Gelaran PTR Hari Ketiga: Malam Penutupan dan Edminus Underscore -->
close
Adhyra Irianto
31 December 2024, 12/31/2024 01:01:00 AM WIB
Terbaru 2024-12-30T18:01:22Z
Ulasan

Gelaran PTR Hari Ketiga: Malam Penutupan dan Edminus Underscore

Advertisement


Oleh: Adhyra Irianto


Rangkaian Pesta Teater Riau (PTR) ditutup dengan manis oleh penampilan monolog oleh Agus Susilo (Teater Rumah Mata, Medan), Minggu (29/12/2024). Sebelum penampilan penutup ini, ada 6 pertunjukan yang digelar berurutan sebelumnya menjadi suguhan di hari terakhir gelaran event yang ditaja oleh Jaringan Teater Riau ini.


Penampilan Gabungan Hasil Latihan Bersama


Selama beberapa hari berkumpul di Pekanbaru, beberapa perwakilan dari grup peserta PTR bergabung dan mempersembahkan sebuah penampilan hasil latihan gabungan. Tidak begitu banyak yang bisa dikomentari dari pertunjukan ini, karena pertunjukan ini memang ditujukan untuk saling sharing antar peserta, dan menjaga silaturahmi. Para peserta menunjukkan permainan bentuk, pola lantai, (latihan) penguasaan panggung, olah tubuh, dan sebagainya yang dikemas menjadi satu pertunjukan pada khalayak.


Teater Taksu Pekanbaru


Grup ini menampilkan dua orang dewasa, dan dua anak kecil di satu panggung pertunjukan. Berbicara tentang nyamuk dan sampah. Pertunjukan diawali dengan teriakan protes banyaknya nyamuk di rumah, disimbolkan dengan tiga kata "nyamuk-nyimak-nyemek". Pertunjukan diakhiri dengan "fashion show" dari bahan daur ulang sampah, sebagai solusi dari banyaknya nyamuk karena tumpukan sampah menjadi sarang pembiakannya.


Ide yang baik dengan mencoba membuat kostum berbahan daur ulang sampah, juga menampilkan anak-anak yang masih sangat kecil untuk menjadi performer sebagai manifesto bahwa seni tidak mengenal umur. 


Catatan untuk pertunjukan ini adalah jahitan antar adegan sangat renggang. Bridging dari obrolan antara emak dengan anak-anak menuju adegan fashion show juga tidak begitu digarap dengan detail. Begitu juga adegan-adegan lainnya. Hasilnya memang seperti tumpukan adegan yang jumping.


Stupa Teater Nusantara


Pertunjukan dimulai dengan dua aktor yang membawa  arch berbahan dedaunan, dengan seorang pemain sequencer yang menggunakan helm (mengingatkan kita pada Daft Punk). Kemudian, masuk seorang yang menggunakan pakaian biasa. Pertunjukan ini, (kemungkinan) merupakan sebuah penampilan tanpa sutradara, membebaskan masing-masing aktor untuk tampil apa adanya dan improvisatif.


Sanggar Seni Sanjayo Kampar


Grup ini menampilkan sebuah lakon berjudul "Silek". Premis ceritanya cukup sederhana, bahwa silat ada bukan untuk menjadikan diri jumawa, tapi untuk rendah diri. Didukung dengan sebuah premis "universal", kebenaran pasti akan menang. Secara umum, pertunjukan ini berjalan dengan tempo lambat, dan bertujuan untuk memperkenalkan filosofi silat alih-alih sebuah capaian artistik.


salah satu penampilan di hari ketiga PTR


Studio Lakon Dumai


Penampilan kedua Studio Lakon Dumai membawa cerita dari pesisir laut. Warga yang tinggal di pinggir laut diusir oleh pejabat daerah untuk dibangun menjadi bangunan yang memberi sumbangan PAD. Untuk mengusir warga, disewa seorang tukang pukul yang dengan bengis mengusir warga.


Diperlihatkan bahwa warga dan "laut" telah berteman sejak lama. Kemudian, seorang perempuan pesisir meratap karena ketidakadilan yang menimpa mereka. Sebuah cerita sederhana yang sebenarnya bisa dikemas dengan lebih baik dan detail. 


Sepertinya, pertunjukan ini mencoba bereksperimen dengan bentuk, namun berdampak kurang baik pada struktur dramatik. Ditambah lagi, inkonsistensi di naskahnya menjadikan cerita ini cukup memusingkan untuk dinikmati. Seperti ketika "tukang pukul" yang disewa kontraktor berteriak dengan gagah "saya pemilik laut ini" dan dijawab ratapan serta kutukan dari warga setempat. Hasilnya, tukang pukul yang "diamuk" ombak (mungkin tsunami) lalu terseret ke laut. Yah, pejabat daerah dan kontraktor yang menyebabkan kehancuran, namun tukang pukul yang menerima karmanya. 


Ditambah dengan amukan ombak yang menghajar tukang pukul, namun tidak menyentuh perempuan pendoa sebenarnya justru membuat adegan tersebut menjadi klise. Naskah dan pertunjukannya butuh sedikit sentuhan yang lebih detail dan "aransemen" yang lebih intense, untuk menjadi sebuah pertunjukan yang lebih menarik.


Komunitas Jejak langkah Pekanbaru


Pertunjukan dimulai dengan sejumlah sampah plastik yang disambung menjadi tali panjang dan dibawa berkeliling oleh aktor. Tidak hanya itu, permainan ini juga membawa banyak sampah plastik, seperti botol bekas minuman. Pertunjukan ini menceritakan tentang alam yang marah dan rusak karena ulah manusia. Sampah-sampah tadi adalah benda-benda yang merusak sungai sehingga keseimbangan alam menjadi ikut rusak.


Hanya saja, masalah seperti yang ditemukan di beberapa pertunjukan sebelumnya, juga ditemui di pertunjukan ini. Antar adegan masih cukup renggang, dan fokus masih pada bentuk, hingga kurang fokus pada cerita, alur, dan struktur dramatik.


Monolog Edminus Underscore "Ingin Jadi Presiden"


Pertunjukan terakhir dari Agus Susilo, Teater Rumah Mata Medan, tampil sebagai penutup rangkaian pertunjukan di PTR 2024. Monolog Edminus Underscore "Ingin Jadi Presiden" adalah salah satu karya yang diperkenalkan oleh Agus Susilo di awal medio 2010-an. Pertunjukan ini dibawa berkeliling oleh Agus Susilo ke berbagai kota di Indonesia yang menjadi salah satu trademark Agus Susilo dan Teater Rumah Mata Medan.

Ads