Advertisement
Oleh Ikhsan Satria Irianto
“Pado zaman dahulu kala, manusio, tumbuhan
dan hewan, hidup berbahagia dan saling melengkapi. Sampe suatu hari, datanglah
raksasa besar, benamo sang Ketumbur. Seiring keserakahan manusia, yang terus
bertumbuh, seraya menyerap energi kehidupan yang biso merusak hutan.”
Menginang Si Budak Inang adalah
produksi Komunitas Manusia Berbisik (Jambi) melalui program Dana Indonesiana tahun
2023 yang didukung oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Karya
pertunjukan digital yang berdurasi 35 menit ini disutradarai oleh Dwi Asti
Wulanjani dengan dukungan dari berbagai tenaga profesional seni, seperti Jaguank
(Komposer), Rafli (Koreografer), Titas Suwanda (Skenografer), Jamaluddin Latif (Mentor),
Fila Ayuningtyas (Penulis Naskah), Artupays (Animator), Eno Onf, Mahdil, dan Rara
Bidja (Ilustrator). Pertunjukan karya kreatif inovatif ini diproduksi melalui
kerja kolaborasi bersama berbagai komunitas lintas disiplin seni, seperti Lab
Art Project (Padangpanjang), Teater AiR (Jambi), Padang Pop Art (Padang) dan
Project Kodok Ijo (Yogyakarta). Pertunjukan yang dihelat selama dua hari, Jumat
dan Sabtu (9-10/08/2024) di Teater Arena Taman Budaya Jambi ini terselenggara
berkat dukungan dari Taman Budaya Jambi, Zefa Craft, Buana Dancer, Dream Day
dan Teras Studio.
Menginang Si Budak Inang mengisahkan
petualangan Inang dan Bula dalam melawan raksasa Ketumbur. Awalnya, kehidupan
masyarakat di hutan Candi Muaro Jambi begitu tentram dan damai. Manusia dan
alam hidup berdampingan dan saling menjaga satu sama lain. Namun tiba-tiba, ketentraman
itu seketika musnah ketika raksasa Ketumbur datang menyerang. Raksasa Ketumbur
menyerap energi alam dan memengaruhi manusia melalui keserakahan untuk
melululantahkan perkampungan. Masyarakat yang ketakuan akhirnya memutuskan
untuk pergi menyelamatkan diri. Inang, seorang pemberani memulai petualangan
untuk mencari dan meminta bantuan Datuk Rimau. Melalui perjalanan yang panjang
dan penuh tantangan, Inang akhirnya dipertemukan oleh Bula yang memiliki tekad
yang sama. Berkat petuah dari Datuk Rimau, Inang dan Bula memberanikan diri
untuk bersama melawan raksasa Ketumbur. Akhirnya, dengan memadukan kekuatan
panas dan dingin, Inang dan Bula berhasil mengalahkan raksasa Ketumbur. Kisah
ini diceritakan oleh Nenek kepada cucu-cucunya yang begitu tertarik dengan adat
dan budaya Jambi.
Karya
pertunjukan digial Menginang Si Budak
Inang adalah pertunjukan lintas media yang memadukan animasi Pop Art 2D
dengan teater, musik dan sastra lisan. Visi dramatik dari penciptaan karya
teater digital ini adalah menawarkan pertunjukan edukatif yang menggunakan
dukungan animasi untuk memberikan pengalaman belajar tentang kebudayaan Jambi
melalui dunia visual yang memukau. Penonton dapat belajar tentang tuturan dan
makna seloko adat serta filosofi dari
tradisi menginang melalui kisah petualangan
yang berlatar lanskap situs budaya Candi Muaro Jambi. Metode pendidikan
alternatif ini memiliki daya pikat yang besar untuk dapat meningkatkan antusias
masyarakat umum, terutama generasi muda untuk dapat lebih mengenal adat dan
budayanya. Kehadiran karya Menginang Si
Budak Inang telah memberikan semangat baru dalam dunia pendidikan budaya di
Indonesia, khususnya di Provinsi Jambi.
Fokus segmentasi penonton dari karya Menginang Si Budak Inang sebenarnya adalah penonton dari kalangan anak-anak. Meskipun demikian, karya teater digital ini memiliki struktur dan tekstur yang digarap secara detail. Alur dramatik dibangun melalui perpaduan akting, tari dan animasi yang suasananya diperkuat oleh musik ilustrasi. Pengisi suara animasi dilakukan secara langsung untuk membuat kehadiran animasi menjadi lebih dekat dalam peristiwa teater yang tersedia secara langsung. Strategi artistik ini begitu menguntungkan untuk menawarkan pengalaman menonton yang berbeda. Penonton dapat terlibat dalam berbagai peristiwa dalam lintas media yang begitu kuat dalam menjaga intensitas emosi pertunjukan. Sehingga, karya Menginang Si Budak Inang dapat dinikmati oleh berbagai segmen penonton, dari publik awam seni hingga kritikus seni.
Kesederhanaan
laku aktor dalam dialog-dialog berbahasa Melayu Jambi menghadirkan akting yang
natural tanpa beban teatrikal yang berlebihan. Komposisi gerak tari yang
atraktif dan komikal mampu menghidupkan suasana pada setiap transisi adegan.
Set panggung ditata dengan nada yang sama dengan nuansa animasi, sehingga
panggung mampu menjadi pintu gerbang bagi penonton untuk masuk ke dunia visual
yang menawarkan berbagai dimensi untuk dinikmati. Semua material artistik tersebut digarap
secara menawan dalam balutan spektakel yang indah dan penuh warna.
Namun,
posisi pemusik dan pengisi suara kurang berpihak kepada penonton. Bagian depan
panggung yang memiliki efek daya hadir yang paling kuat diisi oleh pemusik dan
pengisi suara yang membelakangi penonton. Posisi pemusik dan pengisi suara
begitu mendistraksi penonton dalam menikmati peristiwa pertunjukan. Hal ini
dikarenakan wilayah panggung bagian depan berada pada posisi yang sangat
mencuri fokus. Sebenarnya, pilihan komposisi ini dapat dimaklumi sebagai siasat
pemanfaatan ruang dalam panggung arena. Namun, blocking aktor dan penari masih terperangkap dalam pola-pola
panggung prosenium. Tentunya hal ini menjadi kurang menguntungkan bagi
penonton, meskipun tidak mengganggu keutuhan karya secara keseluruhan.
Pertunjukan digital Menginang Si Budak Inang tidak hanya menawarkan visual yang segar, tetapi juga memberikan angin segar untuk ekosistem seni, khususnya di Provinsi Jambi. Jambi membutuhkan karya yang digarap secara intensif dan komprehensif untuk meningkatkan standar kualitas karya dan menghidupi ekosistem seni yang berkualitas. Untuk mencapai cita-cita itu, kerja-kerja kolaborasi perlu semakin masif dilakukan. Proses kreatif lintas disiplin yang dilakukan secara terus-menerus, tidak hanya mampu meminimkan gap dalam berkesenian, tetapi juga mampu meningkatkan kualitas karya secara keseluruhan. Semoga Menginang Si Budak Inang menjadi pemicu kerja-kerja kolaborasi yang semakin masif di Jambi untuk selanjutnya.
Editor: Adhyra Irianto