“Beberan Klasa: Gawat Darurat, Riset, Jadzab, dan Teks-Teks Berkeliaran” dalam Storytelling-Performative -->
close
Pojok Seni
22 November 2024, 11/22/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-12-10T14:46:45Z
ArtikelKritikUlasan

“Beberan Klasa: Gawat Darurat, Riset, Jadzab, dan Teks-Teks Berkeliaran” dalam Storytelling-Performative

Advertisement

Beberan Klasa: Gawat Darurat, Riset, Jadzab, dan Teks-Teks Berkeliaran” dalam Storytelling-Performative, yang akan dipertunjukkan pada Senin, 25 November 2024, Pukul 19.00 WIB, di Pesantren Budaya Karanggenting, Jalan Puncak Joyo Agung No. 30, RT.01/RW.07, Genting, Merjosari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65144; pada program Dapur Lab Teater Ciputat (LTC): Lab Indonesiana MTN Bidang Seni Budaya Direktorat PTLK Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yang kini (terpisah sendiri-sendiri), dengan performer/kreator Khwarizmi Aslamriadi, yang sedari awal ada pendamping ruang belakang; seperti Muhammad Hafidh Tepeng, Mohammad Harist Rendika Putra, Nasrul Iqbal, dan lainnya—secara intens saling memberikan pengetahuan, hanya pada menjelang lima hari-h ini.


Mereka semua memutuskan untuk terus bersama dengan menguatkan kemampuan masing-masing seperti; scoring musik, editing video, membuat video dokumenter, dan kerja-kerja galeri, ketimbang mendampingi sebagai performer/kreator dalam kerja kolektif, dengan alasan—penguatan kemampuan dan keterampilan mereka lebih dibutuhkan dalam kerja ini untuk menatap gagasan; dan akhirnya pendamping yang diamanahkan dari Lab Teater Ciputat, yaitu Arung Wardhana Ellhafifie, seperti tampak tunggal menemani; padahal tidak juga, karena kenyataannya selalu bersama mereka dengan segala ragam pandangan.


Bertolak dari keinginan Khwariz, Tepeng, Harist, Iqbal, dan lainnya, untuk menelusuri, menjelajahi, dan mengecek dari pengertian riset itu sendiri; apa sih yang dimaksud riset? Terkadang istilah riset yang kini semakin menjadi perbincangan yang ‘berkabut’, dengan mudah menjadi sebuah produk ‘dagangan’ atau ‘jualan’ teks tersebut. 


Bagaimanapun teks tersebut berkaitan dengan material yang cukup banyak; apalagi berada dalam ekosistem “gawat darurat” dengan segala keterbatasan yang akut parah. Teks ini pun hendak diperiksa pada praktiknya untuk dibingkai ulang sebagai upaya membongkar dari definisinya; atau disebut nantinya laporan perjalanan riset itu sendiri. Khususnya perjalanan riset Khwariz. Teks ini kemudian dihubungkan dengan fenomena yang juga tidak kalah ‘berkabutnya’ dengan ‘jualan’ riset itu sendiri—di mana dalam khazanah pesantren, jadzab, seseorang mengalami kondisi ditarik kesadarannya oleh Allah SWT sampai terbuka hijabnya (batas kesadaran). 





Kondisi seseorang ketika mengalami jadzab, yang biasanya disebut sebagai wali majdzub, sering kali memunculkan perilaku atau perbuatan yang dinilai ganjil atau keluar dari tradisi. Tidak jarang mereka berpenampilan unik menyerupai seorang mengalami gangguan jiwa (tidak waras); di mana realitasnya istilah ini tidak dikenali oleh orang awam, yang mengacu pada teks-teks tidak kalah ‘berkabutnya’ seperti mitos, karomah, dukun, klenik, dan lainnya, yang semakin menjadi problem tersendiri. 


Keinginan sederhana semacam ini yang hendak ‘ditantang’ terhadap diri; sekiranya apa yang bisa dilaporkan sebagai perjalanan riset dengan cara storytelling-performative; konsep solo performance sekaligus metode dalam memeriksa “kegawatdaruratan” ini, yang membuka peluang di dalamnya dengan beragam genre—karena dipresentasikan dengan cara yang lebih ‘terbuka’. Baik melalui ujaran, audio, investigasi, diskusi, visual, pemeragaan, monolog, musik, tubuh, dan lainnya. 


Pertanyaan yang diajukan dari awal; sekiranya bisakah menjawab dari hal-hal yang ‘berkabut’ tersebut menjadi lebih ‘terang’ untuk dilaporkan kepada khalayak luas? Tentu saja disadari, kemungkinan membawa ke arah ‘terang benderang’ nampaknya sangat sulit; tetapi upaya menantang diri sebagai mengenali diri sendiri, self determination, atau self interogation, perlu dilakukan dalam menatap perkembangan lebih luas ke depannya dengan risiko terbesarnya adalah gagasan ini semakin ‘tidak karuan’ atau semakin ‘kalang kabut’.


“Gawat Darurat, Riset, Jadzab dan Teks-teks yang Berkeliaran” dalam storytelling-performative, ingin dipahami sebagai upaya laporan perjalanan riset Khwariz sebagai santri baru di Pesantren Budaya Karanggenting, Malang, dalam ekosistem secara global dapat disebut ‘gawat darurat’ (dengan segala keterbatasan akut parah; literatus, daya tangkap, karakteristik, mental, daya juang, etos kerja, dan lainnya), dikarenakan bakal dianggap ‘memusingkan’ di antara batas realitas dan pertunjukan; konsep atau metode yang ‘dicoba’ dalam ‘membocorkan’ riset, dan mengungkap problematika (pertentangan dan ketegangan) dalam menelusuri jadzab; kondisi ditarik kesadarannya oleh Allah SWT hingga terbuka hijabnya. 


Beragam strategi dilakukan sepanjang ‘kepusingan’ ini seperti monolog, ekspolorasi/metaforis tubuh, kuliah dalam pertunjukan (bagan-bagan disertai teori-teori psikologi, antropologi, perspektif pendidikan, dan lainnya), “galeri jadzab”, diskusi performatif, partisipatoris, dan lainnya, dibingkai dengan dramaturgi selametan; layaknya syukuran bersama—yang kemungkinan menimbulkan beragam pendapat untuk membawa nilai yang ‘hilang’ bagi tubuh/pengetahuan bersama dalam memahami ruang diskursif (sebagai konstruksi budaya) dan menerimanya sebagai pengetahuan, kekuatan, harga diri, citra tubuh lebih positif dan berarti ke depannya.


Berkaitan dengan konstruksi budaya, bisa memunculkan partisipasi dari banyak orang; khususnya pendamping dalam hal ini. Ia hadir bersama lainnya tentu berada dalam interpretasi budaya. Masing-masing dengan caranya sendiri mencoba memahami ekspresi budaya dari suatu peristiwa, tema, atau kelas dimulai ulang, dengan dramaturgi versus (memasuki dramaturgi selametan yang dirancang dari awal); di mana tidak seorang pun tahu pasti apa yang harus dilakukan.


Kemunculannya secara global, untuk memberdayakan pengetahuan mereka masing-masing untuk mengkaji ulang spiritualitas, mitologi, dan metafisika—dengan pendekatan apa selanjutnya, yang tentu saja dalam kerja pendampindannya hingga berakhir nantinya, yang menekankan sudut pandang postmodern yang jelas pada teks yang dianalisis dalam “pembatalan kelas” untuk menyatukan hasil kelas lama dengan pemahaman dari sebuah kelas napak tilas yang baru atas kerja masing-masing individu yang hadir sebagai penyebaran metode dari Lab Teater Ciputat yang dikerjakan selama dua puluh lima tahun terakhir ini. 

Ads