Bayi bernama “teater keliling” yang dibidani Dery
Syrna, Buyung Z, Paul Pangemanan dan Rudolf Puspa dengan dukungan Jajang C
Noer, Saraswaty, Alm Hidayat, Alm Syaeful Anwar, RW Mulyadi dan Willem
Patirajawane lahir di Jakarta 13 Februari 1974.
Rudolf Puspa sang penggagas Teater Keliling sejak diresmikannya Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki oleh Gubernur Ali Sadikin 10 Nopember 1968; langsung bekerja sebagai stage crew TIM atas penunjukkan oleh alm D Djajakusuma. Menyimpan rasa bangga tak terkira terpilih menjadi pemain mendampingi aktor senior Sukarno M Noor yang pentas di teater tertutup TIM di hari peresmian TIM. Sutradara mas Pramana telah memberi bekal ilmu teater yang kaya sehingga menambah energi dalam berteater ditambah tiap hari kenal dan membantu kerja artistik panggung grup-grup pengisi acara di TIM. Kuliah nyata tentang seni pertunjukkan membuatnya semakin melekat pada panggung.
Namun kegiatan seni pertunjukkan khususnya teater
terasa sangat lambat dan bukan mudah mendatangkan penonton. Suasana ini
membuatnya terusik untuk menemukan apa pangkal kelemahannya sehingga teater
begitu sepi. Namun,
nama-nama
besar seperti almarhum Rendra, Teguh Karya dan Arifin C Noer saat itu tetap
berkarya tanpa kesulitan dana karena Taman Ismail Marzuki bertindak sebagai
produser. Pengisi acara di TIM dibiayai dan penjualan tiket dilakukan oleh TIM
dengan berbagai cara sehingga bisa membiayai pertunjukkan walau masih juga
harus ditambal subsidi dari pemerintah DKI.
Dari acara tahunan pertemuan teater se Indonesia yang
dihadiri seniman-seniman teater dari daerah-daerah terdengar keluhan betapa rumit
perijinan hingga sponsor untuk pentas teater. Hal ini semakin mengganggu jiwa
dan pikiran. Dari membaca sejarah teater Indonesia yang ditulis Boen Oemarjati
tercetuslah keinginan untuk pentas keliling daerah. Membaca tentang grup
sandiwara keliling Dardanela yang didirikan di Sidoarjo tanggal 21 Juni 1926
oleh Willy Klimanoff semakin memperkuat tekad untuk juga memilih pentas
keliling. Willy pendatang yang berdarah Rusia namun lahir di Penang Malaysia
tersebut mengganti nama panggungnya dengan A.Pedro.
Yang membuat tekad keliling muncul adalah gambaran bahwa pada tahun 1926 di mana Indonesia masih di bawah penjajahan Belanda ada kelompok sandiwara yang pentas keliling bahkan hingga Amerika. Terlebih adalah mampu membawakan cerita-cerita yang membakar semangat bangsa Indonesia untuk melepaskan dari kungkungan penjajah. Maka dari jualan gagasan keliling akhirnya dapat terwujut kelompok yang ingin bersama bergerak dan menggerakkan seni teater untuk kembali hidup betapapun sulitnya akibat ditahannya Rendra karena kritik-kritiknya terhadap kekuasaan dianggap berbahaya bagi kelangsungan kekuasaan.
Membangunkan teman-teman teater disegenap pelosok
tanah air harus dilakukan. Tidak mudah mendapat sponsor terutama pihak swasta
karena adanya kekawatiran dipersulit
usahanya. Maka teater keliling melakukan semacam “gerilya” justru
masuk ke lingkungan pemerintahan resmi. Hal ini disadari karena zaman itu untuk
bisa pentas harus ada ijin. Tanpa rasa takut akan gagal maka semua departemen
yang ada didatangi yang untuk satu tempat saja bisa berhari berbulan bahkan
bertahun dapat mendapat dukungan. Teater telah terlanjur menjadi hantu yang
ditakuti dan tentu saja hanya dengan jalan memberikan keyakinan pihak-pihak yang pegang kunci
perijinan akan dapat membukakan pintu bagi teater keliling pentas ke daerah-daerah.
Rumah pertama yang didekati adalah direktorat kesenian
di mana telah terjalin secara pribadi antara Rudolf Puspa dengan mas Kasim
Achmad yang kebetulan kepala bagian seni pertunjukkan sehingga melalui beliau
bisa mendapat rekomendasi yang ditanda tangani kepala direktorat kesenian waktu
itu bapak Sampurno SH. Militer yang juga penari bersama istrinya yang bisa
memahami bahkan menjadi sangat dekat dengan teater keliling. Bukan hanya
rekomendasi namun juga finansiil mendapat bantuan hingga pernah 3 tahun
dikontrakkan rumah untuk anggota teater keliling tinggal.
Dengan rekomendasi yang memberi legalitas dan tercatat
binaan pemerintah maka perjalanan memiliki senjata yang cukup ampuh. Masuk ke
berbagai departemen dan sangat lekat dengan kementerian lingkungan hidup bahkan
karena dinilai bahwa teater keliling atas kesadaran sendiri ternyata
mengkampanyekan hidup berwawasan lingkungan maka mendapat penghargaan
lingkungan tahun 1984 dan 1992. Selanjutnya
diberikan rekomendasi ke seluruh gubernur di Indonesia melalui dinas lingkungan
hidup membantu kegiatan pentas di berbagai propinsi. Gubernurpun memberi
rekomendasi ke Walikota, Bupati yang meneruskan ke camat, lurah bahkan hingga
desa. Dengan pendekatan seperti ini minimal ada bantuan transport antar kota
dimana dilakukan secara berantai. PT.Pelni dan penerbangan PT.Pelita mendukung
usaha yang dinilai bagus karena memberi hiburan ke rakyat sambil membawa misi “kemanusiaan”
. Istilah yang didapat dari pak Sampurno yang maknanya disilahkan menterjemahkan
sendiri dengan selalu ingat tidak menimbulkan kekacauan.
Bantuan yang didapat bukan berarti gratis namun ada
bayarannya namun dalam ujut karya teater. Salah satiu contoh dengan PT. Pelni
di mana ada kapal Pelni masuk pelabuhan dimanapun teater keliling boleh naik
dan sebagai bayarannya harus pentas di kapal dalam perjalanannya. Jadi tidak
ada yang dirugikan karena PT.Pelni bisa menghibur penumpang nonton teater dan
teater keliling bisa naik kapal kemanapun tujuannya. Dengan cara seperti ini
maka harga diri masing-masing
tetap terpelihara dan saling hormat dan menghargai. Demikian pula dengan hotel,
tempat-tempat
wisata dan berbagai perusahaan. Ada
kalanya sebuah perusahaan misalnya susu indomilk memberikan 3000 kaleng susu
dan bebas dijual dengan harga berapapun. Perusahaan permen atau minuman juga
melakukan kerjasama saling menguntungkan.
Semua ini selama 40 tahun Dery Syrna memimpin teater
keliling bekerja sepenuh waktu untuk mendapatkan jalan agar teater dapat masuk
kemanapun. Tidak jarang pagi-pagi
buta sudah berada di sebuah kantor menunggu direktur atau dirjen, menteri yang
ketika datang masuk lift langsung diikuti dan dalam lift secara singkat
mengenalkan diri apa-siapa-mengapa-kapan-dimana dan bagaimana sehingga dipahami
dan dapat dukungan. Inilah yang kami katakan system gerilya di kota bukan di
hutan. Ikuti main golf yang fokusnya bincang-bincang hingga tercapai
kesepakatan untuk kerjasama. Bukan hanya di kantor namun di kendaraan
transportasi umum, di pasar, di halte bis, stasiun kereta langsung saja cerita
ke yang ada disebelahnya tentang teater. Jadi tidak heran jika mendapat kenalan
yang bisa kenalkan siapa yang ada kemungkinan bisa kerjasama.
Sejak awal berdiri teater keliling secara tegas
membagi kerja antara artistik dengan managemen. Jadi yang satu membuat karya
dan yang satu kasarnya menjual karya. Teater keliling menghindari kerja rangkap
antara pemimpin organisasi dan sutradara. Sebab kenyataannya memang berbeda
cara kerjanya. Yang satu memikirkan bagaimana yang dijual laku dan yang satunya
memikirkan bagaimana hasilkan karya yang laku dijual. Agak kurang enak ya
didengarnya seperti pedagang saja yang tentu orientasinya uang. Padahal teater
keliling sejak awal sudah membawa sikap bahwa “uang perlu tapi bukan
tujuan”.
Dari naskah Mega Mega karya Arifin C Noer yang seiring
waktu hingga pentas sampai 124 kali maka banyak filosofi hidup dan menghidupi
merasuk kedalam kalbu. Yang paling pertama jadi sikap utama sepanjang sejarah
perjalanan teater keliling adalah ucapan salah satu peran dari Mega Mega yang
bernama Retno yang rela memilih menjadi pelacur untuk menyelamatkan hidupnya
selalu mengatakan “Segala bisa asal mau”. Walau tak terucap karena memiliki kemauan yang
kuat bisa keliling sehingga memicu teater keliling tentu juga bisa. Ada lagi
ucapan Hamung yang kerjanya menjadi penarik becak mengatakan “jangan
terlalu berharap kecewa pada akhirnya”.
Ini sebuah sikap yang melatih untuk tidak mudah kecewa lalu hanya bisa
mengeluh. Kenapa mesti takut gagal jika mengingat bahwa terjun ke teater tak
ada yang nyuruh tapi memang pilihan sendiri. Jika sebuah pilihan kalau mau
menyalahkan ya tuding ke diri sendiri. Kalau tidak mampu menerima adanya
masalah yang terus menerus timbul silahkan mencari ruang lain. Tapi jika mau
bersama-sama menerima dan mencari solusinya maka akan nyaman jalan terus.
Bicara suka duka akan lebih banyak dukanya, namun karena tertanam jiwa petualang maka duka adalah sebuah tantangan yang justru memberikan rasa nikmat ketika berhasil melampaui tantangan yang datang bagai sebuah penghalang yang seolah-olah tidak bisa dilawan. Untuk itu nasehat bapak H.Adam Malik ketika masih menjadi menteri luar negeri mengatakan “jangan menyepelekan sesuatu karena sesuatu itu akan menyepelekan kamu”. Hal yang menjadikan hidup peka menjalani berbagai kesulitan sehingga menjadi lebih terampil mengatasi karena kesulitan menjadi hal yang biasa diterima dan rasanya justru menjadi sparing partner hidup.
Advertisement
Penghargaan berupa piagam atau sertifikat telah
diterima dari pemda diseluruh Indonesia, kampus dan komunitas atau perusahaan
swasta. Termasuk juga dari luar negeri dimana teater keliling telah pentas
keliling ke Singapura, Malaysia, Thailand, Australia, Korea selatan, Pakistan,
Mesir, Romania, Jerman dan Spanyol. Selain pementasan umum juga mengikuti
festival-festival
teater internasional. Dengan demikian mendapat kekuatan yakni semakin yakin
bahwa berkesenian teater itu memang perlu terus dibangkitkan hingga menjadi
sebuah kebutuhan hidup baik seniman dan penikmatnya. Penghargaan dari MURI
sebagai pementas terbanyak diterima tahun 2010. Kemudian Rudolf Puspa menerima
penghargaan sebagai ABDI ABADI tahun 2016 dari Federasi teater Indonesia.
Atas ajaran sastrawan HB Yassin teater keliling selalu
mendokumentasikan segala hal bahkan beliau berpesan agar oret-oretan di kertas-kertas ketika sedang memikirkan
rencana kerja pun serahkan ke beliau dan akan disimpan karena itu punya nilai
sejarah. Maka tersimpanlah sampai kini dokumentasi teater keliling di PDS HB
Yassin yang ada di Taman Ismail Marzuki. Dan sangat gembira ketika Arsip
Nasional Republik Indonesia (ANRI) memulai mendokumentasikan kegiatan seni.
Kebetulan teater keliling menjadi grup pertama yang diteliti dan yang masuk
kategori kearsiapan nasional disimpan di ANRI. Kepemilikan tetap teater
keliling tapi ANRI menyimpannya. Hal ini adalah sebuah kepedulian negara
terhadap kegiatan kesenian bangsa sendiri. ANRI memberikan ruang khusus dengan
upacara penyerahan pada tanggal 19 Desember 2019. Teater keliling pun tampil memainkan karya
D Djajakusuma yakni Wek Wek, Hal yang baru pertama kali terjadi di ANRI. Tambah
membanggakan ketika ada mahasiswa Goethe universitet Frankfurt Heiner Walenda
Scholling mengambil gelar S2 oleh profesor pembimbingnya Prof.Dr.Bernd Nothofer
memilihkan agar meneliti tentang teater Indonesia karena di Jerman belum ada
yang meneliti. Dan kini meneruskan ambil S3 dengan penelitian tentang teater
Indonesia zaman orde baru. Kerjasama tetap dengan teater keliling. Alhasil dokumentasi tentang teater keliling
copynya tersimpan di perpustakaan kampus tersebut dan diberitakan keseluruh
Eropa jika ingin tahu teater Indonesia bisa ke perpustakaan mereka dan melihat
mempelajari tentang teater Indonesia melalui teater keliling. Hadiah menggembirakan diterima teater
keliling yakni dibiayai untuk pementasan di Frankfurt membawakan karya Rudolf
Puspa “Behind the masks”, sebuah pertunjukkan teater non verbal. Tiket
terjual habis dua bulan sebelum pertunjukkan berlangsung.
Bergerak dan menggerakkan teater ke seantero pelosok tanah air tentu membutuhkan pemikiran seorang art director untuk mampu kreatif dengan apa yang ada di sekitar tempat pertunjukkan. Ini salah satu cara untuk tidak memberi beban keuangan yang tipis untuk kebutuhan artistik seperti set dekor, set dan hand prop, costume, tata lampu, sound system. Demikian pula keliling di zaman itu masih harus naik kendaraan umum sehingga sangat dibatasi membawa barang agar tidak merepotkan. Jika naik pesawat bagasi jangan melampaui batas. Disini tugas seorang stage manager untuk mengaturnya. Jika memang perlu ada yang harus dibeli maka memiliki alasan yang kuat tepat sehingga pimpinan produksi paham harus mengeluarkan dana. Sang pimpro memang harus aduhai dalam hal mengatur keuangan. Dalam hal mengisi perut tetap memperhatikan sehat jasmani yang akan berpengaruh pada sehat rohani. Tempat rehat tidur harus siap tidur di atas tikar di ruang2 yang bukan semanis hotel. Maka senjata ampuh selalu mengingatkan yakni “segala bisa asal mau”.
Dalam hal penyutradaraan untuk menghindari hasil karya
yang monoton maka saya sejak awal memberikan pemain ruang sepenuhnya untuk
menafsirkan peran. Kekuatan teater salah satunya adalah dalam hal menafsir
cerita dan selanjutnya tiap-tiap
peran. Saya lebih banyak mendengar apa yang pemain tangkap dan kemudian
mengolah dan menjadi pilihannya untuk memainkan apa yang dia temukan atau
tafsirkan. Lalu saya minta melakukan dan saya harus open mind sehingga bisa
meresapi apa penampilannya sesuai dengan apa yang dia sendiri inginkan.
Selanjutnya saya menemani, mendorong, bekerjasama menemukan mana expresi paling
tepat. Tentu sebagai sutradara juga punya tafsir sendiri. Di sini keindahannya
yakni memadukan semua tafsir pemain dengan tafsir sutradara sehingga yang
penting adalah tercapai satu kesepakatan bersama. Dan kata akhir tentu saja ada
di tangan sutradara yang memang kewajibannya adalah meramu, merenda menjadi
satu karya teater yang tepat dan dari segala aspek terpenuhi. Pesan dari cerita
sesuai tafsir yang bisa saja berbeda dengan penulisnya. Saya sepakat dengan apa
yang dikatakan mas Arifin C Noer bahwa ketika skrip sudah ditangan sutradara
maka dia menjadi pemilik skrip. Sebagai pemilik punya kebebasan untuk membangun
sebagai sebuah pertunjukkan yang menarik.
Kini teater keliling menginjak umur 51 tahun. Juga
sudah memasuki generasi kedua yang lahir pada abad di mana teknologi sangat
mendominasi kehidupan. Semakin hari kecanggihan teknologi semakin cepat
menghasilkan perubahan2 yang terus menerus tumbuh kembang. Mau tidak mau
senimanpun perlu menyadari dan bukan mengikuti secara buta tuli tapi justru
memanfaatkan teknologi dalam menunjang gagasan baru dalam karya. Jika tidak
maka sudah bisa ditemui bagaimana kesenian yang masih memakai paham
konvensional mulai ditinggal karena anak-anak kelahiran tahun tujuh
puluhan hingga kini sudah berbeda dalam berpikir bertindak dan berlaku.
Untuk bincang tentang teater keliling generasi kedua
akan ada di bagian kedua.
Dirgahayu 51 tahun Teater Keliling 13 Februari 2025.
Salam jabat merdeka berkarya,
Jakarta 12 Februari 2025.