Dramaturgi: Kesadaran Historis dan Kritis Pada Lakon -->
close
Pojok Seni
05 July 2024, 7/05/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-07-05T01:00:00Z
Artikelteater

Dramaturgi: Kesadaran Historis dan Kritis Pada Lakon

Advertisement
Pertunjukan Ruang Tunggu & Pertanyaan tentang Catatan Akhir karya/sutradara Adhyra Irianto

Pojok Seni - Seorang seniman teater berkarya tanpa batas, bebas, dan mengumpulkan banyak imaji-imaji yang bertebaran di kepalanya, hingga dirajut menjadi sebuah cerita. Saat itu, entah terpikir lewat naskah orang lain, ataupun lewat naskah yang ditulis sendiri, seorang seniman teater mencoba merealisasikan idenya lewat pertunjukan teater. Berpikir divergen menjadi jalan yang paling tepat bagi seorang seniman teater. Ia berpikir imajinatif, serta mengumpulkan lebih banyak lagi ide-ide untuk akhirnya dicoba diejawantahkan ke panggung.


Berpikir lateral atau berpikir kreatif menjadikan lebih banyak warna pada suatu pertunjukan. Tapi, sayangnya, ada banyak ide yang tidak saling mendukung satu sama lain, juga beberapa ide yang tidak relevan. Semuanya sering ingin dipaksakan masuk ke ranah panggung yang sama. Sutradara teater kemudian menyadari, ada yang terlalu berlebihan dalam karyanya saat perlahan membangun tekstur dramatik. Naskah drama tempat di mana ia menuliskan semua yang dipikirkannya, tadinya adalah karya sastra dengan dimensi tekstual. Kemudian, dalam proses penciptaan pertunjukan, teks itu perlahan bertransformasi menjadi teks post-sastra-pra-pertunjukan. Saat itu, perlahan satu per satu ide-idenya diseleksi, dicari mana yang saling mendukung visi pertunjukan.


Sayangnya, berpikir seperti itu adalah jenis berpikir konvergen alias berpikir analitis. Saat ini, cara berpikir lateral khas seniman mesti dihentikan dulu. Kenapa harus berhenti? Karena justru akan menghadirkan lebih banyak ide-ide yang bertebaran, imaji-imaji yang bersliweran, namun tak bisa dideteksi lagi, mana yang relevan dan mana yang tidak relevan dengan visi pertunjukan di awal. Seorang sutradara pernah terpikir untuk menghadirkan hujan salju dengan lampu profil tepat ke dua orang karakter yang sedang menangis. Namun, ide itu terpaksa tersingkir, karena setting tempat drama itu adalah di pinggiran pulau Jawa, dan di musim panas pula.


Panggung, sebagaimana dunia, punya aturan, cara main, dan konvensi. Selain itu, teks sastra yang kemudian ditransposisikan menjadi teks pertunjukan, juga mesti melibatkan hukum dan konvensi panggung tersebut. Dengan kata lain, sebuah naskah drama berubah menjadi teks pertunjukan setelah melakukan negosiasi dengan dramaturgi. Nah, sampai di sini, kita ketemu dengan aspek yang ingin dibahas di artikel ini; dramaturgi.


Dramaturg, adalah orang yang bekerja menelaah aspek drama dari segi ketentuan hukum dan konvensinya. Pertunjukan menjadi sebuah rangkaian mata rantai yang saling terkait dari awal sampai akhir. Entah itu aktor, musik, bunyi, cahaya, dekorasi, dan lain-lain. Entah itu mood, dialog, maupun spektakel. Visualisasi, aksentuasi, dan pilihan strategi tertentu akan menentukan kemana teks tersebut akan berlabuh dan mewujud menjadi sebuah laku di atas pentas.


Seorang dramaturg akan menelusuri dengan detail sebuah karya teater secara historis, sosio-kultural, bahkan antropologis. Apa saja yang memengaruhi penulis lakon, pemikiran dan manifesto di dalamnya? Sejauh mana pemikiran itu bisa begitu kuat membentuk tema dan cerita? Apakah tema tersebut bisa disampaikan/relevan pada masyarakat saat ini? Serta banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya.


Semacam sebuah studi antropologis, bukan? Yah, dan jawaban dari pertanyaan tersebut adalah konteks dan penelitian, yang kemudian memengaruhi perancangan lakon, sampai pementasan. Karena itu, tidak berlebihan bila judul artikel ini adalah; Dramaturgi: Kesadaran Historis dan Kritis Pada Lakon.


Dramaturg biasanya akan meminta orang lain (bukan penulis naskah) untuk melakukan editing pada naskah drama yang akan ditransformasikan menjadi teks pertunjukan. Atau mungkin, dramaturg itu sendiri yang ikut mengawasi sekaligus membantu penulisan struktur lakon yang baru. Lakon harus memiliki alur yang jelas, itu yang akan dipastikan oleh dramaturg pada proses ini.


Dramaturg akan berbicara dengan dua orang, penulis naskah dan sutradara. Bila naskah itu baru ditulis, maka dramaturg akan lebih banyak berbicara pada penulis naskah. Bila naskah itu adalah naskah lama yang sudah banyak dipentaskan (katakanlah naskah yang sudah 'jadi'), maka dramaturg akan lebih banyak bicara dengan sutradara. Baik bicara pada penulis naskah, maupun pada sutradara, dramaturg akan fokus pada satu hal; apa yang paling ingin Anda capai lewat lakon ini?


Dramaturg mungkin bukan satu-satunya orang yang berpikir analitis dalam satu tim produksi teater. Tapi, untuk urusan artistik dan panggung, dramaturg adalah orang yang terus menjaga daya pikir analitisnya pada pertunjukan. Tim yang lain, mulai dari sutradara, penulis naskah, penata musik, penata panggung, penata busana dan make up, aktor, dan lain-lain, semuanya akan mementingkan berpikir kreatif, meski tidak 100 persen. Yah, aktor misalnya, ketika mencari motif suatu adegan, atau mencari situasi terberi dari suatu cerita, ia juga akan berpikir analitis. Tapi, ketika mencari cara untuk menubuhkannya dalam tubuh karakter, ia akan lebih banyak berpikir kreatif.


Dramaturg juga akan membuat catatan, mencorat-coret naskah, dan banyak meminta hal tertentu pada sutradara, penulis naskah, aktor, dan tim di dalam sebuah pertunjukan. Namun, ia tahu kapan harus berkata "cukup" meski masih banyak hal di dalam kepalanya yang ingin disampaikan, dengan mempertimbangkan banyak hal. Tentunya, jangan sampai apa yang ingin diwujudkan oleh sutradara justru menghilang. Dan panggung hanya menyisahkan apa yang ingin diwujudkan oleh dramaturg.


Ini sekilas hubungan dramaturg dengan tim lainnya dalam produksi teater. Tanpa dramaturg, maka tidak ada filter pada ratusan, atau mungkin ribuan ide yang masuk ke dalam suatu pertunjukan lewat berbagai orang yang terlibat di dalamnya. Intinya, dramaturg juga bertugas untuk menjaga karya tersebut dalam lajur yang "benar". Sedangkan sutradara dan tim artistik bertugas untuk menjaga karya tersebut dalam lajur yang "bagus". 

Ads