Sambut 51 Tahun Teater Keliling (1974-2025) Bagian II -->
close
Pojok Seni
18 February 2025, 2/18/2025 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2025-02-18T01:00:00Z
SejarahUlasan

Sambut 51 Tahun Teater Keliling (1974-2025) Bagian II

Advertisement

Takdir cinta p.diponegoro
Takdir cinta P. Diponegoro. Musikal pertama Teater Keliling 2019 di GKJ. Alexa masih 5 tahun sudah selalu ikut manggung sampai kini 11 th

 


Catatan Rudolf Puspa

 

Adalah Dolfry Inda Suri pada tahun 2010 melihat mamanya (Dery Syrna) sibuk mempersiapkan dokumentasi untuk dibawa ke pak Jayasuprana. Dan ketika ia ikut acara penyerahan penghargaan MURI tahun 2010 itu ia baru menyadari kenapa kedua orang tuanya sekian puluh tahun bergulat hanya di ranah teater saja.. Ia memang dibawa terus sejak bayi hingga waktunya sekolah baru tidak ikut keliling.  Demikian pula adiknya Sesarina Puspita yang beda umur dua tahun juga selalu ikut keliling.

 

Suatu ketika ia cerita menyesal waktu SMA tidak suka mapel sejarah. Kini menyadari bahwa mengenal sejarah bangsa itu sangat penting. Hal ini didukung dari pendidikan kesarjanaannya dari FISIP Univ Pajajaran Bandung jurusan hubungan internasional. Berbeda dengan adiknya yang ambil kuliah di perfileman IKJ bidang kamera. Tercetuslah keinginan untuk membuat pertunjukkan dengan mengambil cerita2 sejarah hingga legenda atau cerita rakyat.

 

Tanpa dipersiapkan terjadilah regenerasi di teater keliling. Kenapa tidak ada persiapan karena selama ini melihat grup2 teater jika pimpinannya wafat maka grup tersebut mengikutinya. Namun dengan terjadinya regenerasi mendadak maka cerita tentang teater keliling jadi bersambung. Bagi kami ini sebuah anugerah yang tak ternilai yang layak disyukuri. Sebuah perubahan yang tidak mudah dan sepertinya belum banyak yang melakukan karena belum menyadari bahwa sangat penting menyiapkan regenerasi. Tentu ada penyebab yang  mempersulit terjadinya regenerasi.

 

Tanpa dibekali keilmuan tentang organisasi seni teater baik tentang manajemen hingga artistik generasi kedua lahir dengan semangat yang tinggi untuk segera memproduksi. Untuk itu tentu saja pelibatan pendiri yang umurnya sudah memasuki kepala tujuh masih berjalan. Bukan hanya sekedar mengiringi namun memang kehadiran secara nyata sangat diperlukan sehingga kerjasama orang tua dengan anak muda terutama generasi milenial tahun 2010 dapat lancar. Jika kecepatan generasi pertama sudah lari maka setidak-tidaknya generasi kedua berangkat dari lari cepat dan terus mempercepat lagi. Mau tidak mau bayi generasi kedua sangat berbeda dengan generasi pertama. Generasi kedua bekerja sudah dari dalam “rumah”. Jalan raya hingga kampung bahkan jalan tol sudah siap untuk menjadi fondasi langkah kaki yang tak perlu takut duri atau paku atau jebakan batman. Boleh dikatakan generasi kedua bergerak dengan segudang warisan generasi pertama. Setiap halangan sudah tersedia solusinya bahkan justru menjadi lebih cepat menemukan solusi baru sesuai dengan zamannya.

 

Kendala terbesar setelah menjalani regenerasi di teater keliling adalah justru dari yang tua sepertinya kurang ada kerelaan untuk mau menerima cara kerja generasi yang lebih muda. Sadar atau tidak ada rasa superior yang mengikatnya sehingga ada perasaan selalu yang lebih benar. Diawali dengan keengganan pasang telinga dan mata ke yang lebih muda yang barangkali ada rasa malu untuk bertindak seperti pepatah kuno yang berbunyi “kebo nyusu gudel” atau kerbau menyusu ke anaknya. Tentu dalam hal ini menyangkut keilmuan atau pemikiran/gagasan baru yang tumbuh dari orang lebih muda. Maka jalan yang terbaik adalah keduanya saling belajar memahami kelebihan dan kekurangannya sehingga dijadikan bahan rujukan sehingga justru akan menjadi satu fondasi baru.

 

Pentas GIK 2015 Teater Keliling
Pentas GIK 2015. Experimen ruang penonton jadi panggung dan penonton di panggung. Jas merah.


Sejak terjadinya perubahan politik tahun 1998 di mana penguasa 32 tahun orde baru mundur dan naiklah kepemimpinan baru dengan julukan orde reformasi maka dalam hal kegiatan berkesenianpun mendapat angin segar. Presiden Habibi merombak aturan berkesenian menjadi lebih bebas tanpa dipagari berbagai aturan yang terasa justru mengunci pintu kebebasan berkarya. Hanya sayangnya dalam hal perlindungan khususnya yang menyangkut finansiil masih terasa sebuah ranah kesepian yang belum berubah. Namun ada kegembiraan karena akhirnya pada 27 April 2017 pemerintah pusat menandatangani undang-undang pemajuan kebudayaan. Dengan demikian legalitas dalam berkebudayaan mulai terlindungi.  Untuk kesenian menjadi jelas bahwa pemerintah adalah fasilitator dan seniman yang berkarya sebebas-bebasnya.


Salah satu gebrakkan pemerintah yang menarik adalah setiap perusahaan komersiil harus menyisihkan dana yang disebut CSR untuk memberikan bantuan dana sosial kepada yang layak dibantu. Dana CSR adalah sejumlah uang yang wajib dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban tanggung jawab sosialnya. Berdasarkan Peraturan UU PT dan PP 47/2012, besaran dana CSR tidak spesifik dan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan. Dana ini dapat digunakan untuk berbagai kegiatan sosial, seperti pemeliharaan fasilitas umum dan sumbangan untuk pembangunan masyarakat . Namun hingga hari ini penyalurannya lebih kepada sosial dalam arti membantu anak yatim, anak berkebutuhan khusus dan sejenisnya. Ini sepertinya lebih mudah dan tidak ruwet atau banyak aturannya. Namun untuk kebutuhan sosial budaya terutama kesenian masih sepi. Yang tampak adalah salah satu perusahaan rokok yang mendirikan Yayasan Bhakti Budaya (Djarum Foundation). Namun semakin hari semakin banyak dari lembaga2 kesenian yang mengajukan proposal. Karena konsen untuk tidak menolak kecuali yang berbau komersiil dan garapan seni yang difasilitasi dari asing maka makin hari jumlah bantuan juga semakin mengecil.


Teater keliling generasi kedua tetap meneruskan visi misi awal yang bergerak dan menggerakkan dan lebih pada kesadaran akan nilai-nilai sejarah yang beraneka rupa namun terlupakan. Kisah kepahlawanan baik yang berujut legenda hingga yang nyata ada digali dan diolah menjadi satu bentuk modern art peforming. Generasi kedua lebih merangkul generasi yang sedang berjalan seperti milenial, genZ hingga Alpha. Mereka memiliki tanggung jawab merawat hingga mengembangkan kebudayaan bangsa. Bukan hanya dialam negeri tapi juga berkelana kemancanegara. Diplomasi budaya sangat diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terperangkap terus menerus hanya diajar menjadi warga pasar internasional yang celakanya hanya menjual produk2 dari luar saja.


Teater keliling generasi kedua melakukan legalitasnya menjadi yayasan. Hal ini dilakukan sesuai perubahan aturan pemerintah dimana dalam hal memfasilitasi tentu akan lebih banyak menyangkut pemberian dana sehingga untuk itu tentu ada aturan2 yang harus ditaati. Salah satunya lembaga kesenian harus memiliki legalitas yang tercatat resmi pada lembaga negara yang memang menjadi tempat resmi mengeluarkan tanda legal. Kadang hal ini menjadi penghalang terbesar disebabkan seniman yang awam soal2 manajemen yang melibatkan notaris; sementara pihak pemerintah membutuhkan karena satu sen pun uang ada pertanggung jawaban yang dilindungi hukum yang berlaku. Perlu ada terobosan2 peraturan baru yang bisa tidak mempersulit kedua belah pihak.


Oi yang menjadi pemimpin umum teater keliling generasi kedua mengawali dengan mendirikan yayasan teater keliling. Kenalan2nya dapat dirangkul dan diyakinkan untuk ikut menjadi pembina yayasan seperti pak Sumanggar yang adalah salah satu komisaris PT.Nestle dan pak Toton Sarjana hukum selalu mendampingi agar perjalanan selalu sesuai hukum yang berlaku.


Ke Solo ikut HATEDU tahun 2023
Bangga bisa rutin ke Solo ikut HATEDU. Ini pementasan tahun 2023


Dengan demikian perjalanan teater keliling selain sejak generasi pertama sudah tercatat di direktorat kesenian sehingga menjadi legal kini legalitas ada perlindungan  hukum. Hal ini juga menguntungkan karena kini segala sesuatu misalnya kontrak produksi, bantuan dana untuk Yayasan harus ada legalitasnya secara hukum. Jika pun dijalani sebenarnya juga tidak terlalu repot sebab urusan dengan kantor2 lembaga pemerintahan jika melibatkan uang akan selalu melalui jasa bank. Jadi tak ada lagi penggunaan uang cash. Sebetulnya ini usaha baru yang mengajar siapapun terhindar dan menghindari kena penyakit “wani piro”. Terbukti penyakit menahun bisa juga disembuhkan.


Singkat kata generasi kedua yang pemain2 masih banyak dari teman2 didikan akhir generasi pertama memproduksi karya pertamanya yakni “Jas Merah” yang ditulis Rudolf Puspa dan Dolfry serta sutradara masih sepenuhnya Rudolf Puspa. Sementara produser Dolfry Inda Suri didampingi Dery Syrna sebagai executif producer. Masa peralihan ini berjalan nyaman dan visi misi mengangkat nilai-nilai sejarah kepahlawan bangsa sejak zaman Majapahit dapat menghasilkan art performing yang tetap mampu terjadi dialog dari hati ke hati antara panggung dengan penontonnya. Pentas di Jakarta 13 Oktober 2013 dan juga dibawa keliling ke 5 kota. Pimpinan teater keliling menetapkan setahun sekali keliling dengan dibatsi 5 kota. Hal ini atas pertimbangan bahwa generasi kedua lebih banyak melibatkan generasi yang masih sekolah SMA serta mahasiswa dan juga pegawai2 muda sehingga masalah cuti sekolah dan bekerja selama 14 hari sangat terbatas. Sangat sedikit kepala sekolah SMA sedia memberi cuti 14 hari sekolah.


Sungguh sebuah anugerah besar karena mendapat sponsor dana tunggal dari Djarum foundation untuk pentas keliling. Berbeda dengan generasi pertama maka keliling dua minggu dapat menyewa bis pariwisata yang juga mendapat pengurangan harga dari perusahaan yang menyewakan bis. Hal ini dapat dipertahankan hingga tahun 2024 dengan pemilik bis yang sama sehingga sangat akrab dengan kedua sopir bis nya yang senang sekali melihat pertunjukkan teater keliling yang belum pernah mereka lihat. Keakraban telah menjadi bentuk kehidupan kami hingga menghilangkan jarak antar manusia akibat adanya sikap pengkastaan pergaulan. Antar pulo jika masih bisa ditempuh dengan bis seperti ketika keliling Sumatera, Bali, Lombok membawa kenangan cerita hidup berkelana siang malam yang unik penuh kesegaran hidup.  Namun jika harus lewat udara maka pimpinan benar2 berhitung agar jumlah bantuan yang sama bisa menutup biaya keliling. Yang menjadikan keliling bisa jalan adalah tidak memberi beban penyelenggara daerah untuk “membayar” kami. Kewajibannya adalah sediakan tempat pertunjukkan, penginapan dan makan sederhana saja. Bahkan jika mau jual tiket dipersilahkan dan hasilnya semua untuk penyelenggara. Lebih gembira lagi memberikan kesempatan minimal 10 orang untuk ikut terjun menjadi pemain.


Sekembali dari keliling kami mulai melirik bentuk pertunjukkan teater yang disebut musikal teater. Naskah karya Prof Wardiman Djojonegoro berjudul “Takdir cinta pangeran Diponegoro” digubah menjadi naskah musikal yang pertama teater keliling. Pertama kali sutradara bekerjasama dengan koreografer, music director, konductor, pencipta lagu, pelatih silat. Musikal memang memiliki kebutuhan untuk berdialog, nyanyi, musik, Tari dan silat. Enam bulan bekerja keras mewujutkannya dengan memulai cara baru mencari pemain yakni membuka audisi untuk keaktoran, penari, penyanyi dan juga silat. Mengejutkan karena ternyata ada seribuan yang mendaftar dan harus memilih dan memilah hingga tercukupi kebutuhan kami. Tumbuh keyakinan bahwa teater ternyata banyak peminatnya. Dengan kenyataan ini tentu akan mampu menjaring minat nonton yang minimal mengumpulkan teman2 para pemain. Dengan kerja kolosal ini maka ada masalah baru yakni butuh tempat latihan luas yang bisa menampung minimal 100 pemain dan penari serta pemusik dan ensemble.


Untuk mengatasi kesulitan menemui mas Hilmar Farid, dirjen kebudayaan kemendikbud. Beliau sambut penuh semangat anak muda dan bisa latihan di aula kemendikbud. Dukungan dirjen kebudayaan sejak tahun 1974 teater keliling lahir sudah terjalin sangat akrab. Hasil kerja teater kelilinglah yang membuat adanya kepercayaan besar bahwa teater keliling selalu bekerja dengan mengutamakan karya yang komunikatif didalam dan luar negeri tanpa terganggu hal-hal yang bersifat profit. Rupanya generasi kedua teater keliling tetap berada digaris tegak lurus dengan generasi sebelumnya. Pertunjukkan ke Jerman 2015 dan Spanyol 2023 mendapat dukungan yang meringankan biaya transport yang memang berat bagi 15 orang. Demikian pula pernah mendapat dana non degree studi banding selama satu bulan ke Spanyol untuk 4 orang tahun 2023. Sangat bermanfaat karena bisa melihat mempelajari sejauh mana teater Indonesia dapat hadir di kancah internasional dengan tetap mengusung nilai2 teater tradisional yang kaya ragamnya di Indonesia.

 

Maka mulailah program besar teater keliling yakni pentas kolosal di Jakarta dan tetap pentas keliling yang hanya melibatkan 15 anggota. Tentu saja harus membuat giliran untuk keliling karena ada 100 lebih anggota aktif yang juga berkeinginan merasakan dan menikmati pentas keliling yang bukan hanya kaya pengalaman di panggung namun justru pertemuan dengan budaya kehidupan setempat. Berguna sekali bagi memahami apa dan siapa Indonesia kita ini. Kegiatan ini semakin memikat anak2 muda untuk ingin terlibat dan sangat berbahagia mendapat hibah seni dari dinas kebudayaan DKI 2022  untuk kegiatan 6 bulan workshop hingga pementasan khusus untuk peminat teater di Jakarta.

 

Dolfry memberi olah fisik dengan dasar gerak tari Bali. Workshop  unt mahasiswa univ madrid spanyol meminta teknik acting asli indonesia.
Dolfry memberi olah fisik dengan dasar gerak tari Bali. Workshop  untuk mahasiswa universitas Madrid, Spanyol meminta teknik acting asli Indonesia.


Covidpun datang tak teduga dan selama dua tahun harus merelakan diri untuk bertapa yang cukup menyakitkan. Namun ternyata teknologi digitalpun menolong dengan membuat teater yang direkam video untuk disiarkan ke tv dan sejenisnya. Namun tentu saja cukup rumit karena harus ikuti aturan selalu pakai masker walau ada juga cara menggunakan penutup wajah yang transparan. Pengalaman pahit yang ada nikmatnya juga dan bisa terus berjalan hingga ketika kembali mendapat kebebasan maka bisa memproduksi musikal yang kolosal serta keliling lagi.

 

Teater keliling generasi kedua mulai 2012 hingga kini sudah memproduksi 20 naskah asli galian dari dalam negri sendiri dan digarap secara modern kontemporer sehingga terasa ada kedekatan dengan penikmatnya yang segenerasi. Generasi kedua semakin menemukan keyakinan bahwa akan datang masanya teater semakin menjadi salah satu kebutuhan “hidup” dimensi ketiga manusia yang tak tampak namun bisa dirasakan ada dan butuh terus menerus mendapat asupan bagi kesehatannya. Manusia hidup bukan hanya jasmani tapi juga rohaninya karena keduanya ada. Lebih tepat terselenggara keseimbangan antara otak kiri dan kanan.

 

Kini teater keliling generasi kedua tengah menggarap karya musikal berjudul “Mirah”. Cerita yang asli dari tanah Betawi yang bukan legenda karena memang pada kenyataannya ada dan hidup menjadi terkenal sebagai seorang jawara wanita. Kisah unik menarik ini akan dipentaskan di Teater Besar Taman Ismail Marzuki 22,23 Pebruari 2025 pk. 14.00 dan 19.30. Kali ini teater keliling bekerjsama produksi dengan Ruang Bunyi pimpinan Andro Nidji dan Chikita serta Bina Musik Jakarta yang digawangi Julius dan Ms.Clarentia. Tiket hanya ada di www.teaterkeliling.com.

 

Cerita lebih rinci produksi Mirah akan aku tulis di bagian ketiga artikel sambut 51 tahun teater keliling.

 

Salam jabat merdeka berkarya.

 

Jakarta 14 Pebruari 2025.


Baca juga: Sambut 51 Tahun Teater Keliling (13 Februari 1974-2025)

Ads