Ma'Bua': Reinterpretasi Ritual Peralihan -->
close
Pojok Seni
08 July 2024, 7/08/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-07-08T01:00:00Z
eventteater

Ma'Bua': Reinterpretasi Ritual Peralihan

Advertisement

Oleh: Densiel Prisma Yanti Lebang


Ma’Bua’ adalah salah satu bentuk komunikasi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Toraja. Komunikasi ritual adalah komunikasi yang bersifat kepercayaan yang di dalamnya menampilkan atau menghadirkan perilaku-perilaku dan objek-objek yang simbolik. Ritual merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan - sebagaimana dunia sosial yang mengalami pertumbuhan, ritual selalu mengalami pergeseran, karena konteks sosial yang melingkupinya. Pergeseran ritual ini, tetap membawa peristiwanya sendiri absah, karena yang terpenting dari ritual adalah tindakan itu sendiri, atau karena sifat performatifnya, dan makna selalu berada di belakang tindakan dari ritual sendiri. Oleh karenanya, sifat performatif ritual mengandaikan transmisi pengetahuan yang bersifat ephemeral, karena berbasis pada tindakan dan tubuh.


Ma' Bua' dalam bahasa Tae' bermakna: "berbuat sesuatu". Dari kata dasar bua', yang dalam bahasa Indonesia artinya: buat - sedangkan Ma’ Bua’ sebagai Ritus diartikan sebagai persekutuan kampung, yang dilakukan secara gotong royong untuk memohon berkat bagi kehidupan manusia, hewan, tanah, dan tanam-tanaman. Ritus Ma' Bua' termasuk dalam upacara sosio-religius dan merangkum beberapa upacara secara bersama-sama.


Ritual adalah ingatan kolektif yang dikodekan dalam tindakan. Ritual juga membantu manusia (dan hewan) menghadapi kesulitan transisi, hubungan ambivalen, hierarki, dan keinginan yang membebani, melampaui, atau melanggar norma kehidupan sehari-hari. Ritual sebagai ruang transisi dan liminalitas antara ‘sebelum’ dan ‘sesudah’, oleh karenanya, setelah menjalani ritual, orang memiliki pengalaman transformasi sebagai pengalaman ‘sesudah’ ritual. Ritual menghadirkan kenyataan baru menciptakan “realitas kedua”.


Praktik ritual sendiri sebagai sebuah dunia rekaan yang dirancang, dilakukan oleh orang yang terbiasa melakukannya. Sebagai dunia yang berbeda dari dunia sehari-hari, dunia rekaan yang dirancang di dalam ritual sendiri, dinaungi oleh para pelaku yang memang terbiasa melakukan ritual tersebut. Dalam konteks ini, pada dasarnya ritual adalah pengulangan yang terus menerus, atau perilaku artistik di dalam ritual adalah “bukan untuk pertama kalinya”. Ritual juga merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana dunia sosial yang mengalami pertumbuhan, ritual selalu mengalami pergeseran, karena konteks sosial yang melingkupinya.


Pergeseran ritual ini, tetap membawa peristiwanya sendiri absah, karena yang terpenting dari ritual adalah tindakan itu sendiri, atau karena sifat performatifnya, dan makna selalu berada di belakang tindakan dari ritual sendiri. Oleh karenanya, sifat performatif ritual mengandaikan transmisi pengetahuan yang bersifat ephemeral, karena berbasis pada tindakan dan tubuh. Sifat ephemeral ini juga terkait dengan penonton sendiri, juga harus aktif terlibat dari ritual, untuk mendapatkan transmisi pengetahuan, dan juga pengalaman liminalitas dari ritual.


Ritual yang berhubungan dengan rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu, semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena melambangkan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Ma’Bua’ adalah salah satu bentuk komunikasi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Toraja. Komunikasi ritual adalah komunikasi yang bersifat kepercayaan yang di dalamnya menampilkan atau menghadirkan perilaku- perilaku dan objek-objek yang simbolik. Dalam upacara Ma’Bua’ salah satu simbol nonverbal yang dihadirkan adalah perempuan yang berada di posisi paling atas tongkonan dan merupakan bentuk penghormatan tertinggi kepada perempuan. Ritual Ma’Bua’ dapat menunjukan status sosial tinggi sebuah tongkonan dimana makna dan filosofi keberadaannya masih sangat mempengaruhi kedudukan sosial dalam wilayah adat masyarakat Toraja.


Pendekatan pada desain budaya dapat dilakukan melalui praktik kreativitas dalam kerja kolaboratif oleh para pelaku seni dengan latar belakang budaya yang beragam. Pendekatan kolektif dalam karya ini tidak lagi berbicara mengenai desain produk seni tapi menggunakan platform sebagai desain budaya karena melibatkan seluruh unsur kebudayaan. 


Kerja kolektif ini dilaksanakan berlandaskan tentang penguatan kesadaran keragaman budaya dan keanekaragaman ekosistem serta diskursus global dan kemungkinan intermedialitas yang dibangun atas pengamatan dan riset terhadap desain budaya. Pendekatan pada desain budaya yang dilakukan melalui praktek kreativitas dalam kerja kolektif yang juga melibatkan masyarakat ini bukan tentang ekspresi personal tetapi refleksi atas memori kultural, memori sosial, memori tubuh, dan alam yang diresapi - bagaimana melihat aspek-aspek budaya dari suatu tempat secara menyeluruh.


Karya ini adalah karya kolaborasi multidisiplin yang berbasis riset untuk menginterpretasi ulang Ritual Ma’Bua pada aspek-aspek performatif tertentu dari tradisi tersebut, yang dikoroprealitaskan ke dalam pertunjukan.


Program ini diinisiasi oleh Densiel Lebang serta didukung oleh Yayasan Seni Tari Indonesia, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta, dan StandArt Collective.


Rangkaian kegiatan ini berisi Presentasi Riset Performatif, Bincang Seniman dan Pertunjukan yang akan berlangsung tanggal 5 - 7 Juli 2024 di Teater Luwes, Institut Kesenian Jakarta.


Berikut jadwal rangkaian kegiatan:

  1. Pameran akan dimulai pada 5 – 7 Juli 2024 pukul 12.00 – 18.00 WIB
  2. Bincang Seniman pada 7 Juli 2024 pukul 15.00 WIB
  3. Pertunjukan Karya pada 7 Juli 2024 pukul 19.30 WIB

Ads