Advertisement
![]() |
Pelantikan Dewan Kesenian Tuban pada tahun 2016 lalu |
Oleh: Ekwan Wiratno*
TITIK TERANG: KEMENTERIAN KEBUDAYAAN
Musyawarah Nasional Dewan Kesenian dan Dewan Kebudayaan se-Indonesia 2023 merekomendasikan pembentukan kementerian yang khusus membidangi kebudayaan. Sebagaimana bentuk komitmen pada janji politik, Presiden Prabowo akhirnya membentuk Kementerian Kebudayaan yang dipimpin oleh Menteri Dr. Fadli Zon S.S., M.Sc dan Wakil Menteri Giring Ganesha, S.Ikom.
Fadli Zon menyampaikan terdapat empat program prioritas, yaitu penambahan jumlah Warisan Budaya Dunia UNESCO, revitalisasi tradisi lokal, budaya digital dan ekonomi budaya, serta diplomasi dan promosi kebudayaan. Program ini tentunya sedikit melegakan karena bukan hanya berfokus pada aspek ekonomi-material tapi juga aspek pelestarian yang seringkali tidak menguntungkan secara ekonomi tapi sangat esensial sebagai identitas bangsa Indonesia.
Tentu saja empat prioritas ini tidak menyelesaikan seluruh persoalan kesenian dan kebudayaan di Indonesia, tapi setidaknya ini merupakan angin segar bagi kemajuan kita di masa depan. Sejak diwacanakan dalam berbagai kampanye pemilihan Presiden, wacana tentang kementerian kebudayaan menjadi buah bibir di berbagai pertemuan seniman, baik secara formal maupun informal. Banyak sambutan gembira, meskipun tentu saja ada yang skeptis menyambut gagasan ini. Kini ketika Kementerian Kebudayaan benar-benar hadir, maka pengawal Undang-Undang No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menjadi terlembaga dan akhirnya memiliki anggaran sendiri dalam mendorong perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan Indonesia. Undang-Undang ini juga mendorong pembentukan beberapa dokumen penting seperti Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) kabupaten/kota, Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah provinsi, Strategi Kebudayaan, dan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan. Hingga Januari 2025 telah disahkan sebanyak 25 PPKD Provinsi. Di Jawa Timur kabupaten atau kota yang telah mengesahkan PPKD sebanyak 10 daerah.
Presiden RI telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan pada tanggal 14 September 2022. Perpres ini secara khusus menuliskan bahwa terdapat 20 Objek Pemajuan Kebudayaan, yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.
Pada tanggal 10 Oktober 2024 telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan Tahun 2025-2045. Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) Tahun 2025-2045 menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional. RIPK dirancang dalam 4 tahapan, yaitu tahap I (tahun 2025-2029), tahap II (tahun 2030-2034), tahap III (tahun 2035-2039), dan tahap IV (tahun 2040- 2045). Menteri dalam menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemajuan Kebudayaan mempertimbangkan masukan dari akademisi, pemangku adat, tokoh masyarakat, dan atau komunitas.
Berdasarkan beberapa regulasi tersebut, maka peran komunitas seni dan dewan kesenian serta kebudayaan menjadi sangat vital dalam memberikan masukan hingga terlibat langsung dalam pengembangan dan pelestarian kebudayaan. Dewan Kesenian dan atau Dewan Kebudayaan yang telah dibentuk secara masif di berbagai provinsi dan kabupaten/kota sejak tahun 1990-an merupakan sumber daya penting dalam pelaksanaan UU No 5 Tahun 2017 beserta regulasi turunannya. Peran ini tentu saja jauh lebih kuat apabila dibandingkan dengan periode-periode sebelum Undang-Undang ini disahkan.
SANG ADIK BUNGSU: DEWAN KEBUDAYAAN
Di banyak forum, bahkan di warung kopi, perbincangan tentang posisi dewan kesenian dan dewan kebudayaan terus terjadi sejak Undang-Undang No 5 Tahun 2017. Dewan Kebudayaan, sebagai adik bungsu terus diperdebatkan. Beberapa orang menganggap bahwa Dewan Kebudayaan adalah pengganti Dewan Kesenian. Hal inilah yang banyak menimbulkan kegalauan, bahkan ketakutan.
Kesalahpahaman inilah yang harus segera diluruskan. Dewan Kebudayaan bahkan tidak disebutkan dalam berbagai produk perundang-undangan yang ada hingga hari ini. Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 2017, misalnya, lebih fokus pada tugas setiap lembaga dalam upaya pemajuan kebudayaan. Pembagian tugas ini menyangkut aspek-aspek yang didelegasikan kepada pemerintah pusat dan daerah, bahkan masyarakat umum. sebagai unsur masyarakat (Pasal 30), maka Dewan Kesenian berperan pula dalam upaya pemajuan kebudayaan. Dalam beberapa peraturan turunannya, diperjelas pula berbagai jenis objek pemajuan kebudayaan, hingga strategi dan timeline upaya pemajuan kebudayaan. Sekali lagi, tidak secara eksplisit disebutkan tentang Dewan Kebudayaan.
Keberadaan lembaga yang berperan dalam pengembangan kebudayaan selama ini telah dilakukan oleh Dewan Kebudayaan, bahkan sebelum Undang-Undang No 5 Tahun 2017 disahkan. Dewan Kesenian telah melakukan upaya pemajuan kebudayaan dalam undang-undang tersebut, meliputi penyebarluasan, pengkajian dan pengayaan keberagaman. Lalu buat apa membentuk lembaga baru?
DEWAN KESENIAN TUBAN
Pengurus Dewan Kesenian Tuban (DKT) periode 2016-2021 telah dilantik oleh Bupati Tuban, Fatkhul Huda di pendopo Kridha Manunggal, Sabtu, 15 Oktober 2016. Sejak itu kesenian punya semacam “koordinator” yang setara tapi didapuk mengelola komunikasi antar seniman dan antara seniman-pemerintah. Sejak tahun itu pul digelar acara seni terbesar di Tuban, yaitu Tuban Art Festival 2016 yang menggelar berbagai event dalam bidang teater, fotografi & film, tari, musik, seni rupa dan sastra. Ini semacam “lebaran” seni di Tuban.
TAF terus digelar hingga tahun 2019. Sejak diterpa Pandemi COVID-19, acara seni terbesar di Tuban ini menjadi terhenti hingga hari ini. Beberapa acara seni terus digelar secara mandiri oleh berbagai kelompok maupun individu, tapi peran DKT menjadi sangat minim sebagai organisasi.
DKT yang mati suri secara organisasi ini tentu tidak sesuai dengan gagasan yang diusung dalam Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) yang berlangsung selama 23-27 Oktober 2023 yaitu ‘’Transformasi tata kelola Dewan Kesenian dan atau Dewan Kebudayaan menjadi prioritas kelembagaan untuk membangun ekosistem pemajuan kebudayaan. Musyawarah Kesenian Nasional menjadi platform bagi para seniman untuk hadir dan tampil berperan secara lebih dinamis dan Taman budaya, museum, galeri dan kawasan warisan budaya dikembangkan sebagai bentuk-bentuk layanan umum yang dapat diakses publik secara berkelanjutan.’’ Gagasan yang dihasilkan dalam KKI 2023 ini merupakan syarat pengembangan kebudayaan seiring dengan meningkatnya pendaftaran aset budaya akhir-akhir ini berbentuk warisan budaya tak benda. Ini ironis.
Tentu saja, secara personal, pengurus DKT terus aktif di bidang kesenian, bahkan secara rutin hadir di acara-acara kesenian dan kebudayaan. Tapi secara organisasi? Tentu inilah persoalannya. Bahkan pengurus DKT masa bakti 2016-2021 belum melakukan pergantian kepengurusan hingga tahun 2025. Hal ini mengkhawatirkan banyak orang, terutama generasi seniman muda.
Memang, DKT generasi 2016-2021 didominasi oleh banyak generasi senior yang menyulitkan pergerakan “motor” organisasi. Sementara generasi muda yang ada belum memiliki wewenang yang cukup. Maka judul drama ini adalah yang tua diam saja, yang muda tak berani bekerja. Lengkaplah kemacetan ini.
JANGAN GALAU TERUS, DKT
Kemacetan dan kegalauan ini terus berlangsung sampai detik ini. Sayangnya, belajar dari banyak dewan kesenian daerah lain, ini berpotensi mematikan organisasi. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah
Refleksi
Pengurus lama perlu refleksi diri. Pergerakan yang nihil ini perlu disadari sebab dan akibatnya bagi perkembangan kesenian di Tuban. Sebagai punggawa-punggawa kesenian Tuban, tentu saja pengurus DKT memiliki kebijaksanaan untuk melihat diri lebih dalam, khususnya mencegah peristiwa serupa terjadi lagi. DKT bukan kerja individu, kerjasama tim memang menjadi menonjol dalam hal ini, selain soal sungkan yang justru bikin tambah runyam.
Re-strukturisasi
Habisnya masa bakti DKT pada tahun 2021 harusnya menjadi titik penting untuk segera melakukan restrukturisasi pengurus DKT. Bahkan belajar dari beberapa dewan kesenian di kota lain, minimal 6 bulan sebelum dilakukan musyawarah seniman (untuk mengganti pengurus DKT), telah dilakukan persiapan untuk menentukan delegasi setiap cabang seni. Tanpa struktur yang baru, maka “motor” DKT tidak akan berjalan. Pengurus baru, entah sebagian atau semua, terbukti mampu menyegarkan sebuah organisasi. Kecepatan kinerja juga otomatis akan terdorong lebih optimal. Ini urgen untuk segera dilakukan penyusunan pengurus DKT yang baru dan mengajukan Surat Keputusan Bupati sebagai bentuk legalitas.
Kenapa harus segera? Tahun 2025 Tuban akan memiliki Bupati-Wakil Bupati baru yang perlu Dewan Kesenian sebagai mitra dalam pengembangan seni dan kebudayaan. Saya kira tidak ada waktu yang lebih tepat.
Resolusi
Transfer informasi mengenai permasalahan dan strategi pengembangan Dewan Kesenian Tuban dilakukan oleh pengurus lama ke yang baru juga harus dilakukan. Hal ini tentu saja supaya persoalan yang selama ini terjadi di dalam Dewan Kesenian tidak dilanjutkan dan dapat dimitigasi sedini mungkin. Strategi-strategi yang selama ini dilakukan, khususnya komunikasi yang baik dengan seniman lintas-bidang perlu juga disampaikan tentu dengan pengembangan-pengembangan yang lebih lanjut. Pengurus DKT baru telah berada di dunia yang sangat berbeda dengan pengurus DKT 2016-2021. Di zaman ini berkembang pesat Artificial Intelligence (AI), terjadi perubahan minat dan trend komunikasi masyarakat, hingga perubahan regulasi baik di level nasional, regional, dan kota. semua harus direspon oleh mereka yang memahaminya secara mendalam. Perlu langkah cepat dan responsif untuk mampu bertahan dan berkembang di zaman ini. Saya yakin, dengan komposisi senior-junior yang tepat, menggabungkan kebijaksanaan dan pengetahuan terkini, menggabungkan antara kehati-hatian dan kecepatan, maka kita bisa berharap DKT yang lebih progresif.
Pertanyaannya kemudian, masih mau terus galau atau melaju?
Malang, 10 Februari 2025
Ekwan Wiratno, dosen, penulis dan sutradara asal Tuban. Mendirikan Malang Study-Club for Theatre (MASTER) yang berfokus pada upaya literasi dan pengembangan wacana teater modern. Memproduksi film pendek melalui platform MASTER HOUSE sejak 2020. Tulisan mengenai kritik dan wacana seni pertunjukan dapat ditemukan di beberapa media online dan buku.