Advertisement
![]() |
Takdir cinta P. Diponegoro. Musikal pertama Teater Keliling 2019 di GKJ. Alexa masih 5 tahun sudah selalu ikut manggung sampai kini 11 th |
Catatan Rudolf Puspa
Adalah Dolfry Inda Suri pada tahun 2010 melihat
mamanya (Dery Syrna) sibuk mempersiapkan dokumentasi untuk dibawa ke pak
Jayasuprana. Dan ketika ia ikut acara penyerahan penghargaan MURI tahun 2010
itu ia baru menyadari kenapa kedua orang tuanya sekian puluh tahun bergulat
hanya di ranah teater saja.. Ia memang dibawa terus sejak bayi hingga waktunya
sekolah baru tidak ikut keliling.
Demikian pula adiknya Sesarina Puspita yang beda umur dua tahun juga
selalu ikut keliling.
Suatu ketika ia cerita menyesal waktu SMA tidak suka
mapel sejarah. Kini menyadari bahwa mengenal sejarah bangsa itu sangat penting.
Hal ini didukung dari pendidikan kesarjanaannya dari FISIP Univ Pajajaran
Bandung jurusan hubungan internasional. Berbeda dengan adiknya yang ambil
kuliah di perfileman IKJ bidang kamera. Tercetuslah keinginan untuk membuat
pertunjukkan dengan mengambil cerita2 sejarah hingga legenda atau cerita
rakyat.
Tanpa dipersiapkan terjadilah regenerasi di teater
keliling. Kenapa tidak ada persiapan karena selama ini melihat grup2 teater
jika pimpinannya wafat maka grup tersebut mengikutinya. Namun dengan terjadinya
regenerasi mendadak maka cerita tentang teater keliling jadi
bersambung. Bagi kami ini sebuah anugerah yang tak ternilai yang layak
disyukuri. Sebuah perubahan yang tidak mudah dan sepertinya belum banyak yang
melakukan karena belum menyadari bahwa sangat penting menyiapkan regenerasi.
Tentu ada penyebab yang mempersulit
terjadinya regenerasi.
Tanpa dibekali keilmuan tentang organisasi seni teater
baik tentang manajemen hingga artistik generasi kedua lahir dengan semangat
yang tinggi untuk segera memproduksi. Untuk itu tentu saja pelibatan pendiri
yang umurnya sudah memasuki kepala tujuh masih berjalan. Bukan hanya sekedar
mengiringi namun memang kehadiran secara nyata sangat diperlukan sehingga
kerjasama orang tua dengan anak muda terutama generasi milenial tahun 2010
dapat lancar. Jika kecepatan generasi pertama sudah lari maka setidak-tidaknya
generasi kedua berangkat dari lari cepat dan terus mempercepat lagi. Mau tidak
mau bayi generasi kedua sangat berbeda dengan generasi pertama. Generasi kedua
bekerja sudah dari dalam “rumah”. Jalan raya hingga kampung bahkan jalan
tol sudah siap untuk menjadi fondasi langkah kaki yang tak perlu takut duri
atau paku atau jebakan batman. Boleh dikatakan generasi kedua bergerak dengan
segudang warisan generasi pertama. Setiap halangan sudah tersedia solusinya
bahkan justru menjadi lebih cepat menemukan solusi baru sesuai dengan zamannya.
Kendala terbesar setelah menjalani regenerasi di
teater keliling adalah justru dari yang tua sepertinya kurang ada kerelaan
untuk mau menerima cara kerja generasi yang lebih muda. Sadar atau tidak ada
rasa superior yang mengikatnya sehingga ada perasaan selalu yang lebih benar.
Diawali dengan keengganan pasang telinga dan mata ke yang lebih muda yang
barangkali ada rasa malu untuk bertindak seperti pepatah kuno yang berbunyi
“kebo nyusu gudel” atau kerbau menyusu ke anaknya. Tentu dalam hal ini
menyangkut keilmuan atau pemikiran/gagasan baru yang tumbuh dari orang lebih
muda. Maka jalan yang terbaik adalah keduanya saling belajar memahami kelebihan
dan kekurangannya sehingga dijadikan bahan rujukan sehingga justru akan menjadi
satu fondasi baru.
![]() |
Pentas GIK 2015. Experimen ruang penonton jadi panggung dan penonton di panggung. Jas merah. |
Sejak terjadinya perubahan politik tahun 1998 di mana
penguasa 32 tahun orde baru mundur dan naiklah kepemimpinan baru dengan julukan
orde reformasi maka dalam hal kegiatan berkesenianpun mendapat angin segar.
Presiden Habibi merombak aturan berkesenian menjadi lebih bebas tanpa dipagari
berbagai aturan yang terasa justru mengunci pintu kebebasan berkarya. Hanya
sayangnya dalam hal perlindungan khususnya yang menyangkut finansiil masih
terasa sebuah ranah kesepian yang belum berubah. Namun ada kegembiraan karena
akhirnya pada 27 April 2017 pemerintah pusat menandatangani undang-undang
pemajuan kebudayaan. Dengan demikian legalitas dalam berkebudayaan mulai
terlindungi. Untuk kesenian menjadi jelas
bahwa pemerintah adalah fasilitator dan seniman yang berkarya sebebas-bebasnya.
Salah satu gebrakkan pemerintah yang menarik adalah
setiap perusahaan komersiil harus menyisihkan dana yang disebut CSR untuk
memberikan bantuan dana sosial kepada yang layak dibantu. Dana CSR adalah sejumlah
uang yang wajib dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban
tanggung jawab sosialnya. Berdasarkan Peraturan UU PT dan PP 47/2012, besaran
dana CSR tidak spesifik dan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan. Dana ini
dapat digunakan untuk berbagai kegiatan sosial, seperti pemeliharaan fasilitas
umum dan sumbangan untuk pembangunan masyarakat . Namun hingga hari ini penyalurannya
lebih kepada sosial dalam arti membantu anak yatim, anak berkebutuhan khusus
dan sejenisnya. Ini sepertinya lebih mudah dan tidak ruwet atau banyak
aturannya. Namun untuk kebutuhan sosial budaya terutama kesenian masih sepi.
Yang tampak adalah salah satu perusahaan rokok yang mendirikan Yayasan Bhakti Budaya (Djarum Foundation). Namun semakin hari semakin banyak dari lembaga2 kesenian yang
mengajukan proposal. Karena konsen untuk tidak menolak kecuali yang berbau
komersiil dan garapan seni yang difasilitasi dari asing maka makin hari jumlah
bantuan juga semakin mengecil.
Teater keliling generasi kedua tetap meneruskan visi
misi awal yang bergerak dan menggerakkan dan lebih pada kesadaran akan
nilai-nilai sejarah yang beraneka rupa namun terlupakan. Kisah kepahlawanan
baik yang berujut legenda hingga yang nyata ada digali dan diolah menjadi satu
bentuk modern art peforming. Generasi kedua lebih merangkul generasi yang
sedang berjalan seperti milenial, genZ hingga Alpha. Mereka memiliki tanggung
jawab merawat hingga mengembangkan kebudayaan bangsa. Bukan hanya dialam negeri
tapi juga berkelana kemancanegara. Diplomasi budaya sangat diperlukan agar
bangsa Indonesia tidak terperangkap terus menerus hanya diajar menjadi warga
pasar internasional yang celakanya hanya menjual produk2 dari luar saja.
Teater keliling generasi kedua melakukan legalitasnya
menjadi yayasan. Hal ini dilakukan sesuai perubahan aturan pemerintah dimana
dalam hal memfasilitasi tentu akan lebih banyak menyangkut pemberian dana
sehingga untuk itu tentu ada aturan2 yang harus ditaati. Salah satunya lembaga
kesenian harus memiliki legalitas yang tercatat resmi pada lembaga negara yang
memang menjadi tempat resmi mengeluarkan tanda legal. Kadang hal ini menjadi
penghalang terbesar disebabkan seniman yang awam soal2 manajemen yang
melibatkan notaris; sementara pihak pemerintah membutuhkan karena satu sen pun
uang ada pertanggung jawaban yang dilindungi hukum yang berlaku. Perlu ada
terobosan2 peraturan baru yang bisa tidak mempersulit kedua belah pihak.
Oi yang menjadi pemimpin umum teater keliling generasi kedua mengawali dengan mendirikan yayasan teater keliling. Kenalan2nya dapat dirangkul dan diyakinkan untuk ikut menjadi pembina yayasan seperti pak Sumanggar yang adalah salah satu komisaris PT.Nestle dan pak Toton Sarjana hukum selalu mendampingi agar perjalanan selalu sesuai hukum yang berlaku.
Bangga bisa rutin ke Solo ikut HATEDU. Ini pementasan tahun 2023
Dengan demikian perjalanan teater keliling selain
sejak generasi pertama sudah tercatat di direktorat kesenian sehingga menjadi
legal kini legalitas ada perlindungan
hukum. Hal ini juga menguntungkan karena kini segala sesuatu misalnya
kontrak produksi, bantuan dana untuk Yayasan harus ada legalitasnya secara
hukum. Jika pun dijalani sebenarnya juga tidak terlalu repot sebab urusan
dengan kantor2 lembaga pemerintahan jika melibatkan uang akan selalu melalui
jasa bank. Jadi tak ada lagi penggunaan uang cash. Sebetulnya ini usaha baru
yang mengajar siapapun terhindar dan menghindari kena penyakit “wani piro”.
Terbukti penyakit menahun bisa juga disembuhkan.
Singkat kata generasi kedua yang pemain2 masih banyak
dari teman2 didikan akhir generasi pertama memproduksi karya pertamanya yakni
“Jas Merah” yang ditulis Rudolf Puspa dan Dolfry serta sutradara masih
sepenuhnya Rudolf Puspa. Sementara produser Dolfry Inda Suri didampingi Dery
Syrna sebagai executif producer. Masa peralihan ini berjalan nyaman dan visi
misi mengangkat nilai-nilai sejarah kepahlawan bangsa sejak zaman Majapahit
dapat menghasilkan art performing yang tetap mampu terjadi dialog dari hati ke hati
antara panggung dengan penontonnya. Pentas di Jakarta 13 Oktober 2013 dan juga
dibawa keliling ke 5 kota. Pimpinan teater keliling menetapkan setahun sekali
keliling dengan dibatsi 5 kota. Hal ini atas pertimbangan bahwa generasi kedua
lebih banyak melibatkan generasi yang masih sekolah SMA serta mahasiswa dan
juga pegawai2 muda sehingga masalah cuti sekolah dan bekerja selama 14 hari
sangat terbatas. Sangat sedikit kepala sekolah SMA sedia memberi cuti 14 hari
sekolah.
Sungguh sebuah anugerah besar karena mendapat sponsor
dana tunggal dari Djarum foundation untuk pentas keliling. Berbeda dengan
generasi pertama maka keliling dua minggu dapat menyewa bis pariwisata yang
juga mendapat pengurangan harga dari perusahaan yang menyewakan bis. Hal ini
dapat dipertahankan hingga tahun 2024 dengan pemilik bis yang sama sehingga
sangat akrab dengan kedua sopir bis nya yang senang sekali melihat pertunjukkan
teater keliling yang belum pernah mereka lihat. Keakraban telah menjadi bentuk
kehidupan kami hingga menghilangkan jarak antar manusia akibat adanya sikap
pengkastaan pergaulan. Antar pulo jika masih bisa ditempuh dengan bis seperti
ketika keliling Sumatera, Bali, Lombok membawa kenangan cerita hidup berkelana
siang malam yang unik penuh kesegaran hidup.
Namun jika harus lewat udara maka pimpinan benar2 berhitung agar jumlah
bantuan yang sama bisa menutup biaya keliling. Yang menjadikan keliling bisa
jalan adalah tidak memberi beban penyelenggara daerah untuk “membayar” kami.
Kewajibannya adalah sediakan tempat pertunjukkan, penginapan dan makan
sederhana saja. Bahkan jika mau jual tiket dipersilahkan dan hasilnya semua
untuk penyelenggara. Lebih gembira lagi memberikan kesempatan minimal 10 orang
untuk ikut terjun menjadi pemain.
Sekembali dari keliling kami mulai melirik bentuk
pertunjukkan teater yang disebut musikal teater. Naskah karya Prof Wardiman
Djojonegoro berjudul “Takdir cinta pangeran Diponegoro” digubah menjadi naskah
musikal yang pertama teater keliling. Pertama kali sutradara bekerjasama dengan
koreografer, music director, konductor, pencipta lagu, pelatih silat. Musikal
memang memiliki kebutuhan untuk berdialog, nyanyi, musik, Tari dan silat. Enam
bulan bekerja keras mewujutkannya dengan memulai cara baru mencari pemain yakni
membuka audisi untuk keaktoran, penari, penyanyi dan juga silat. Mengejutkan
karena ternyata ada seribuan yang mendaftar dan harus memilih dan memilah
hingga tercukupi kebutuhan kami. Tumbuh keyakinan bahwa teater ternyata banyak
peminatnya. Dengan kenyataan ini tentu akan mampu menjaring minat nonton yang
minimal mengumpulkan teman2 para pemain. Dengan kerja kolosal ini maka ada
masalah baru yakni butuh tempat latihan luas yang bisa menampung minimal 100
pemain dan penari serta pemusik dan ensemble.
Untuk mengatasi kesulitan menemui mas Hilmar Farid,
dirjen kebudayaan kemendikbud. Beliau sambut penuh semangat anak muda dan bisa
latihan di aula kemendikbud. Dukungan dirjen kebudayaan sejak tahun 1974 teater
keliling lahir sudah terjalin sangat akrab. Hasil kerja teater kelilinglah yang
membuat adanya kepercayaan besar bahwa teater keliling selalu bekerja dengan
mengutamakan karya yang komunikatif didalam dan luar negeri tanpa terganggu hal-hal
yang bersifat profit. Rupanya generasi kedua teater keliling tetap berada
digaris tegak lurus dengan generasi sebelumnya. Pertunjukkan ke Jerman 2015 dan
Spanyol 2023 mendapat dukungan yang meringankan biaya transport yang memang
berat bagi 15 orang. Demikian pula pernah mendapat dana non degree studi
banding selama satu bulan ke Spanyol untuk 4 orang tahun 2023. Sangat
bermanfaat karena bisa melihat mempelajari sejauh mana teater Indonesia dapat
hadir di kancah internasional dengan tetap mengusung nilai2 teater tradisional
yang kaya ragamnya di Indonesia.
Maka mulailah program besar teater keliling yakni
pentas kolosal di Jakarta dan tetap pentas keliling yang hanya melibatkan 15
anggota. Tentu saja harus membuat giliran untuk keliling karena ada 100 lebih
anggota aktif yang juga berkeinginan merasakan dan menikmati pentas keliling
yang bukan hanya kaya pengalaman di panggung namun justru pertemuan dengan
budaya kehidupan setempat. Berguna sekali bagi memahami apa dan siapa Indonesia
kita ini. Kegiatan ini semakin memikat anak2 muda untuk ingin terlibat dan
sangat berbahagia mendapat hibah seni dari dinas kebudayaan DKI 2022 untuk kegiatan 6 bulan workshop hingga
pementasan khusus untuk peminat teater di Jakarta.
![]() |
Dolfry memberi olah fisik dengan dasar gerak tari Bali. Workshop untuk mahasiswa universitas Madrid, Spanyol meminta teknik acting asli Indonesia. |
Covidpun datang tak teduga dan selama dua tahun harus
merelakan diri untuk bertapa yang cukup menyakitkan. Namun ternyata teknologi
digitalpun menolong dengan membuat teater yang direkam video untuk disiarkan ke
tv dan sejenisnya. Namun tentu saja cukup rumit karena harus ikuti aturan
selalu pakai masker walau ada juga cara menggunakan penutup wajah yang transparan.
Pengalaman pahit yang ada nikmatnya juga dan bisa terus berjalan hingga ketika
kembali mendapat kebebasan maka bisa memproduksi musikal yang kolosal serta
keliling lagi.
Teater keliling generasi kedua mulai 2012 hingga kini
sudah memproduksi 20 naskah asli galian dari dalam negri sendiri dan digarap
secara modern kontemporer sehingga terasa ada kedekatan dengan penikmatnya yang
segenerasi. Generasi kedua semakin menemukan keyakinan bahwa akan datang
masanya teater semakin menjadi salah satu kebutuhan “hidup” dimensi ketiga
manusia yang tak tampak namun bisa dirasakan ada dan butuh terus menerus
mendapat asupan bagi kesehatannya. Manusia hidup bukan hanya jasmani tapi juga
rohaninya karena keduanya ada. Lebih tepat terselenggara keseimbangan antara
otak kiri dan kanan.
Kini teater keliling generasi kedua tengah menggarap
karya musikal berjudul “Mirah”. Cerita yang asli dari tanah Betawi yang bukan
legenda karena memang pada kenyataannya ada dan hidup menjadi terkenal sebagai
seorang jawara wanita. Kisah unik menarik ini akan dipentaskan di Teater Besar
Taman Ismail Marzuki 22,23 Pebruari 2025 pk. 14.00 dan 19.30. Kali ini teater
keliling bekerjsama produksi dengan Ruang Bunyi pimpinan Andro Nidji dan
Chikita serta Bina Musik Jakarta yang digawangi Julius dan Ms.Clarentia. Tiket
hanya ada di www.teaterkeliling.com.
Cerita lebih rinci produksi Mirah akan aku tulis di
bagian ketiga artikel sambut 51 tahun teater keliling.
Salam jabat merdeka berkarya.
Jakarta 14 Pebruari 2025.
Baca juga: Sambut 51 Tahun Teater Keliling (13 Februari 1974-2025)