Advertisement
Ignatius Rolly Coun Rorah |
Oleh: Ignatius Rolly Coun Rorah
(Dosen Fakultas Ekonomi Unika De La Salle Manado)
Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa bahasa menunjukkan identitas sebuah bangsa. Bahasa menjadi pemersatu satu kelompok atau suku bangsa, karena bahasa menjadi pengantar untuk berkomunikasi atau berinteraksi satu dengan yang lain dalam kelompok itu. Di Indonesia, bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu orang Indonesia. Bahkan bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi sidang umum UNESCO. Hal itu termaktub dalam laman Kemdikbud, yang secara tidak langsung merupakan pengakuan terhadap Indonesia di kancah internasional.
Tidak hanya itu, dalam laman kemendikbud.go.id juga ditegaskan bahwa: Hal tersebut diatas, merupakan salah satu implementasi dari amanat Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaaan, yang menuliskan bahwa, pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. Maka dari itu, pantas kita bersyukur atas adanya pengakuan ini.
Dalam praksis di lembaga pendidikan, bahasa Indonesia sampai saat ini, menjadi sebuah mata pelajaran atau mata kuliah wajib, bagi para pembelajar, baik di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, dan bahkan perguruan tinggi/universitas. Dengan demikian, maka sisi penting dan vital dari bahasa Indonesia tak bisa dielakkan.
Sebagaimana kita ketahui, negara Indonesia bukan hanya memiliki bahasa Indonesia saja, tapi juga ratusan bahasa daerah. Fakta ini tentu mementaskan sebuah situasi bahwa pengguna bahasa daerah akan selalu berhadapan bahkan berkonfrontasi dengan bahasa Indonesia, termasuk bahasa asing. Dalam konteks sedemikian nyata ini, biasanya seorang anak pada awalnya akan selalu berhadapan dengan bahasa ibu. Adapun bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikenal oleh seorang anak melalui ibunya. Dalam konteks kita di Indonesia, bahasa ibu dapat berupa bahasa daerah atau indigenous language namun dapat pula berupa bahasa Indonesia(sumber: Mentarigroups). Hal itu tentu tergantung dari kondisi dan situasi budaya dari si ibu yang mengajarkannya kepada anak.
Bandingkan anak-anak di kota besar yang sarat dengan bahasa Indonesia, pasti akan mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak-anak sebagai bahasa ibu. Sementara ibu dan anak-anaknya berada dalam kultur bahasa Tombulu, sedikit banyak akan mengajarkan istilah-istilah dalam bahasa Tombulu kepada anaknya itu. Walaupun sejatinya eksistensi bahasa Tombulu mengalami banyak tantangan untuk terus bertahan atau tidak. (Sumber: Tribun Manado)
Maka dari itu, pengenalan terhadap bahasa secara jelas telah berlangsung sejak subjek masih anak-anak. Hal ini tentu menegaskan sebuah fakta bahwa budaya dan bahasa memiliki hubungan simetris, karena fungsinya sebagai alat komunikasi utama setiap subjek (si anak dan si ibu). Bahasa Indonesia dengan konteks budayanya, secara tidak langsung, juga misalnya, memiliki hubungan dengan bahasa Tombulu dengan konteks budayanya. Fakta ini mendukung inti dari tulisan ini, bahwa bahasa dan budaya akan selalu berhubungan.
Kendati begitu, pertanyaannya sekarang adalah bagaimana bisa menjelaskan hubungan yang dimaksud itu? Menurut hemat penulis, bahasa dan budaya memang merupakan dua sisi yang tidak bisa kita pisahkan. Bahasa Indonesia dibentuk berdasarkan budaya dan kebudayaan di Indonesia, di mana bahasa Indonesia itu, merupakan pemersatu keragaman budaya yang ada Indonesia. Demikian pun, bahasa Tombulu merupakan bahasa Ibu, yang lahir dari konteks budaya dan kebudayaan orang Minahasa dengan tradisi Tombulu.
Akhirnya, kita harus mengakui bahwa bahasa yang digunakan oleh seseorang (subjek) sangat dipengaruhi oleh konteks sosial budaya yang ada di sekelilingnya. Diketahui bahwa, konteks budaya tersebut amat bergantung pada status sosial, aktivitas, daerah geografis, usia, dan lain sebagainya. Bahasa yang digunakan masyarakat di perkotaan akan berbeda dengan bahasa yang digunakan masyarakat daerah pedesaan. Hal itu karena konteks sosial budaya di masing-masing wilayah berbeda dan menyertai kehidupan masyarakatnya. (Sumber: Kompas.com)
Oleh karena itu, hal terpenting untuk perlu didalami oleh semua orang adalah bahwa bahasa dan budaya tidak bisa lepas satu dengan lainnya, karena bahasa dibentuk oleh budaya, dan budaya turut membentuk bahasa itu. (*)