Advertisement
Oleh: Zackir L Makmur*
Tahun Ajaran 2024-2025, Program Sastra Masuk Kurikulum (SMK), yang diperkenalkan pada 20 Mei 2024, bertepatan dengan Hari Perbukuan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional, diterapkan. Dan ini menandai pula sebuah revolusi sastra di sekolah yang makin berlanjut. Revolusi ini sebagai bagian pula dari sejarah pendidikan sastra di Indonesia, yang menunjukkan upaya berkelanjutan untuk meningkatkan literasi dan apresiasi sastra di kalangan siswa.
Program Sastra Masuk Sekolah pada tahun 1999 dan Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB) pada tahun 2000, adalah contoh konkret dari inisiatif tersebut. Program SBSB berhasil mendekatkan karya sastra kepada murid melalui interaksi langsung dengan sastrawan, yang mendapatkan apresiasi luas dari sekolah-sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan dan minat yang signifikan terhadap sastra di lingkungan pendidikan.
Sedangkan penerapan karya sastra dalam Kurikulum Merdeka bertujuan untuk meningkatkan minat baca, menumbuhkan empati, serta mengasah kreativitas dan nalar kritis siswa. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) berupaya melalui langkah inovatif ini untuk menghadirkan sastra sebagai bagian integral dari kurikulum. Sastra dianggap sebagai alat efektif untuk memperkaya pengetahuan budaya, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan memperbaiki literasi membaca.
Sastra Memicu Imajinasi dan Kreativitas
Kendati demikian Programme for International Student Assessment (PISA), harus dipakai pula di mana ini menjadi indikator penting dalam mengevaluasi kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa berusia 15 tahun secara global. Skor literasi membaca PISA 2022 menempatkan Indonesia di peringkat bawah, bahkan terendah sejak partisipasi pertama kali pada tahun 2000.
Hal tersebut menandakan adanya tantangan serius dalam sistem pendidikan Indonesia. Keterampilan literasi yang diukur oleh PISA mencakup pemahaman, penafsiran, dan evaluasi teks secara mendalam. Program Sastra Masuk Kurikulum (SMK) diharapkan dapat membantu siswa Indonesia meningkatkan keterampilan-keterampilan ini.
Untuk itu sastra masih bisa diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat dalam pendidikan, di antaranya: pengembangan empati, kreativitas, keterampilan berpikir kritis, dan pengetahuan budaya. Membaca sastra memungkinkan siswa untuk memahami perspektif dan pengalaman orang lain, sehingga menumbuhkan empati.
Karya sastra juga memicu imajinasi dan kreativitas, mendorong siswa untuk berpikir di luar batasan konvensional. Analisis sastra mengharuskan siswa untuk mengevaluasi dan menafsirkan teks, yang mengasah keterampilan berpikir kritis mereka. Selain itu, sastra memperkenalkan siswa kepada berbagai budaya dan tradisi, memperluas wawasan mereka tentang dunia.
Meski program SMK memiliki potensi besar, ada beberapa tantangan dan kritik yang perlu diperhatikan. Implementasi program ini memerlukan guru yang terlatih dalam mengajarkan sastra secara efektif. Pelatihan dan dukungan bagi guru menjadi kunci keberhasilan. Ketersediaan buku dan bahan bacaan yang berkualitas masih menjadi kendala di banyak sekolah, terutama di daerah terpencil. Selain itu, menilai keterampilan sastra dan literasi memerlukan pendekatan yang komprehensif, yang mungkin memerlukan penyesuaian dalam sistem penilaian saat ini.
Akan tetapi bagaimanapun juga Program Sastra Masuk Kurikulum merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan literasi dan kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan memanfaatkan karya sastra dalam Kurikulum Merdeka, Kemdikbud Ristek berupaya untuk mengatasi tantangan dalam sistem pendidikan, khususnya dalam hal literasi membaca.
Meskipun ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, manfaat potensial dari program ini menjanjikan perkembangan yang positif bagi siswa Indonesia. Pengembangan empati, kreativitas, dan keterampilan berpikir kritis melalui sastra dapat memberikan kontribusi signifikan dalam membentuk generasi yang lebih terdidik dan berbudaya.
Program Meningkatkan Literasi
Pada tahun 1999, ketika kondisi “nol buku” di banyak sekolah menjadi perhatian, pemerintah merespons dengan meluncurkan program Sastra Masuk Sekolah. Program ini bertujuan untuk memperkenalkan karya sastra kepada siswa, dengan harapan dapat meningkatkan minat baca dan apresiasi terhadap sastra. Upaya ini menjadi langkah awal dalam memperbaiki literasi di kalangan siswa dan menanamkan kecintaan terhadap sastra sejak dini.
Setahun kemudian, pada tahun 2000, program Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB) diluncurkan sebagai tindak lanjut dari Sastra Masuk Sekolah. Program SBSB berfokus pada interaksi langsung antara sastrawan dan siswa. Melalui kegiatan ini, siswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi, bertanya, dan belajar langsung dari para sastrawan. Interaksi semacam ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa terhadap karya sastra, tetapi juga menumbuhkan rasa hormat dan apresiasi terhadap penulis dan karyanya.
Keberhasilan program SBSB dapat dilihat dari apresiasi yang diterimanya dari berbagai sekolah. Para sastrawan yang terlibat dalam program ini berhasil menarik perhatian dan minat siswa terhadap sastra. Melalui dialog dan diskusi yang interaktif, siswa diajak untuk memahami makna dan pesan dalam karya sastra, serta mengembangkan kemampuan kritis dan analitis mereka.
Program ini juga membantu siswa untuk melihat sastra bukan hanya sebagai bahan bacaan tetapi juga sebagai medium untuk memahami kehidupan dan budaya. Keberadaan program Sastra Masuk Sekolah dan SBSB menunjukkan bahwa ada kebutuhan yang signifikan terhadap sastra di lingkungan pendidikan.
Kedua program ini tidak hanya meningkatkan literasi tetapi juga membuka ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi dunia sastra dengan cara yang lebih interaktif dan mendalam. Dengan demikian, program-program ini memainkan peran penting dalam menciptakan generasi yang lebih melek sastra dan memiliki apresiasi yang tinggi terhadap budaya dan seni.
Karya Sastra Dalam Kurikulum Merdeka
Penerapan karya sastra dalam Kurikulum Merdeka bertujuan untuk meningkatkan minat baca, menumbuhkan empati, serta mengasah kreativitas dan nalar kritis siswa. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) berupaya melalui langkah inovatif ini untuk menghadirkan sastra sebagai bagian integral dari kurikulum. Sastra dianggap sebagai alat efektif untuk memperkaya pengetahuan budaya, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan memperbaiki literasi membaca.
Langkah ini diambil dengan pertimbangan bahwa literasi membaca merupakan keterampilan dasar yang sangat penting bagi perkembangan akademis dan profesional siswa. Program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam jangka panjang, baik dari segi kualitas pendidikan maupun dalam pembentukan karakter siswa.
Dengan memperkenalkan karya sastra dalam pembelajaran, siswa diharapkan tidak hanya membaca tetapi juga memahami, menafsirkan, dan mengevaluasi teks secara mendalam, yang merupakan keterampilan penting dalam literasi. Sastra memiliki potensi besar untuk menumbuhkan empati di kalangan siswa. Melalui kisah-kisah yang mereka baca, siswa dapat memahami perspektif yang berbeda dan merasakan pengalaman orang lain.
Ini sangat penting dalam membangun karakter yang empati dan toleran, yang mampu memahami dan menghargai perbedaan. Sastra juga dapat menjadi jendela bagi siswa untuk melihat dunia luar dan mengapresiasi keragaman budaya, sehingga memperkaya pengetahuan budaya mereka. Selain itu, sastra merupakan medium yang efektif untuk mengasah kreativitas siswa. Karya sastra yang beragam, dengan gaya penulisan dan cerita yang berbeda-beda, dapat merangsang imajinasi siswa.
Membaca sastra memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dunia yang tidak terbatas oleh realitas sehari-hari, mendorong mereka untuk berpikir kreatif dan inovatif. Kreativitas ini kemudian dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.
Pengembangan keterampilan berpikir kritis juga menjadi salah satu tujuan utama dari penerapan karya sastra dalam Kurikulum Merdeka. Dengan membaca dan menganalisis karya sastra, siswa dilatih untuk mengevaluasi informasi, mempertanyakan asumsi, dan membuat argumen yang logis. Keterampilan berpikir kritis ini sangat penting dalam era informasi yang kompleks, di mana siswa perlu mampu memilah informasi yang akurat dan relevan dari berbagai sumber.
Upaya Kemdikbud Ristek untuk memasukkan sastra ke dalam kurikulum juga bertujuan untuk memperbaiki literasi membaca di Indonesia. Berdasarkan penilaian Programme for International Student Assessment (PISA), kemampuan literasi membaca siswa Indonesia masih berada di peringkat bawah secara global.
Dengan menghadirkan sastra dalam kurikulum, diharapkan siswa akan lebih terbiasa dan terlatih dalam membaca teks yang kompleks dan kaya akan makna. Ini akan membantu mereka meningkatkan kemampuan membaca dan memahami teks, yang pada akhirnya dapat memperbaiki skor literasi membaca mereka. (Bersambung)
*Zackir L Makmur, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan, Anggota Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL), aktif di IKAL Strategic Center (ISC), dan penulis buku “Manusia Dibedakan Demi Politik” (2020).