Pengalaman Estetik VS Pengalaman Artistik, Sebuah Catatan Kritis -->
close
Pojok Seni
01 June 2024, 6/01/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-06-01T01:00:00Z
Artikel

Pengalaman Estetik VS Pengalaman Artistik, Sebuah Catatan Kritis

Advertisement
Ambrosius Markus Loho

Oleh: Ambrosius Markus Loho, S.Fils., M.Fil.

(Dosen Fakultas Pariwisata Unika De La Salle Manado, Pegiat Seni & Budaya)


30 Mei 2024, penulis memposting sebuah status seperti ini: "Dalam memandang kesenian (karya seni), seorang pengamat, akan mengalami pengalaman estetik saja. sementara seorang seniman akan mengalami pengalaman artistik. amat sering terjadi, yang mengalami hal estetik, tidak serta merta  menghargai yang mengalami hal  artistik."

 

Postingan ini tentu bukan tanpa latar belakang. Sejatinya, hal itu muncul karena didasari oleh sebuah situasi, di mana penghargaan untuk kerja-kerja kesenian, yang sesungguhnya dikerjakan 'tanpa pamrih' (disinterestedness) oleh para seniman, demikian kata Kant dalam Critique of Judgement-nya, seringkali tidak dihargai oleh para penikmat seni dalam konteks tulisan ini, penyelenggara sebuah acara yang menginginkan untuk menampilkan sebuah grup kesenian untuk membuka acara, atau sekedar meramaikan acara yang mereka selenggarakan. 


Penikmat seni (penyelenggara acara) itu konon, menomorduakan segala tanggung jawabnya, atau bahkan melupakan apa yang seharusnya dia lakukan, ketika kegiatan yang dia selenggarakan sudah selesai, dan selanjutnya menunda apa yang menjadi kewajibannya bagi para performer (tim atau kelompok seni yang tampil), termasuk para pelatihnya.


Maka dari itu, penulis, dengan upaya untuk selalu 'concerned' pada estetika, merasa bahwa perlu sebuah upaya penyadaran, atau sekedar memberi pemahaman, bahwa kerja seni oleh seorang seniman, dalam hal ini pelatih, harus diapresiasi, karena kerja mereka adalah kerja yang serius dan bukan sekedar kerja asal-asalan. 


Di sisi yang sama, walaupun si penikmat seni itu murni hanya mendapatkan pengalaman estetik, sebagaimana postingan tersebut, atau pengalaman rasa yang langsung dirasakannya saat melihat, menonton dan menikmati sebuah penampilan tim seni, selebihnya seorang seniman (pelatih) justru serentak dan bersamaan mengalami pengalaman artistik, plus estetik. Mengapa demikian, karena seniman adalah juga melibatkan rasa dan menata dan memproduksi sebuah karya.  


Di sini tampak bahwa kemasan karya seni yang dibuat oleh si seniman, bukanlah hal yang gampang, atau gampangan, melainkan merupakan kerja seni yang memberikan pengalaman yang ekstra kepadanya, bahkan melampaui apa yang menjadi tugas utamanya. Jadi seniman mengalami dan merasakan dua pengalaman, estetik dan artistik.


Akhirnya, upaya penyadaran perlu terus diupayakan dalam rangka mengangkat sebuah pola pikir yang semakin hari, semakin menghargai seniman pencipta sebuah karya seni. Seniman haruslah dipandang memiliki hasrat yang sangat 'powerfull', ketika dia menciptakan karyanya. Bahkan, seniman bisa dikatakan termasuk dalam kategori 'manusia yang super, karena mengalami dua pengalaman sekaligus, estetik dan artistik itu. Demikian juga, dalam berkarya atau menghasilkan karya, seniman tidak pernah meminimalisir ketrampilannya, maka dari itu, perlu penghargaan yang setinggi-tingginya.***

Ads