Advertisement
PojokSeni/Manado - Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan terdahulu dalam laman Mengenal Mekanisme Pengajuan Warisan Budaya ke Unesco. Adapun latar belakang publikasi tulisan ringkas ini untuk memberikan edukasi kepada semua pihak yang masih belum memahami prosedur yang telah dilalui oleh PINKAN Indonesia yang praktisnya telah dikerjakan oleh Tim 5. Di sisi yang sama, penjelasan prosedur ini diyakini akan meluruskan cara pandang, serta pemahaman pembaca dan siapa saja.
Dalam upaya sebagaimana tersebut di atas, PINKAN Indonesia melalui jaringan internasional yang terbentuk membawa semangat bagi masyarakat budaya yang menjadikan Kolintang ‘way of life’ di mana para seniman dan pengrajin menggantungkan kehidupan mereka pada Kolintang. Semangat ini kian bergelora ketika pintu kantor Delegasi Tetap RI untuk UNESCO di Paris terbuka lebar, dengan perhatian Duta Besar RI untuk UNESCO Prof. Ismunandar, maka Kolintang mendapatkan begitu banyak masukan, pelajaran dan koreksi-koreksi.
Hal ini membuka akses yang sangat luas, yang mana hal itu katakanlah diberikan oleh Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan beberapa lembaga negara yang berkepentingan dalam proses pendaftaran Kolintang melalui mekanisme perluasan dengan Balafon dari Komunitas Senufo di tiga negara yaitu Mali, Burkina Faso dan Pantai Gading.
Dalam proses perluasan ini, Kolintang diharuskan membangun hubungan yang baik dengan komunitas Balafon, dan dalam membangun hubungan ini, hal yang harus dilalui adalah antara lalin: Menggali akar budaya, nilai-nilai hidup, filosofi dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, yang melibatkan penggunaan alat musik ini seperti dalam ritus upacara ritual, prosesi keagamaan, peristiwa kelahiran sampai pernikahan, hingga suasana duka.
Dari perjalanan melalui riset-riset budaya musik yang telah dilalui, kedua alat musik ini adalah sama dalam fungsinya di tengah kehidupan masyarakat. Sejalan dengan itu, Kolintang dan Balafon memiliki banyak kesamaan dalam hal: Bentuk, bahan dasar, teknik pembuatan, teknik penyeteman (pelarasan/tuning), rentang nada diatonis (Non-Kromatis), proses transmisi dan bahkan jiwa si seniman atau pemain yang memainkannya.
Dalam rangkaian dialog yang terjalin selama proses ini berlangsung, didapati pula bahwa terdapat banyak nilai yang terkandung didalamnya seperti: Membangun hubungan yang saling menghormati, toleransi, membangkitkan semangat kebersamaan, hidup harmonis dan selalu mengisyaratkan pesan-pesan perdamaian.
Dengan ini, maka Kolintang pada akhirnya telah berupaya menyatukan pandangan tentang budaya dalam rumpun musik ideofonik dan tradisi yang melekat di dalamnya, Kolintang dan Balafon mencapai kesepakatan melalui dialog-dialog yang terbangun, mencapai satu visi dan misi yang sama yaitu pertukaran ilmu pengetahuan, riset, teknologi, keterampilan dan kekayaan tak bendawi lainnya.
Maka berdasarkan uraian di atas, publik perlu diperkuat dalam hal pengetahuan dan pemahaman tentang prosedur yang dilalui, dimana prosedurnya itu, mengabdi pada aturan yang sudah merupakan pakem dimandatkan oleh UNESCO.
Prosedur Melalui Mekanisme Perluasan dalam Pengajuan ICH Unesco
Berikut ini prosedur yang dilalui melalui mekanisme perluasan berdasarkan uraian dalam: Procedure of inscription of elements on the Lists and of selection of Good Safeguarding Practices.
Dalam berkas nominasi, Negara Pihak yang mengajukan diminta untuk menunjukkan bahwa suatu unsur yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan memenuhi seluruh kriteria berikut:
- R.1 Elemen tersebut merupakan warisan budaya takbenda sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 2 dari Konvensi.
- R.2 Pencantuman elemen akan memberikan kontribusi untuk menjamin visibilitas dan kesadaran akan pentingnya warisan budaya takbenda dan untuk mendorong dialog, dengan demikian mencerminkan keberagaman budaya di seluruh dunia dan menjadi bukti kreativitas manusia.
- R.3 Langkah-langkah pengamanan diuraikan untuk dapat melindungi dan meningkatkan unsur tersebut.
- R.4 Elemen tersebut telah dicalonkan berdasarkan partisipasi seluas-luasnya dari masyarakat, kelompok atau, jika berlaku, individu terkait dan dengan persetujuan mereka yang bebas, didahulukan dan diinformasikan.
- R.5 Elemen tersebut dimasukkan ke dalam inventaris warisan budaya takbenda yang ada di wilayah Negara Pihak yang mengajukan, sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 11 & Pasal 12 dari Konvensi.
Kriteria di atas dijalan melalui jadwal yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai berikut:
Tahap 1: Persiapan dan penyerahan
- 31 Maret Tahun 1. Batas waktu penerimaan nominasi oleh Sekretariat. Berkas yang diterima setelah tanggal ini akan diperiksa pada siklus berikutnya.
- 30 Juni Tahun 1. Batas waktu bagi Sekretariat untuk memproses berkas, termasuk pendaftaran dan tanda terima. Jika berkas ditemukan tidak lengkap, Negara Pihak diminta untuk melengkapi berkas tersebut.
- 30 September Tahun 1. Batas waktu penyerahan informasi yang kurang yang dibutuhkan untuk melengkapi berkas, jika ada, oleh Negara Pihak kepada Sekretariat. Berkas yang masih belum lengkap dikembalikan kepada Negara Pihak yang dapat melengkapinya untuk siklus berikutnya.
Tahap 2: Evaluasi
- Desember Tahun 1 - Mei Tahun 2. Evaluasi nominasi oleh Badan Evaluasi.
- April - Juni Tahun 2. Pertemuan untuk evaluasi akhir oleh Badan Evaluasi.
- Empat minggu sebelum sidang Komite. Berkas nominasi dan laporan evaluasi tersedia daring untuk konsultasi oleh Negara-negara Pihak.
Tahap 3: Pemeriksaan
- November/Desember Tahun 2. Komite memeriksa nominasi dan membuat keputusannya.
(Disarikan oleh Ambrosius M. Loho, M. Fil. Anggota Tim 5 Penyusun Naskah Akademik & Form ICH UNESCO 02)