Sumbangsih Pemikiran Kebudayaan Untuk Kementerian Kebudayaan (BAGIAN I) -->
close
Pojok Seni
27 October 2024, 10/27/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-10-27T01:00:00Z
ArtikelUlasan

Sumbangsih Pemikiran Kebudayaan Untuk Kementerian Kebudayaan (BAGIAN I)

Advertisement


Oleh   Zackir L Makmur*


Indonesia, negara yang besar dengan keragaman budaya dan etnis, pada 20 Oktober 2024 mengumumkan “Kabinet Merah Putih”adanya Kementerian Kebudayaan yang dipimpin oleh Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan, dan penyanyi Giring Ganesha sebagai Wakil Menteri Kebudayaan.  


Kehadiran kementerian ini memberikan harapan baru bagi pelestarian dan pengembangan budaya di tanah air, di tengah tantangan besar yang dihadapi oleh warisan budaya Indonesia. Karuan saja kementerian ini diharapkan dapat berkontribusi secara signifikan dalam merumuskan kebijakan yang inklusif. 


Dalam konteks keberagaman, penting bagi kementerian ini untuk menyadari bahwa perbedaan adalah bagian alami dari kehidupan masyarakat. Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan adat istiadat membutuhkan pendekatan yang dapat mencakup semua lapisan masyarakat, tanpa memandang latar belakang. 


Dengan mempromosikan nilai-nilai inklusivitas, kementerian ini dapat menciptakan lingkungan yang mendorong rasa saling menghargai dan memahami antarbudaya. Salah satu langkah awal yang dapat diambil adalah merancang program-program yang merayakan perbedaan. 


Antara lain, kementerian dapat mengembangkan inisiatif yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural di sekolah-sekolah. Program ini tidak hanya akan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang keberagaman budaya yang ada, tetapi juga membantu generasi muda untuk menghargai perbedaan di sekitar mereka. 

Melalui pendekatan proaktif, Kementerian Kebudayaan juga dapat mendorong dialog antarbudaya. Mengadakan forum atau diskusi publik yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat akan membuka peluang bagi semua pihak untuk menyuarakan pandangan dan pengalaman mereka. Dengan cara ini, kementerian tidak hanya berfungsi sebagai regulator, tetapi juga sebagai mediator yang memfasilitasi komunikasi dan saling pengertian. 


Lebih jauh lagi, kementerian harus mampu menyusun kebijakan yang melindungi dan mendukung hak-hak masyarakat adat. Banyak budaya lokal yang terancam oleh proses modernisasi dan globalisasi, maka Kementerian Kebudayaan harus memastikan bahwa suara masyarakat adat didengar dan hak-hak mereka dilindungi.


Tantangan Pelestarian Budaya di Era Globalisasi


Masuknya budaya asing ke Indonesia menjadi tantangan besar yang tidak dapat diabaikan dalam upaya pelestarian budaya lokal. Dalam era globalisasi yang semakin pesat, arus informasi dan hiburan dari seluruh dunia begitu mudahnya memasuki kehidupan masyarakat Indonesia. 


Pengaruh budaya luar yang kerap kali lebih menarik, dan populer dibandingkan budaya lokal, telah mengubah cara pandang masyarakat, terutama generasi muda, terhadap warisan budaya mereka sendiri. Fenomena ini dapat dilihat dari tingginya minat generasi muda terhadap drama Korea, musik pop Barat, dan berbagai bentuk hiburan modern lainnya, yang sering kali mengesampingkan kesenian tradisional seperti wayang, tari-tarian daerah, dan lagu-lagu lokal.


Salah satu aspek yang menjadi sorotan, adalah daya tarik budaya asing yang dapat menawarkan sesuatu yang baru dan segar. Dalam banyak kasus, budaya populer dari luar negeri lebih mampu menyesuaikan diri dengan selera dan kebutuhan generasi muda, yang sering kali mencari hiburan yang dinamis dan beragam. 


Sebutlah di antaranya, drama Korea tidak hanya menawarkan cerita yang menarik, tetapi juga menciptakan pengalaman audiovisual yang menghibur dan mudah diakses. Dalam konteks ini, tidak jarang budaya lokal dianggap kuno atau tidak relevan, yang mengakibatkan pengabaian terhadap warisan budaya yang seharusnya dilestarikan.

Meski demikian, penting untuk dicatat bahwa pengaruh budaya asing tidak sepenuhnya negatif. Budaya asing dapat memperkaya budaya lokal dengan memberi inspirasi dan membuka ruang untuk inovasi. Namun, tantangannya adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara menerima pengaruh luar dan mempertahankan identitas budaya asli. 


Jika tidak ada upaya yang kuat untuk mempertahankan budaya lokal, dikhawatirkan budaya asli Indonesia akan terpinggirkan dan mengalami proses erosi identitas. Maka dalam menghadapi tantangan ini, Kementerian Kebudayaan harus punya strategi yang efektif untuk melestarikan budaya lokal tanpa harus menolak modernitas. 

Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah dengan menggabungkan unsur-unsur budaya asing ke dalam bentuk seni tradisional. Misalnya, mengadaptasi cerita-cerita wayang ke dalam format film atau drama yang lebih modern dapat menarik perhatian generasi muda. 


Melalui cara ini, seni tradisional tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga dapat mengalami revitalisasi, sehingga tetap relevan di mata masyarakat masa kini.

Pendidikan juga memainkan peranan penting dalam pelestarian budaya lokal. Maka Kementerian Kebudayaan bertanggung jawab mengenalkan siswa pada berbagai bentuk seni dan tradisi lokal sejak dini, mereka dapat tumbuh dengan kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya. 


Kementerian Kebudayaan harus mensponsori sekolah-sekolah yang dapat mengadakan kegiatan mempromosikan budaya lokal, seperti pertunjukan seni, lokakarya, dan festival budaya, yang melibatkan partisipasi aktif dari siswa. Melalui pendekatan ini, diharapkan generasi muda tidak hanya mengenal tetapi juga merasa bangga terhadap warisan budaya mereka.


Kementerian Kebudayaan  juga memiliki tanggung jawab besar dalam mendukung pelestarian budaya lokal. Alokasi anggaran yang memadai untuk program-program pelestarian budaya, termasuk mendukung seniman lokal dan kegiatan budaya, sangat penting untuk menjaga keberlangsungan budaya asli. Kampanye yang mempromosikan kebanggaan akan budaya lokal melalui media sosial, pameran seni, dan acara budaya dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mempertahankan warisan budaya mereka.


Ancaman Terhadap Budaya Indonesia


Hilangnya tradisi akibat modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi merupakan ancaman nyata bagi kelestarian budaya Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi dan arus informasi yang cepat telah merubah cara hidup masyarakat. 


Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam tradisi yang kaya, kini semakin terpengaruh oleh nilai-nilai dan gaya hidup yang diusung oleh budaya global. Fenomena ini tidak hanya menyebabkan tradisi lokal dilupakan, tetapi juga berdampak pada hilangnya identitas dan kekayaan budaya yang merupakan ciri khas suatu bangsa.


Tradisi yang dulunya menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat, kini mulai ditinggalkan karena dianggap tidak relevan dengan kehidupan modern. Pandangan ini selaras dengan banyak generasi muda yang lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan hiburan digital, atau mengikuti tren global, daripada menghadiri acara-acara budaya tradisional. 


Hal ini menyebabkan banyak upacara, ritual, dan kesenian yang telah diwariskan dari generasi ke generasi semakin jarang dilaksanakan. Sebagai contoh, banyak orang tua yang tidak lagi mengajarkan anak-anak mereka tentang seni tari tradisional, kerajinan tangan, atau nilai-nilai lokal yang terkandung dalam budaya mereka. Akibatnya, pengetahuan dan praktik budaya tersebut berisiko punah seiring dengan berjalannya waktu.


Modernisasi dan urbanisasi juga membawa perubahan besar dalam struktur sosial masyarakat. Di kota-kota besar, di mana kehidupan seringkali terfokus pada efisiensi dan produktivitas, tradisi lokal sering kali diabaikan. 


Kehidupan yang sibuk dan mobilitas yang tinggi, membuat masyarakat tidak lagi memiliki waktu untuk terlibat dalam aktivitas budaya. Selain itu, banyaknya pendatang dari daerah ke kota besar juga menyebabkan pergeseran identitas budaya. Dalam konteks ini, masyarakat yang memiliki latar belakang budaya berbeda seringkali tidak dapat menemukan ruang untuk melestarikan tradisi mereka, sehingga keanekaragaman budaya yang seharusnya menjadi kekuatan malah berpotensi memudar.


Globalisasi memperkenalkan budaya asing yang sering kali lebih menarik dan modern bagi generasi muda. Budaya pop dari Barat, misalnya, dengan segala daya tariknya, telah mengambil alih perhatian generasi muda Indonesia. Acara televisi, film, dan musik dari negara lain sering kali lebih mendominasi dibandingkan dengan karya-karya lokal. 


Dari sini pula penting untuk diingat bahwa budaya bukanlah sesuatu yang statis; ia terus berkembang dan beradaptasi. Namun, proses ini harus dilakukan dengan cara yang memperhitungkan nilai-nilai tradisional yang telah ada. 


Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk melestarikan tradisi dan budaya lokal agar tidak hilang ditelan zaman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan dan promosi budaya. Sekolah-sekolah dapat memperkenalkan pelajaran tentang seni dan budaya lokal, sehingga generasi muda dapat memahami dan menghargai warisan yang mereka miliki. (Bersambung) 



* Zackir L Makmur, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan, Anggota Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL), aktif di IKAL Strategic Center (ISC), dan penulis buku Manusia Dibedakan Demi Politik (2020).

Ads