Dinasti: Hegemoni Kekuasaan Dalam Politik dan Teater (Bagian I) -->
close
Pojok Seni
29 May 2024, 5/29/2024 01:03:00 PM WIB
Terbaru 2024-05-29T06:03:36Z
ArtikelUlasan

Dinasti: Hegemoni Kekuasaan Dalam Politik dan Teater (Bagian I)

Advertisement
Penampilan Syair dan Musik Kerajaan, serta pertunjukan Teater berjudul Sultan Syarif Qasim II (foto.dok. https://getarpijar.com)
 Penampilan Syair dan Musik Kerajaan, serta pertunjukan Teater berjudul Sultan Syarif Qasim II (foto.dok. https://getarpijar.com)



Oleh:  Zackir L Makmur*


Di Indonesia, belum lama ini (dan bahkan hingga kini) orang ramai membicarakan dinasti –terutama sekali kegaduhan hal ini terjadi di dunia politik sebelum dan sesudah Pemilu 2024. Sesungguhnya, dinasti adalah fakta yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan –termasuk politik dan perteateran, karena hal ini menarik minat banyak orang lantaran kompleksitas dan implikasinya yang dalam. 


Dalam politik, dinasti merujuk pada warisan kekuasaan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam sebuah keluarga atau kelompok kecil. Fenomena ini dapat ditemukan di berbagai negara, tidak hanya dalam monarki konstitusional, tetapi juga dalam sistem demokratis di mana jabatan politik sering menjadi warisan keluarga, menciptakan tantangan dan pertanyaan tentang kesetaraan akses dan kesempatan dalam arena politik.


Di sisi lain, dalam perteateran, dinasti mencerminkan dominasi atau pengaruh yang kuat dari keluarga-keluarga tertentu dalam industri seni pertunjukan. Nyaris di Indonesia suatu grup teater yang mulanya dipimpin oleh sang bapak atau sang ibu, berikutnya grup ini dipimpin oleh putra-putri –walau yang bersangkutan tidak becus sebagai intelektual teater. Karena itu teater di sini mirip kerajaan atau perusahaan  yang diwariskan. Ironis. 


Akan tetapi saya masih punya pandangan yang positif, bahwa mereka sering mewarisi tradisi dan pengetahuan mereka dari satu generasi ke generasi berikutnya di dunia teater. Walau hal ini ada kalanya membentuk hegemoni artistik yang dapat menghambat perkembangan bakat baru, namun, dinasti teater juga bisa menjadi sumber kontinuitas dan tradisi yang berharga, yang membantu menjaga keberlanjutan dalam perkembangan seni pertunjukan.


Dinasti di Politik dan Teater


Kedua bidang ini: politik dan (grup) teater sangat menarik ketika tersorot kompleksitas dan implikasi dari keberadaan dinasti. Di satu sisi, dinasti dapat memelihara stabilitas dan kontinuitas, sementara di sisi lain, mereka juga bisa menjadi hambatan bagi inovasi dan kesetaraan akses. Oleh karena itu, memahami peran dan dampak dinasti dalam politik dan perteateran menjadi penting bagi masyarakat untuk mempertimbangkan bagaimana cara menjaga keseimbangan antara kontinuitas dan inovasi dalam kedua bidang tersebut.


Dinasti dalam politik dan perteateran sering kali menjadi pusat perdebatan karena mencerminkan kompleksitas hubungan kekuasaan, tradisi, dan pembelajaran dalam suatu keluarga atau kelompok. Dalam politik, terutama di negara-negara dengan sejarah monarki, dinasti tidak hanya mewakili warisan kekuasaan tetapi juga simbol kestabilan dan kontinuitas politik.  Namun, dalam sistem demokratis, fenomena ini dapat menimbulkan pertanyaan tentang keterlibatan keluarga dalam proses pengambilan keputusan politik.


Sementara itu dalam perteateran, dinasti sering kali mencerminkan kesinambungan warisan seni dan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keluarga-keluarga dalam dunia teater seringkali memiliki peran penting dalam menjaga tradisi, mengembangkan bakat-bakat baru, dan memperkenalkan inovasi artistik. Namun, hal ini juga dapat menciptakan ketidaksetaraan akses bagi para seniman yang tidak memiliki hubungan atau dukungan dari dinasti teater yang berpengaruh.


Dinasti juga memiliki dampak yang mendalam pada narasi politik dan perteateran suatu masyarakat. Mereka sering menjadi simbol identitas budaya dan politik yang kuat, yang membentuk cara masyarakat melihat diri mereka sendiri dan pemimpin mereka. Dalam beberapa kasus, dinasti politik bahkan menjadi ikon atau legenda yang melampaui ruang politik dan merambah ke dalam budaya populer, termasuk teater, film, dan media lainnya.


Dinasti, baik dalam politik maupun perteateran, mengungkapkan struktur kekuasaan yang terkait erat dengan warisan keluarga dan transmisi pengetahuan. Serta, pengaruh dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam politik, dinasti mencerminkan sistem yang kekuasaannya diwariskan secara turun-temurun dalam lingkup keluarga atau kelompok kecil. Contoh dinasti politik yang terkenal termasuk keluarga Kennedy dan Bush di Amerika Serikat, serta dinasti Kim di Korea Utara. 


Di sisi lain, dinasti dalam perteateran menunjukkan dominasi atau pengaruh kuat dari keluarga tertentu dalam industri teater, seringkali dengan mewarisi tradisi seni pertunjukan dari generasi sebelumnya. Maka keberadaan dinasti menimbulkan pertanyaan penting tentang kesetaraan akses dan kesempatan dalam politik dan seni pertunjukan. Dalam politik, dinasti dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam akses terhadap kekuasaan dan pengambilan keputusan politik, sedangkan dalam perteateran, dominasi dinasti dapat menghambat pertumbuhan bakat-bakat baru dan variasi naratif dalam seni pertunjukan. 


Dalam dunia politik, dinasti sering kali menjadi representasi dari konsentrasi kekuasaan dan pengaruh yang kuat dalam lingkup keluarga atau kelompok kecil. Fenomena ini dapat menimbulkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap kekuasaan politik dan membuat pengambilan keputusan politik menjadi terbatas pada kelompok-kelompok yang terkait secara keluarga. 


Sedangkan dinasti dalam dunia perteateran mencerminkan dominasi yang serupa, di mana keluarga-keluarga tertentu memiliki akses yang lebih besar ke panggung dan sumber daya teater, yang mungkin menghambat munculnya suara-suara baru dan variasi naratif dalam seni pertunjukan.


Teater Menyoroti  Kekuasaan yang Primitif


Dinasti politik, walaupun memberikan stabilitas bagi beberapa kelompok, seringkali dipandang sebagai sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan hubungan darah dan keturunan. Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi modern yang menekankan meritokrasi, keadilan, dan representasi yang luas. 


Dalam konteks tersebut, perteateran modern dunia (termasuk di Indonesia) menawarkan perspektif yang menyoroti peran seni dalam memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi, dan menyoroti ketidaksetaraan yang muncul dari dinasti politik. Yang mana di sini seni pertunjukan (teater) dapat menjadi sarana untuk mengkritik dan merayakan nilai-nilai demokrasi. 


Melalui teater politik, para seniman sering menggunakan panggung untuk menggambarkan konsekuensi negatif dari sistem politik yang terpusat pada dinasti. Semua ini dihadirkan pula pada cerita-cerita yang memperkuat kebutuhan akan perubahan dan reformasi. Dengan cara ini, seni pertunjukan tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi alat untuk menyuarakan aspirasi demokratis dan memobilisasi masyarakat untuk bertindak.


Di Indonesia, perteateran kontemporer sering kali menjadi ruang untuk merespons dan mengeksplorasi isu-isu politik yang berkaitan dengan dinasti politik. Banyak seniman teater menggunakan seni pertunjukan untuk mengkritik praktik korupsi, nepotisme, dan stagnasi politik yang disebabkan oleh dominasi dinasti politik. Dalam proses ini, seni pertunjukan menjadi platform untuk merangsang dialog publik dan membangun kesadaran politik di kalangan masyarakat, menciptakan tekanan bagi reformasi politik yang lebih luas. 


Dengan demikian, perteateran kontemporer di Indonesia berperan sebagai agen perubahan sosial dan politik yang penting. Bersamaan pula pada perteateran modern dunia juga mencerminkan peran seni dalam mengeksplorasi dinamika kekuasaan politik dan mencetuskan refleksi kritis terhadap dinasti politik. Banyak produksi teater global menyoroti tema-tema seperti ketidakadilan politik, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidaksetaraan sosial yang seringkali terkait dengan sistem politik yang diwariskan secara turun-temurun. 


Bilamana kita tak sempat menonton produksi teater global di Broadway Theatre, New York City, Amerika Serikat., di Royal National Theatre, London, Inggris, di  Berliner Ensemble, Berlin, Jerman, di Teatro Colón, Buenos Aires,  Argentina, maupun di Théâtre du Soleil, Paris, Prancis –banyak referensi yang bisa didapatkan lewat media sosial masa kini terhadap sejumlah pementasan teater di tempat-tempat tersebut,  tempat di seluruh dunia di mana produksi-produksi teater yang menyoroti tema-tema seperti ketidakadilan politik, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidaksetaraan sosial dapat ditemukan dan dinikmati oleh penonton dari berbagai belahan dunia.


Sementara itu banyak produksi teater Indonesia menyoroti tema-tema seperti ketidakadilan politik, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidaksetaraan sosial yang seringkali terkait dengan sistem politik yang diwariskan secara turun-temurun. Pentas yang selalu menjadi legenda perteateran modern terhadap hal ini antara lain “Kisah Perjuangan Suku Naga” produksi Bengkel Teater karya WS Rendra, ataupun “Opera Kecoa “ produksi Teater Koma karya N. Riantiarno. Termasuk tak boleh diabaikan pula sejumlah pentas dari Teater Garasi, Teater Payung Hitam, Teater Gandrik, maupun Teater Dinasti pimpinan Fadjar Suharno dengan lakon “Geger Wong Ngoyak Macan”.  Termasuk yang paling gres pentas "Musuh Bebuyutan" produksi Forum Budaya Indonesia Kita karya Agus Noor.


Maka jelaslah bahwa dalam teater ini, karakter-karakter dan plot sering kali digunakan untuk memperkuat pesan moral dan politik, menyediakan wawasan yang mendalam tentang kompleksitas politik modern. Di Indonesia, perteateran kontemporer juga memberikan wadah bagi eksplorasi naratif alternatif yang menentang dominasi dinasti politik. 


Para teaterus sering menggunakan seni pertunjukan sebagai alat untuk memberikan suara kepada kaum minoritas dan masyarakat yang terpinggirkan, yang sering menjadi korban dari praktik nepotisme dan ketidakadilan politik. Dalam prosesnya, perteateran membuka ruang untuk menyelidiki identitas budaya yang kompleks dan menghidupkan kembali narasi-narasi yang terpinggirkan oleh dominasi politik.


Sedangkan dalam konteks global yang semakin terhubung, perteateran modern juga memfasilitasi pertukaran budaya dan ideologi tentang politik dan pemerintahan. Produksi teater dari berbagai belahan dunia seringkali mengeksplorasi tema-tema politik yang relevan secara global, menyediakan platform untuk berbagi perspektif dan pengalaman. Dengan demikian, perteateran modern berfungsi sebagai jembatan budaya yang memungkinkan kolaborasi antarbudaya dalam penanganan masalah-masalah politik yang bersifat universal. (Bersambung)


*Zackir L Makmur, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan, Anggota Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL), aktif di IKAL Strategic Center (ISC), dan penulis buku Manusia Dibedakan Demi Politik (2020).

Ads