Prrt Prrt Flap Flap: Pertunjukan Gerak Tubuh yang Bersahabat dari Mass Theater en Dans -->
close
Pojok Seni
14 October 2024, 10/14/2024 07:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-10-14T00:00:00Z
teaterUlasan

Prrt Prrt Flap Flap: Pertunjukan Gerak Tubuh yang Bersahabat dari Mass Theater en Dans

Advertisement
Mass Theater en Dans



Pojok Seni/Padangpanjang - Sabtu (12/10/2024), tamu jauh yang bersedia untuk datang memeriahkan Pekan Apresiasi Teater 7, yaitu Maas Theater en Dans menampilkan pertunjukan mereka. Pertunjukan yang bertajuk “Prrt Prrt Flap Flap” ini ditampilkan di Gedung Pertunjukan Hoerijah Adam Institu Seni Padangpanjang. Maas Theater en Dans menjadwalkan pertunjukan mereka di bagi dalam 2 sesi, yaitu pagi pada Pukul 11.00 WIB dan siang pada Pukul 14.00 WIB.

Maas Theater en Dans menyajikan pertunjukan yang diprakarsai oleh Sara Giampaolo, dan Esther Schouten sebagai sutradara. Lalu aktor yang sebagai penampil adalah Henke Tuinstra, Gianni Noten dengan Manajer Produksi adalah Djoeke Westdijk. Kemudian sebagai penjembatan kelompok Mass Theater en Dans dan Institut Seni Padangpanjang khususnya Seni Teater adalah Badan Kebudayaan Belanda yang memiliki cabang di Indonesia yaitu Erasmus Huis, yang diwakili oleh Bob Wardhana.

Pertunjukan yang bisa penulis katakan unik ini memberikan resepsi penoton yang bersahabat, tidak tegang, kaku layaknya pertunjukan teater yang umum ditampilkan. Penonton sendiri tidak banyak mendengar dialog antar tokoh, melainkan penonton diajak memngamati pertunjukan dan tidak hanya menonton dialog tokoh melainkan mengkaji makna dari gerak tubuh maupun tanda-tanda yang mereka sajikan.

Prrt Prrt Flap Flap yang mana judul ini diambil dari suara burung dan kepakan sayap burung itu sendiri. Digambarkan dan ditampilkan melalui adegan, dua tokoh pada pertunjukan adalah pengamat burung yang tengah mencari keberadaan buruk yang mereka incar dan ingin diamati. Pengamat-pengamat ini berkeliling di tengah hutan sana mencari dimana keberadaan burung itu sembari menirukan suara burung agar burung itu dapat menghampiri mereka.

Petualangan mereka berlanjut dengan mencari di segala sudut hutan, di tenda-tenda, di puncak yang layaknya rumah kayu, namun mereka tidak jua menemukan. Kendati demikian mereka terus menunggu dengan melakukan berbagai aktivitas, berlari-larian maupun menari-nari ringan di sela menunggu. Pertunjukan diakhiri dengan interaksi ringan bersama anak-anak berupa mengajak anak-anak itu menirukan burung, lalu bergerak bebas layaknya burung yang terbang bebas di langit luas.
Anak-anak yang dibawa ke atas panggung sebagai partisipan memanglah tujuan mereka. Sempat disinggung sebelumnya mengenai anak-anak adalah target pertunjukan mereka ketika memberikan sesi Workshop pada (Jum’at 11/10/2024) yang mana menurut mereka anak-anak juga bisa berpartisipasi pada pertunjukan. Pertunjukan yang menampilkan tokoh-tokoh dimana mereka menunggu kedatangan burung dan terus menunggu hingga burung itu datang, menyiratkan tema yang ingin mereka sampaikan.

Dikalangan anak-anak segala kepraktisan di sekitar mereka karena pengaruh sosial disekitar, menciptakan anak-anak yang tidak sabaran, tidak ingin berlama-lama akan sesuatu hal dan mengharapkan kesederhanaan. Menunggu harus kembali direnungi anak-anak maupun kita semua, bahwa dengan menunggu bisa membangkitkan keesadaran manusiaa akan dunia. Tidak hanya hanyut dalam dunia itu sendiri namun dapat memahami dan menciptakan dunia yang lebih baik.

Pengamat-pengamat burung ini memiliki semacam kesamaan yakn kegemaran pada burung. Mereka saling terkait bersama dalam mewujudkan cita-cita mereka yaitu menemukan burung walau harus dengan menunggu dengan lama terlebih dahulu. Sepanjang pertunjuk digambarkan mereka tidak terlibat konflik berarti antara satu sama lain, namun mereka disibukkan terus dengan penantian akan kedatangan burung yang mereka nantikan juga temukan.

Tidak adanya konflik yang dilihat juga diamati membuat penulis berpikir kembali, apakah pertunjukan ini memiliki plot ataukah tidak sama sekali? Yang dapat penulis simpulkan melalui data yang telah terhimpun adalah bahwa ini pertunjukan memiliki plot tersendiri. Karena tidak begitu jelas dimana permulaan, ketika awal mereka menampilkan, para tokoh langsung mencari cari-cari lalu pada bergerak tidak menentu kian kemari namun tidak begitu jelas apakah itu melakukan pencarian atau memang bergerak improvisasi. Pada suatu ketika mereka menari-nari seperti mengisi waktu sambil menunggu, lalu pada penghujung pertunjukan mereka kembali menari-nari dan tidak fokus akan mencari burung juga menunggu kedatangan burung itu.





Segala aktivitas merekan di hutan itu, dari berlarian, menari-nari, melakukan gerakan akrobat, lalu kegiatan yang masih lekat dengan sekitar hanya mencari dengan teropong. Lakuan yang ditampilkan banyak tidak mengambil lakuan-lakuan realitas masyarakat, namun mereka melakukan lakuan dengan berbagai pesan yang ingin disampaikan. Gaya lakuan aktor, dari Set Property juga tidak mewakili dunia nyata, hanya dari segi kostum dan penyatuan warna yang mewakili realitas dan penulis menyimpulkan bahwa pertunjukan bergaya Non-reallisme/Post-realism/Pasca Realisme.

Ketidakjelasan dan ketidaksesuaian dengan realitas tidaklah pula menghilangkan hal yang menngesankan dari pertunjukan itu. Hal mengesankan adalah bagaimana aktor itu dapat mengendalikan kondisi ketubuhan mereka yang mana sepanjang pertunjukan mereka melakukan lakuan yang membutuhkan ketahanan fisik, stabilnya vokal dan gerak tubuh mereka ketika melakukan gestur tertentu. Meski begitu sisi lemah dapat penulis lihat bahwa belum dapatnya menghadirkan pesan melalui gambaran Set Decoration maupun penyatuannya dengan busana aktor. Apa yang ingin mereka sampaikan hanya pesan melalui gerak tubuh, lakuan mereka yang dapat menghadirkan sebuah pesan dan tidak menggabungkannya dengan tatanan Set Decoration, properti juga busana aktor.

Berbagai pesan bisa diambil dan disimak melalui pertunjukan, baik itu pesan dari aktor sendiri maupun dari aktor. Nilai kehidupan yang senantiasa membawa manusia untuk terus bekerja keras apapun tantangannya, melakukan segalanya demi keluarga, namun mengesampingkan makna dari diri sendiri tentang bagaimana hidup itu. Dengan menunggu, membangkitkan kehidupan perlahan masyarakat yang disingkirkan oleh pola kehidupan serba cepat, serba atas perintah, pragmatisme kehidupan, dan didobrak dengan pesan melalui menunggu burung datang walau entah kapan mereka akan datang.

Dapat ditutup penulis dengan semacam ajak untuk merefleksikan kehidupan kita sehari-hari. Tidak hanya berfokus pada mendapatkan akuisasi orang lain melainkan pencarian makna kehidupan demi menjalan kehidupan yang sebenarnya. (Rifky Luthfi Ananda)

Ads