Advertisement
Foto: Pentas Nara Teater menghidupkan sosok Prof Ir. Herman Johannes di Panggung Taman Kota Feliks Fernandez, Jumat-Sabtu, (06-07 Desember 2012) |
PojokSeni/NTT - Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah provinsi kepulauan dengan keindahan alam dan kekayaan budaya yang luar biasa. Namun hal tersebut yang berbanding terbalik dengan fakta NTT hari ini sebagai salah satu provinsi tertinggal di Indonesia. Rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan, persoalan listrik yang belum merata serta tingkat perekonomian yang rendah menjadi fakta yang memprihatinkan.
Apa yang dibanggakan dari NTT? Ironi singkatan NTT sering muncul: Nanti Tuhan Tolong, Nusa Tetap Tertinggal, Nusa Tertinggi TKI, Nusa Terkorup Terus dan sebagainya. Lilitan persoalan dan fakta miris tersebut kerap membuat rasa rendah diri (inferior) di kalangan anak muda NTT.
Alam NTT yang keras idealnya menghasilkan karakter manusia pejuang dan tahan uji. Prof. Ir. Herman Johannes adalah contohnya. NTT butuh figur sebagai cermin untuk melihat ideal diri dan pencapaian hidupnya.
Prof. Ir. Herman Johannes adalah cendekiawan, ilmuwan, guru besar, Menteri Pekerjaan Umum, rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) salah satu universitas terbaik di Indonesia, Koordinator Perguruan Tinggi, anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Ia punya banyak pencapaian yang idealnya mesti jadi panutan, kiblat bagi bagi orang NTT terutama generasi muda.
Sikap hidup yang sangat sederhana, kesungguhan berkarya, totalitas, keprihatinan, kegelisahan, keberpihakan moralnya, dedikasi terhadap bangsa dan negara membuat Prof. Ir. Herman Johannes dikagumi banyak orang yang mengenalnya sampai hari ini. Sampai pensiun ia tak punya rumah pribadi karena tak punya cukup uang untuk membangunnya.
Fakta hari ini di tengah segala keterbatasan seperti: minimnya literasi, justru ideal anak muda NTT akibat pengalaman menonton adalah selebritis, figur-figur budaya pop, politikus bergelimang harta, tokoh-tokoh game online dan sebagainya.
Persoalan sesungguhnya adalah kurang sosialisasi. Negara memberi tempat terhormat kepada Prof. Ir. Herman Johannes seorang putera NTT dengan mengabadikan wajahnya pada koin 100 rupiah. Mengapa orang NTT tidak menjadikannya sebagai idola dan panutan?
Oleh karena itu, Nara Teater mengajukan proposal pementasan Teater sebagai sebuah sebuah peristiwa kolektif untuk melihat ideal wajah orang NTT pada diri Prof. Ir. Herman Johannes agar kemudian menghidupkan ideal itu dalam dirinya.
Tujuan
Mengangkat kepahlawanan Prof. Ir. Herman Johannes kepada publik NTT terutama generasi muda;
- Menemukan kembali ideal diri/karakter terbaik orang NTT pada sosok Prof. Ir. Herman Johannes dan menghidupkan ideal tersebut dalam diri penonton melalui pengalaman pertunjukan (teater) sebagai sebuah peristiwa kolektif;
- Memberi pengalaman kepada para pendidik dan siswa dalam proses kreatif penciptaan Teater Prof. Ir. Herman Johannes bersama Nara Teater.
- Menjadikan peristiwa teater sebagai pengalaman konsientisasi (penyadaran diri) dalam gaya dan bahasa ungkap keseharian remaja milenial.
Manfaat
Pementasan teater Prof. Ir. Herman Johannes bermanfaat bagi generasi muda (para pelajar), pendidik, birokrat pendidikan, para pemimimpin di pelbagai level, pengambil kebijakan pembangunan serta masyarakat luas.
Dampak
Pementasan teater Prof. Ir. Herman Johannes berdampak bagi penemuan ideal karakter orang NTT sebagai pejuang yang dibentuk oleh alam yang keras. Melahirkan kebanggaan serta mengobarkan daya juang untuk dengan kemampuan dan solidaritas kolektif bekerjasama dan bekerja bersama-sama membawa NTT keluar dari lingkaran kemiskinan dan ketertinggalan.
Pentas Teater Pahlawan Nasional Prof. Ir. Herman Johannes didesain sebagai sebuah peristiwa kolektif yang terjadi ruang publik Taman Kota Larantuka. Pentas didesain sebagai sebuah pengalaman kolektif untuk melihat ideal diri kolektif dalam sosok Prof. Ir. Herman Johannes. Perjuangan, dedikasi, kesungguhan, sikap ilmiah diangkat sebagai keutamaan untuk melihat fakta miris ketertinggalan orang NTT hari ini di pelbagai aspek kehidupan. Dengan penemuan identitas/karakteristik ideal orang NTT yang dibentuk oleh kerasnya alam yang terepresentasi dalam diri Prof. Ir. Herman Johannes diharapkan pementasan menjadi pengalaman konsientisasi (penyadaran diri) sehingga lahir rasa bangga, kecintaan dan tekad yang kuat untuk belajar dan bekerja sekeras mungkin membawa NTT keluar dari jerat kemiskinan dan ketertinggalan.
Peristiwa panggung adalah cermin untuk merefleksikan wajah diri dengan Prof. Ir. Herman Johannes sebagai proyeksi wajah ideal orang NTT. Pencapaian Prof. Ir. Herman Johannes adalah proyeksi masa depan generasi muda NTT hari ini. Pelibatan generasi muda dalam kerja kreatif pementasan termasuk sebagai penonton utama dimana melalui teater mereka diantar untuk memandang masa depannya dengan visi yang lebih optimistik.
Pentas ini mewujudkan sejumlah peristiwa hidup Prof. Ir. Herman Johannes sebagai bagian pengadeganan yakni:
- Masa kecil di Pulau Rote sebagai pulau terpencil, ramalan dan mimpi Prof. Ir. Herman Johannes;
- Masa Pendidikan dimana demi mewujudkan cita-citanya, Prof. Herman Johannes keluar dari zona nyaman, merantau, ketekunan dan keunggulan/prestasi akademiknya;
- Zaman perjuangan, keterlibatannya membela tanah air, kembali ke dunia kampus, sikap ilmiah dan perjalanan, pencapaian serta jasa-jasa Prof. Herman Johannes;
- Herman Johannes sebagai inspirasi bagi generasi muda NTT hari ini;
Tentang Nara Teater:
Nara Teater didirikan pada tanggal 03 Juni 2016 oleh Silvester Petara Hurit. Nara teater dibentuk untuk mendorong gairah berteater di Flores Timur. Menjadi wadah tempat para peminat dan pegiat teater bertemu, berdialog serta belajar mengenal, mendalami dan mencintai teater. Nara teater mendorong dan membantu anggotanya mengembangkan teater dengan membentuk komunitas/kelompoknya baik di lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan maupun tempat domisilinya serta berkolaborasi dengan kelompok/komunitas/lembaga dalam kerja-kerja kesenian (teater) demi membangun ekosistem kebudayaan di Flores Timur.
Nara teater konsen pada penggalian biografi dan jati diri kultural dengan menjadikan khazanah, mitologi, mantra/sastra tutur, ritus, nyanyian, gerak/tarian sebagai bahan untuk merancang-bangun pertunjukan. Proses kreatif dirancang-bangun bersama berdasarkan segala pengalaman tubuh dan keruangan yang dimiliki aktor. Tempat latihannya di pantai, di laut, di kebun, di halaman rumah sebagai upaya penemuan diri sebagai subyek yang meruang. Juga sebagai siasat mengatasi segala keterbatasan.
Proses kreatif Nara Teater adalah upaya menghadirkan tubuh (diri) dalam ruang sebagai sebuah pengalaman penemuan/pembacaan kembali diri dengan segala lapis-lapis pengalaman kedirian/ketubuhan yang dimiliki dalam konteks dan pergerakan waktu yang dinamis. Teater hadir sedekat-dekatnya dengan persoalan hidup masyarakatnya. Terus bicara (:hidup). Berkontribusi kepada publiknya dengan mengelola apa yang ada dan mengoptimalkan apa yang dipunyai.
Pentas Produksi Nara Teater:
- Ina Benga (2017) Pentas di Festival Teater Cirebon dan Maumerelogia 1 di Maumere.
- OMBA-dah (2017) Pentas di Taman Kota dalam Peringatan Hari Narkoba di Larantuka
- Ina Lewo (2018) Pentas di Graha Bhakti Budaya TIM pada Pekan Teater Nasional dan di Gedung Koperasi Ankara Lembata
- Sade Bero (2020) Pentas (Virtual) Pada Festival Teater Tubuh Nusantara
- Mencari Bung kolaborasi dengan IGI Flores Timur (2022) pentas di Gedung Pembinaan Generasi Muda di Larantuka dan di Teater Arena Wahyu Sihombing TIM Jakarta
- Pulang (2023) pada Festival Bale Nagi di Larantuka
- Tonu Wujo (2023) Pentas Kolaborasi dengan Kelompok Musik Fanfare di Larantuka dan Lembata
- Gema Ladang (2023) di Black Box PFN pada Pekan Kebudayaan Nasional di Jakarta.
Pendanaan:
Pementasan ini didanai oleh Kementrian Kebudayaan Republik Indonesia, Fasilitasi Bidang Kebudayaan Teater Kepahlawanan Tahun 2024
Teks/Sutradara: Silvester Petara Hurit
Pimpinan Produksi: Rin Letizia
Aktor: Martin, Bolly, Minggus, Laus, Kevin, Andris, Tigan, Tedi, Ramos, Elisa, Nia, Dhin, Ina Sabu
Penata Artistik: Mance R.
Penata Musik: Ipung B.
Penata Tari: Enn Hurit
Stage Manager: Hero Maran
Publikasi: Joe Wain