Advertisement
Dutch still life in Delftware karya Hans Withoos |
Oleh: Adhyra Irianto
Sudah banyak artikel yang membahas asal kata "art", yang berasal dari kata "ars" dalam bahasa latin, berarti teknik. Kata teknik berasal dari bahasa Yunani yakni "tekhne".
(Tentang definisi "art" dan "tekhne" sudah dibahas secara detail di dua artikel ini: Apa Perbedaan dan Hubungan antara Seni dan Desain? dan Seni dan Masyarakat: Korelasi Spektakel dan Spektator)
Itu adalah definisi "art" dan "tekhne" secara etimologis. Tapi, untuk kata "seni" itu sendiri, darimana datangnya? Apakah ada perbedaan dengan definisi "seni" di Barat?
Kata seni bukan berasal dari Bahasa Inggris (art) yang kebetulan artinya "seni". Kata seni "diyakini" berasal dari kata sani dalam bahasa Sansakerta yang berarti pemujaan atau ritual. Hal ini masuk akal, mengingat bahwa seni, khususnya seni tradisi, berawal dari ritual-ritual pemujaan.
Setidaknya menurut sejumlah jurnal, ada tiga kemungkinan asal kata "seni" yakni dari bahasa Sansakerta, Melayu, dan Belanda. Seni juga merujuk ke "kencing" karena air seni berarti urine. Untuk melihat kaitannya dengan "kencing", mari kita telusuri dengan hati-hati hal-hal yang diduga menjadi asal mula kata seni.
Dari bahasa Sansakerta (Shani)
Sani (shani) dalam bahasa Sansakerta berarti "saturnus" yang dirujuk dari 9 dewa planet (Nawagraha). Nah, dewa "saturnus" atau Shani ini digambarkan lewat gambar di bawah ini.
Dalam kondisi lain, Shani akan digambarkan berkulit hitam, menggunakan pakaian serba emas, dan menunggangi seekor burung. Berikut penggambarannya.
Sani atau Sanaiscara ini merujuk ke dewa yang berkaitan dengan seni dan kerajinan kuno di India. Teks yang membahas Sanaiscara akan berkaitan dengan teks yang membawa "silpa" (berarti seni dan kerajinan), atau lebih lengkap disebut silpasastra. Sastra dalam bahasa Sansakerta berarti ilmu. Maka, silpasastra berarti ilmu seni dan kerajinan. Ilmu inilah yang berkaitan dengan Shani/Sani. Tapi, ingat, hanya "berkaitan". Shani bukan berarti "seni", karena seni dalam bahasa Sansakerta seharusnya adalah "silpa".
Dari bahasa Belanda (Genie)
Anggapan yang kedua, kata ini berasal dari bahasa Belanda, yakni "Genie". Penyebabnya, kata Genie ini dibaca ʒəˈni (ʒ dibaca antara S dan Z) jadi sekilas di telinga orang Indonesia terdengar seperti "seni".
Kata ini yang sebenarnya "nyaris" paling masuk akal untuk menjadi asal mula kata "seni". Sebab, seniman di era terdahulu juga mendapat julukan "genie" yang sekarang merujuk ke kata "jenius". Orang yang pandai membuat keris, batik, tarian, drama, karya sastra, dan musik, dikategorikan sebagai orang-orang yang memiliki kecerdasan.
Tapi, lagi-lagi, kata "genie" berarti "jenius" bukan "seni". Ingat, dalam bahasa Belanda "genie" dibaca ʒəˈni bukan "jeni".
Dari bahasa Melayu (Senik)
Dari daerah Melayu Riau, kata 'se' itu berarti satu. Sedangkan "nik" berarti "kecil". Maka, kata seni berarti "sesuatu yang kecil, atau halus". Dari semua kemungkinan kata di atas, kata ini adalah kata yang paling cocok dengan kata "kencing". Kenapa?
Karena, bahasa paling halus untuk kencing adalah air kecil, sebagai lawan dari air besar. Air kecil yang merujuk pada urine ini sering disebut dengan "air seni" dalam karya-karya sastra berbahasa Melayu.
Coba lihat puisi berjudul "Sesudah Dibajak" karya Sutan takdir Alisjahbana berikut ini.
Aku merasa bajak-Mu menyayat,
Sedih seni mengiris kalbu,
Pedih pilu jiwa mengaduh,
Gemetar menggigil tulang seluruh.
....
Kata "seni" pada baris kedua, berarti tipis. Sedih seni mengiris kalbu berarti "rasa sedih yang mengiris-ngiris tipis jantung si aku lirik".
Dalam teks berbahasa Melayu terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia tahun 1986, berjudul Hikayat Iskandar Zulkarnain juga menggunakan kata "seni" mengarah ke "kecil".
Diriwayatkan orang bahawa Raja Jerjis itu makan minum tiada ia hajat air seni dan tiada dia hajat air besar. (perenggan 3 m/s 4)
Frasa "hajat air seni" yang dijejerkan (juktaposisi) dengan kata "hajat air besar" mengindikasikan bahwa kata "seni" memang bersinonim dengan kata "kecil".
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "seni" juga diartikan sebagai kecil, halus, dan lembut.
se·ni a 1 halus (tt rabaan); kecil dan halus; tipis dan halus: benda -- , benda yang halus bahannya dan buatannya; bercelak -- , memakai celak yg halus; jarum yg -- , jarum yg halus sekali; seorang putri yg -- , putri yang halus kulitnya; ular -- , ular yg kecil; 2 lembut dan tinggi (tt suara): suara biduanita itu sungguh -- , suara yg kecil tinggi; 3 mungil dan elok (tt badan): burung yg -- burung yg kecil dan elok;me·nye·ni a halus; lembut: lagunya -
Lantas, kenapa art (atau kunst dalam bahasa Belanda) justru menjadi "seni". Era kolonial, pelajaran seni disebut kunts, dan kaum terpelajar juga biasa menyebut kunts untuk menyebut seni. Sampai tahun 1953, pertama kali Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadarminta, menggunakan kata "seni" sebagai pengganti kunts atau art.
Orang yang pertama kali menggunakan istilah "seni", "seniman", "pelukis" dan "kesenian" adalah Sindoedarsono Sudjojono, pelukis legendaris Indonesia yang memprakarsai berdirinya Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) di tahun 1938. S. Sudjojono menulis buku berjudul "Seni Lukis, Kesenian, dan Seniman" di tahun 1946.
Namun, S. Sudjojono menyebutkan bahwa ia bukan orang yang pertama menggunakan istilah "seni" untuk pengganti kata "kunts" ini. Ia menyebut mantan Mendikbud RI, Ki Sarmidi Mangunsarkoro sebagai orang yang mengusulkan kata "seni" tersebut. Hanya saja, tulisan-tulisan dair Sudjojono ini yang menjadikan kata "seni" semakin dikenal masyarakat Indonesia.
Dari KBBI, seni memiliki empat makna:
- Makna yang pertama, adalah kecil dan halus.
- Makna kedua adalah keahlian membuat karya yang bermutu dari perspektif estetika. Atau, karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa.
- Makna ketiga kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. Atau, orang yang berkesanggupan luar biasa; genius.
- Makna terakhir berkaitan ke jenis ular yang berukuran kecil (ular seni).
Keempatnya, berasal dari "pengaruh" bahasa sumber yang berbeda. Namun, berkat usulan dari mantan Mendikbud RI, Ki Mangunsarkoro , dilanjutkan dengan "revolusi" bahasa oleh Purwadarminta, dan "revolusi" seni yang dilakukan S. Sudjojono, hasilnya, "seni" lebih dikenal dengan makna yang kedua.