuat hatinya berbunga bunga dan matanya berkunang-kunang dan berbisik ke Mirah untuk mau dinikahkan dengan Asni. Mirah menolak keras karena tak ada sekilaspun pikiran untuk menikah.
Asni yang juga tidak mudah menerima rayuan bahkan pernah ada orang tua yang bawa putrinya untuk dinikahi tetap menolak. Rupanya ada tersirat rasa “cinta” ketika bertemu pandangan pertama terkejut bahwa yang namanya Mirah adalah wanita. Maka terjadilah cerita persilatan mendapat bumbu percintaan yang unik menarik penuh perjuangan yang rumit.
Mirah adalah pahlawan wanita karena sebagai anak bangsa turut melawan penjajahan asing. Pahlawan bagi warga kampungnya yang selalu terjaga keamanannya. Dan kemudian muncul bumbu yang bearoma percintaan anak muda. Cerita yang menjadikan pertunjukkan musikal Mirah akan menawarkan jawaban2 bagaimana perjalanan hidup seorang ayah yang cinta sekali pada anaknya dan ingin melihat anaknya nikah, seorang wanita jawara dan pendekar muda dari kampung lain harus menyelesaikannya?
Peristiwa Mirah tercatat sebagai sejarah adanya tradisi “palang pintu” dalam acara pernikahan khas Betawi. Tradisi yang diambil dari peristiwa sayembara adu silat yang diadakan Mirah untuk bisa menikahinya jika mampu mengalahkannya.
Akhirnya melalui catatan ini perkenankan saya menyampaikan hormat dan rasa terima kasih kepada ketiga asisten sutradara yang benar2 tulus iklas mendampingi kerja sutradara. Terutama dalam kegiatan sebagai penterjemah ide2 penyutradaraan bersama ini kepada para pemain2 musikal Mirah. Bagaimana mereka dibutuhkan untuk kerja cepat tepat dalam berkomunikasi dengan pemain terutama ketika harus ada perubahan2 karena adanya ide2 baru. Tak lupa kepada Dery Syrna yang executif producer ikut turun gelanggang melatih teknik vokal para aktor aktris hingga mampu bersuara yang enak didengar dan bukan sekedar bunyi namun ada suara dari yang tersirat dari setiap kalimat. Salam jabat kreatif kepada Aditya, T.Sari, Glen dan Dery yang menjadi pendamping yang tulus energik.
Menutup catatan 51 tahun teater keliling aku layangkan suara hati membawa ucapan terima kasih yang mendalam kepada Oi, Renno, beserta seluruh staf artistik, produksi yang jumlahnya seratus lebih yang tak kusebut namanya satu persatu. Bersama kalian telah terbangun kerjasama yang adalah tulang punggung atau nadi utama untuk mewujutkan karya seni teater yang disebut sebagai hasil karya kolektif. Sadar atau tidak kita telah bersama dalam kebersamaan dalam menghidupi karakter, budaya atau entah apapun sebutannya yakni “gotong royong” yang merupakan nyawa falsafah bangsa yakni Pancasila. Mari terus bergerak dan menggerakkan kebudayaan Indonesia hingga menjadi bangsa yang bangga menjadi Indonesia.
Mari kita saksikan di teater besar Taman Ismail Marzuki pada tanggal 22,23 Pebruari 2025 pk. 14.00 dan 19.30 wib. Tanda masuk bisa dipesan melalui www.teaterkeliling.com
Terima kasih telah mengikuti catatan saya mulai yang pertama, kedua dan terakhir ketiga. Sebuah catatan untuk memperingati 51 tahun teater keliling. Jika berkenan beri tanggapan yang akan semakin memicu kegiatan berkesenian teater keliling ke depan.
Salam jabat dirgahayu teater keliling.
Jakarta 18 Peb 2025.
Rudolf Puspa.