Advertisement
Tim 5 dalam diskusi bersama dengan Ketua Umum Penny Iriana Marsetio & Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara |
PojokSeni - Kolintang telah tercatat sebagai "Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity" oleh UNESCO, dan diumumkan dalam sidang ke 19 The Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage (ICH) pada 2 – 7 Desember 2024 di Paraguay. Hal ini tentu bukan tanpa dasar. Pengakuan terhadap Kolintang sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui oleh UNESCO telah melewati jalan panjang yang tidak mudah. Bahkan dalam perjalanannya ada yang disebut periode up and down. Namun dengan dilatarbelakangi oleh tugas mulai, yaitu mengantar Kolintang agar diakui dunia, ditunjang oleh semangat juang dan upaya keras, terstruktur dan mengabdi kepada ketaatan pada pengisian form-form yang presisi, maka hasil yang didapatkan yakni diakuinya Kolintang itu, tentu lebih dari sekedar memuaskan.
Di sisi yang sama, dengan diakuinya Kolintang oleh UNESCO, tugas yang terpenting adalah terus menggaungkan Kolintang itu, pada jalur yang benar, dengan tetap mempertimbangkan upaya-upaya kolaboratif dalam riset, dan atraksi-atraksi bersama Balafon, sebagai rekan seperjalanan Kolintang dalam pengajuan ke UNESCO itu.
Namun demikian, bagaimana proses sehingga pengajuan ini bisa lolos dan berhasil didaftarkan di UNESCO, bahkan bisa diakui oleh UNESCO di penghujung 2024 ini? Demikian juga, pertanyaan lain yang ikut serta mengiringinya, adalah: Siapa saja yang menyiapkan data-data sehingga pemberkasan Form ICH 02 bisa dituntaskan dengan hasil yang memuaskan? Jawaban atas pertanyaan ini, tidak lain dari peran utama dari Tim 5 yang diinisiasi oleh Ketua Umum PINKAN Indonesia Penny Iriana Marsetio.
Sertifikat ICH Unesco untuk Kolintang |
Dalam press release yang dilakukan oleh DPP PINKAN Indonesia beberapa hari setelah pengumuman, diketengahkan bahwa: “Pada Bulan Februari 2022 Penny Iriana Marsetio, membentuk tim pemberkasan ICH UNESCO, yang berisikan orang-orang yang kapabel di bidang masing-masing yaitu; Dr. Jultje A. Rattu dari Universitas Sam Ratulangi Manado, Dr. Glenie Latuni dari Universitas Negeri Manado, Ambrosius M. Loho, M. Fil., dari Universitas Katolik De La Salle Manado sekaligus penulis, pegiat dan pelaku Kolintang, kemudian, Ir. Ludovicus Ibrahim Wullur, selaku Pengajar/Praktisi/Guru Kolintang di Manado Independen School (MIS), sekaligus salah satu sekolah yang menerapkan kurikulum Kolintang di Departemen of Music -nya & Lidya Katuuk, BS.Psy, yang adalah pengurus organisasi budaya, penulis dan pewaris Kolintang dari desa asal Kolintang, Lembean kabupaten Minahasa Utara. Kelima anggota Tim 5 ini menjadi aktor lancarnya pemberkasan pengajuan Kolintang di UNESCO.
Sejalan dengan itu, melalui kerja sistematis dan terarah yang dilalui oleh Tim 5 ini, mereka juga berkolaborasi secara penuh dengan Franky Raden, PhD, seorang tokoh seni handal dengan latar etnomusikologi dan Maestro Dwiki Darmawan yang kurun 5 tahun terakhir fokus pada pengembangan world music. Kedua maestro ini melakukan pendampingan baik dalam berkas, maupun dalam diplomasi budaya yang diawasi oleh Prof. Marsetio, selaku Ketua Dewan Pembina PINKAN Indonesia. Pendampingan-pendampingan ini pun pada akhirnya dijalankan secara terstruktur, terarah dan presisi.
Di sisi yang sama, pelibatan Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (waktu itu), amat besar. Sejatinya, mereka telah memberi banyak masukan bagi Tim 5 bahkan selalu berkoordinasi. Bersamaan itu juga, peran Duta Besar Republik Indonesia untuk UNESCO (waktu itu), Prof. Dr. Ismunandar tak bisa diabaikan. Beliaulah yang selalu memantau perjalanan proses Kolintang ini, dan beliau jugalah yang memberi berbagai alternatif cara sehingga semua yang dilakukan tidak bias atau selalu sesuai dengan apa yang menjadi aturan di UNESCO. Alhasil, Tim 5, selalu bergerak dalam koordinasi yang jelas dan terukur.
(Disarikan oleh Ambrosius M. Loho, M. Fil. Anggota Tim 5 Penyusun Naskah Akademik & Form ICH UNESCO 02)