Gelaran PTR Hari Pertama: Anak Mencari Tuhan, Hingga Jerit Ibu Bumi -->
close
Adhyra Irianto
28 December 2024, 12/28/2024 04:26:00 PM WIB
Terbaru 2024-12-28T09:26:33Z
Media PatnerUlasan

Gelaran PTR Hari Pertama: Anak Mencari Tuhan, Hingga Jerit Ibu Bumi

Advertisement

Hari pertama gelaran Pesta Teater Riau (PTR) di pelataran Bandar Seni Raja Ali Haji, Pekanbaru, Jumat (27/12/2024) diwarnai dengan 7 pementasan. Tujuh grup yang pentas di hari pertama antara lain Sanggar Keletah Budak (Pekanbaru), Junaedi Alwi (monologer Riau), Teater Senja 5 (SMAN 5 Pekanbaru), Studio Lakon Dumai, Blacan Art Community (Pekanbaru), UKM Batra (Universitas Riau) dan Sekolah Budaya Suku Seni Riau (Pekanbaru). Acara dimulai dengan serahterima ketua Jaringan Teater Riau (JTR) dari Rian Harahap pada ketua baru, Aditya Hariadi. Serta penyerahan piagam pada seluruh pengisi acara yang berasal dari seluruh wilayah Riau.


Pertunjukan Sanggar Keletah Budak: Anak-anak yang Mencari Tuhan(?)


Pesta teater riau 2024

Rangkaian pertunjukan dimulai dengan lakon bertajuk Cognito Ergo Sum. Pertunjukan ini, "uniknya" dibawakan oleh anak-anak SD, yang tergabung dalam Sanggar Keletah Budak, disutradarai oleh Rina NE. Pertunjukan berdurasi 20 menit ini berisi komposisi gerak dan teriakan anak-anak mencari "sesuatu" yang tak kunjung mereka dapatkan, meski telah menempuh perjalanan yang jauh dan tak menemui ujungnya.


Anak-anak ini terus berteriak, mempertanyakan sesuatu yang terus mereka cari. Semakin mencari, semakin tidak tampak apapun yang mereka tunggu. Hingga akhir pertunjukan, anak-anak ini menunjuk ke langit, sebagai pengejawantahan verbal atas apa yang mereka cari sejak awal. 


Mengusung kalimat terkenal dari filsuf Rene Descartes, anak-anak hadir dengan tampilan ala musim dingin, lengkap dengan baju dingin tebal, topi, dan syal, memulai perjalanan mencari kebenaran. Anak-anak yang lahir di era teknologi, terasing dari kehidupannya dan maknanya. Kemudian, anak-anak ini mulai mencari makna hidup, mungkin mencari Tuhan, atau mungkin jati diri, di tengah keterceraiberaian dan ketidakjelasan hidup yang tertutup dengan ilusi-ilusi keindahan. Anak-anak yang terjebak di biasnya komunikasi, hingga lingkungan sosial yang berubah menjadi landskap yang semakin sureal. 


Pencarian kebenaran dan kebijaksanaan menjadi hal yang mutlak untuk dicari manusia, bahkan yang masih berusia anak-anak. Untuk menjadikan seseorang terpanggil untuk "mencari", maka ia harus berpikir. Semakin ia berpikir, maka semakin ia "meng-ada". Mungkin itu yang diinginkan oleh anak-anak ini, mereka ingin meng-ada, karena itu mereka berpikir. Karena mereka berpikir, maka akan lahir keinginan untuk mencari kebijaksanaan.


Monolog Junaedi Alwi


Pesta teater riau 2024

Dari pertunjukan anak-anak, penonton dihadapkan pada performer dengan rentang usia yang sangat jauh. Junaedi Alwi, yang menawarkan visual busana Melayu yang tercabik, meneriakan ketidakpedulian pemerintah, publik, dan generasi muda pada kesenian dan kebudayaan. Lewat teriakan -dan separuh rengekan-, ia menceritakan bahwa perjalanan jauh yang ia jalani begitu sepi. Ia arungi perjalanan dengan berjalan kaki, tangisannya menggambarkan pedihnya luka karena jalan yang terjal berduri. Sekaligus meneriakkan, bahwa usia (usianya telah menginjak 60 tahun) tidak memudarkan semangat berkesenian.


Banglas Antara Rintis oleh Teater Senja 5


Pesta teater riau 2024

Teater Senja 5 dari SMAN 5 Pekanbaru menyuguhkan penampilan manis bertajuk Banglas Antara Rintis, sutradara Ekky Gurin. Cerita bermula dari kisah cinta antara pemuda miskin dengan emak yang sakit-sakitan bernama Banglas dengan Rintis, anak seorang saudagar kaya di kampung itu. Seorang pendekar yang zalim dan culas bernama Antara hadir sebagai rintang di hubungan itu. 


Di tengah hutan, makhluk halus penunggu hutan memberikan Banglas segelas air suci yang kemudian digunakannya untuk menyembuhkan ibunya. Sedangkan di tempat lain, Pendekar Antara jatuh sakit karena kalah bertarung dengan para rampok. Banglas yang polos dan baik hati, menggunakan air suci tersebut untuk mengobati Antara. Namun, Antara yang sehat justru menyerang Banglas dengan keji. Rintis membalas dendam menggunakan tipu daya cinta, hingga memberikan racun pada Antara. Antara yang marah menikam Rintis, hingga tiga orang ini meninggal dan menyisahkan akhir kisah yang tragis.


Sebagaimana kisah lama yang memberikan pesan moral kehidupan, pertunjukan satu ini mencoba memberikan penawaran hasil eksplorasi pertunjukan tradisional Riau seperti makyong. Pertunjukan dimulai dengan senandung seorang pewara, dilanjutkan dengan semua tokoh menggunakan topeng, dan eksplorasi artistik berbentuk kubus yang didesain menjadi komposisi pertunjukan yang cukup menarik.


Monolog Aditya Hariyadi (Balacan Art Community)


Pesta teater riau 2024


Ketua JTR yang baru dilantik, Aditya Hariyadi, memulai monolognya dengan senandung. Ia mempertanyakan, memprotes, sekaligus menertawakan ketidakpedulian manusia pada hakikat hidupnya, pada apa yang "ditugaskan" pencipta pada manusia. Adit berteriak bahwa manusia saat ini hanya makhluk yang tidak beda dengan spesies lainnya di kingdom animalia. Hanya terpikir untuk hidup dengan nyaman, makan dengan kenyang, dan tidur dengan aman, tanpa peduli pada makna hidupnya sendiri.


Pertunjukan dari Studio Lakon Dumai


Pesta teater riau 2024

Sekumpulan performer dari Studio Lakon Dumai memberikan sebuah pertunjukan apik yang didesain dengan gerak pantomime. Komposisi gerak yang karikatural menjadi cara mereka mengejawantahkan kisah para "supporting hero", yakni rakyat biasa yang memberi makan para romusha yang disembunyikan lewat tempurung kelapa.


Tumpukan tempurung kelapa ini, terus bertumpuk selama kilasan waktu yang cukup pendek Jepang berkuasa di Indonesia. Sebelum akhirnya bom meluluhlantahkan Hiroshima dan Nagasaki, mencerabut jari-jari Jepang yang ditancapkan di tanah Dumai. Kumpulan tempurung kelapa bertumpuk menjadi bukit, yang kemudian disebut sebagai Bukit Tempurung.


Pertunjukan dari UKM Batra


Pesta teater riau 2024

Pertunjukan UKM Batra secara umum merupakan kumpulan cerita yang terfragmentasi dengan satu tema yang sama, kisah sedih para lelaki. Dari lelaki kelas pekerja yang terikat dengan sirkularitas hidup yang membosankan, mahasiswa yang tertekan skripsi, preman yang kehilangan eksistensi, hingga pria transgender yang tertekan keadaan juga tudingan sosial pada ketidakjelasan status gendernya. Lakon bertajuk Lelaki Tak Bercerita menjadi sebuah oposisi, sekaligus resistensi pada stigma masyarakat yang melekat pada lelaki. Bahwa lelaki juga butuh tempat bercerita dan berkeluh kesah, dari ketidakjelasan masa depan dan hidupnya.


Konklusi


Hari pertama gelaran Pesta Teater Riau 2024 yang ditaja Jaringan Teater Riau memberikan asa adanya regenerasi dan sebuah jaringan teater yang solid di Riau. Tidak hanya usia muda, tapi usia dewasa dan "senior" juga ikut berbaur membangun ekosistem seni Riau. 


Secara umum, naskah yang dihadirkan adalah naskah-naskah baru, tentunya memberi sebuah harapan. Selama ini, minimnya cerita baru menjadi siklus yang tidak menguntungkan, karena penonton tentu tidak mau berulang melihat kisah yang sama dipentaskan. Siklus yang tidak menguntungkan ini menjadi penjeda antara panggung teater dengan publik. 


Meski demikian, masih ada beberapa sisi yang perlu dikritisi. Para penampil di hari pertama masih terjebak dengan tendensi untuk "menyampaikan kebenaran" alih-alih dialektika, yang harusnya menjadi sebuah wacana sosial pasca pertunjukan. Sisi positifnya, beberapa karya merupakan sebuah embrio yang bisa dikembangkan dengan baik ke depannya.

Ads