Catatan Rudolf Puspa: 50 Tahun Teater Keliling -->
close
Pojok Seni
13 February 2024, 2/13/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-02-13T01:00:00Z
Artikelteater

Catatan Rudolf Puspa: 50 Tahun Teater Keliling

Advertisement

Teater Keliling 50 tahun
Pentas Mega-mega oleh Teater Keliling di tahun 2006




13 Februari 1974 - 13 Februari 2024


Lahir. Merangkak. Berjalan. Berlari. Berlari makin cepat untuk terus berlari hingga tak terhingga menggapai awan yang terus bergerak mengelilingi bumi tiada henti. Semangat yang tetap membara menghangatkan mesin2 disegala lini agar tak ada kata surut apalagi menyerah kalah.


Setengah abad tidak terasa lelah karena dalam menghadapi segala kesulitan selalu dihadapi sebagai sebuah tantangan untuk berlaga sebagai sparing partner. Keringat terus mengucur sepanjang waktu namun api tak redup dan jusru semakin berkobar  membawa daya kebangkitan teater Indonesia dari dan untuk bangsa Indonesia; melesat cepat hadir ditengah peradaban dunia yang terus menerus bergerak membawakan cipta karsa karya baru.


Hari ini 13 Pebruari 2024 hatiku terperangah melihat jauh kebelakang bayi itu merangkak dari desa ke desa hingga kota ke kota bahkan meloncat ke negeri tetangga dekat hingga yang jauh. Berbagai tinju, hantaman, injakkan yang menggulung menyapu bocah yang tertatih terbata harus terhempas terpental hingga ke pojok2 sunyi sendirian tanpa punya waktu untuk mengeluh mengaduh. Suka tidak suka semua harus diterima sebagai asupan utama sebuah hikayat perjuangan hidup menghidupi lumbung Teater yang masih kosong.


Teater Keliling 50 tahun
Teater Keliling di tahun 2024


Dan ibu pertiwi yang menjelma menjadi “MAE” yang hadir menorehkan dongeng keajaiban yang datang setiap saat melalui senyum dari bibir dan mata  sehingga rasa sepi dan sangsi justru menjadi asupan sehat kuat pikiran dan hati.  Kami mendengarkan dengan seksama Mae melantunkan lagu yang dibalik setiap kata2 tersirat daya dobrak untuk terus melangkah maju.


Mae: “Saya kesepian. Saya sungguh-sungguh kesepian sebagai perempuan. Tidak itu saja. Bahkan saya sangat kesepian sebagai manusia. Sampai-sampai saya sangsi pada diri saya sendiri. Sampai-sampai saya tidak lagi tau di mana saya ini berada.  Betul-betul seperti mimpi. Mimpi yang sangat buruk! Kalau sampai pada tempat itu alangkah ngerinya. Saya tidak lagi dapat melihat apa-apa. Saya mulai menyangsikan semuanya. Saya sangsi apakah saya ada atau tidak ada. Atau apakah yang ada dan apakah yang tidak ada. Apakah saya yang ada dan yang lain tidak ada. Atau apakah yang lain ada dan saya yang tidak ada. Apakah…….. tak tahulah! Seluruhnya hanyalah jalanan panjang yang lengang tak berujung. Sementara tapak kaki mulai kabur. Segala yang hidup disibuki oleh tugas kewajibannya masing-masing. Tapi saya…… perempuan kertas yang dipinjami nyawa cuma. Tersia dan disingkirkan dimana-mana.”


Pada awal penggarapan naskah karya Arifin C Noer berjudul Mega Mega yang ditulis tahun 1962 di Yogya memang kami sangat emosional. Pendekatannya adalah sekelo,pom gelandangan yang miskin sehingga hanya bisa tinggal di bawah pohon beringin ditengah alun-alun depan  keraton Yogyakarta. Namun dari perjalanan puluhan kali pentas justru semakin menemukan apa yang disebut “kearifan”. Soliloquy atau monolog panjang Mae justru membawa kekuatan yang tersirat dari setiap kalimat atau kata bahkan huruf2nya yang mengetuk hati yang sakit untuk bangkit. Sejak itu bertemulah dengan kekuatan dalam yang muncul menjadi senyum di mata dan bibir Mae. Jika tetap menerima ujut para tokoh adalah gelandangan namun kami meyakini adalah gelandangan “intelek”. Dari kalimat2nya terasa adalah kalimat2 sehari2 namun berada di ranah filsafat.


Begitulah naskah Mega Mega kemudian menjadi buku panduan kami untuk lebih cepat mengenal kehidupan yang keras dan bagaimana menggaulinya sehingga justru terasa kenikmatannya. Dalam mindset kami hanya satu yakni bekerja sekuat tenaga agar keliling tidak terhenti terutama jika alasannya adalah kebutuhan hidup duniawi yang sering jadi alasan klasik yakni soal duit. Harus justru dirubah dari duit menjadi “do it”. Maka kami harus siap untuk berhari-hari hingga berbulan bulan tidak pulang walau tidak ada sponsor. Dengan sikap nekat yang berkekuatan tekad pantang mundur maka kembali naskah Mega Mega memberikan ayat yang tepat kuat  diucapkan salah satu peran yakni Retno yang karena tekanan hidup yang berat terpaksa menjual diri setiap malam.


pentas teater keliling
Pentas Mega-Mega tahun 1974. Tampak di foto para pemain antara lain Willem Parirajawane, Saraswaty, Hidayat (alm), Jajang C Noer, dan Paul Pangemanan.


Retno: “Segala bisa asal mau”


Kalimat pendek yang diucapkan dengan ketus itu selang beberapa waktu dalam perjalanan keliling sering terucap oleh kami ketika dalam kegiatan sehari-hari menemui berbagai halangan yang sangat tidak masuk akal bisa ditembus secara nalar umum. Pada saat muncul rasa menuju patah semangat hingga menimbulkan tanya untuk apa sih berteater yang nyata nyata tidak menyelematkan kebutuhan hidup sehari2 yang wajar? Keluar masuk lembaga hingga perusahaan hampir selalu ditolak.  Bahkan sampai hafal cara penolakkan secara halus dengan mengucap “saya pelajari dulu. Nanti dikabari”. Kami lama lama menjadi terbiasa dengan kalimat tersebut dan siap untuk tidak pernah dapat kabar. Tentu lecewa sedih bahkan hati terasa seperti apa yang dikatakan Mae; tersia dan disingkirkan dimana-mana. Namun Retno memberi suntikkan yang Ajaib. Pendek lugas dan ces pleng. Maka siapapun yang terucap kembali kalimat tersebut maka kami langsung tertawa bersama.


Pandai menikmati apa yang didapat ternyata menjadi salah satu sikap yang menyelamatkan dalam kegiatan berkesenian khususnya teater yang orang pada umumnya masih mencibir bahwa masa depannya gelap. Banyak orang tua yang maaf masih tidak menyetujui anaknya ikut kegitan teater disekolah karena beralasan hidup bebas dan tak bermasa depan cemerlang dalam arti kaya raya dalam hal duniawi. Namun peserta ekskul justrtu seemakin banyak diminati karena ada satu bentuk latihan yang kami berikan yakni olah rasa yang ternyata mampu membebaskan diri dari beban2 hidup yang menekan kebebasan berexpresi. Olah rasa membuka tekanan2 tersebut sehingga menjadi segar berkilauan hati mereka. Menjadi tenang dan mampu mengikuti irama kehidupan yang beraneka warna iramanya dan tidak terlalu berharap akan sukses, akan dihormati, diperhatikan, hingga dihargai baik ujut piagam hingga segerobak uang. Lagi lagi Hamung sang tukang becak dalam naskah Mega Mega selalu nyletukkan kalimat melalui kalimat pendek yang juga tepat sasaran dan membuat gerr penonton.


Hamung: “Jangan terlalu banyak mengharap, kecewa pada akhirnya”


Ini peran yang kocak. Memandang hidup hampir datar saja. Menerima apa yang didapat tanpa perlu mengeluh. Dan peran ini benar2 jadi role model kami dalam mengarungi samudera kehidupan yang jelas tak lepas dari gemuruhnya gelombang yang sering mengancam keselamatan manusia. Tercatat pengalaman pahit yang sangat menyakitkan yang tidak sedikit. Misalnya ketika pertama kali berhasil mendapat sponsor pertunjukkan di Penang Malaysia tahun 1975 tiba2 ketika kami sudah mendarat di Singapura dan berencana naik kereta api ke Kualalumpur untuk terus ke Penang kami mendapat telpun pertunjukkan batal. Tone Brulin, sang dosen teater yang mengajar seni teater di University Sains Malaysia karena ada pertentangan dengan rektor ia memutuskan keluar den pulang ke negerinya Belgia. Ketegangan tentu terjadi namun kami bersepuluh mencari jalan keluar. Waktu itu kami sudah kenal apa yang dikatakan The Show must go on. Kami menginap dikeluarga Leyla Lubis salah satu anggota dan besok malamnya melanjutkan ke Malaysia. Di Kualalumpur kami ke KBRI dan dibantu menginap di wisma selama tiga hari dan kalau tidak ada jalan keluar dimohon kembali saja pulang. Dery sebagai pimpinan berjuang sekuat tenaga dibantu pak Bustami salah satu staf di bagian kebudayaan KBRI. Dikenalkan dengan cik Arii Ahmad kepala bidang kebudayaan university Malaya Kualalumpur.Kabar gembira datang dan kami diangkut menginap di asrama mahasiswa. Dikenalkan ke menteri kebudayaan Malaysia dan skhirnya yang tadinya cuma main di Penang jadinya pentas di hampir seluruh kampus di Malaysia yang dipelopori Univ Malaya dan juga dikirim ke daerah2 seluruh Malaysia. Masih banyak cerita2 serupa dari dalam negeri.


Atas keberhasilan di Malaysia tersebut kamipun mendapat asupan pemahaman hidup bahwa diperlukan jiwa kesatria dalam arti memiliki kecintaan pada passion yang dipilih dan berani dan siap menjalani segala bentuk risikonya. Bahkan diceritakan dalam naskah Mega Mega seorang remaja yang berkobar2 heroismenya  walaupun secara umum pilihan lakunya bernilai negatif. Tokoh remaja yang bernama Panut mengatakan dengan sikap heoriknya kepada Mae bahwa keyakinannya adalah kebenarannya.


Teater keliling 50 tahun
Proses latihan Mega Mega tahun 2024.


Panut:  “Mencopet adalah seni hidup yang paling tinggi. Seperti halnya berjudi, dasarnya memang untung-untungan. Tapi kata mas Woto untung-untungan itu sudah sifatnya dunia, sifatnya …….”


Disambut Hamung : “Tutup moncongmu bocah”


Dalam hal ini penulis naskah ingin menunjukkan bahwa seseorang bisa terpengaruh oleh orang lain yang memiliki kemampuan menguasai dan mempengaruhi orang lain dalam memilih pekerjaan. Soal baik tidaknya itu urusan lain tentu saja. Jadi hidup ini bisa diibaratkan sebuah perjudian. Menang kalah sepertinya bukan kita yang nenentukan walau punya kesempatan untuk berjuang meraih kemenangan. Diperlukan kesadaran dalam memilih memilah mana yang terbaik namun yang bernilai mulia. Oleh karenanya telah diingatkan bnahwa sebelum menerima ajaran yang datang dari luar diri perlu “eling lan waspodo” atau selalu ingat dan waspada.


Hadir pula melalui naskah Mega Mega tokoh bernama Tukijan yang bekerja sebagai kuli dipasar.  Pekerja keras yang memiliki cita-cita bertransmigrasi ke Sumatrra. Zaman itu transmigrasi disosialisasikan sebagai jawaban untuk mengatasi kemiskinan. Ia tertarik dan mengajak Retno pergi bersama. Namun selalu ditolak karena Retno belum yakin akan merubah nasib walau ia mencintai Tukijan tapi rela berpisah. Tukijan tentu saja juga tak ingin berpisah hingga ia mengatakan bahwa ia tidak peduli siapa Retno namun merasa tak bisa berbuat apa-apa seandainya Retno tidak ada.  Seperti Mae bilang iapun sangsi atas pilihannya tapi harus berani mencoba. Dalam kegalauannya ia mengatakan dengan penuh kemantapan atas pilihannya.


Tukijan: “Saya juga tidak suka menjanjikan apa-apa. Semuanya masih bakal. Yang saya miliki hanya kemauan. Dan lagi kita hanya mendengar bahwa tanah diseberang penuh kekayaan yang masih terpendam. Sangat luas. Segalanya masih terpendam. Segalanya. Didalam tanah dan di dalam diri kita. Kalau kita sungguh-sungguh menghendaki, kita harus mengangkatnya kepermukaan hidup kita. Saya kira begitu.”


Idealisme sangat diperlukan dalam sebuah laku perjuangan apapun yang diperjuangkan dalam hidup. Idealisme sering diterjemahkan sebagai cita-cita, mimpi yang menjadikan seseorang memiliki kemantapan dalam meraihnya. Namun idealisme sering berhadapan dengan lawan yang bisa sebesar idealisme itu sendiri. Tidak mudah tentu saja memecahkannya. Diperlukan kekuatan lain yang mampu menyatukan kembali pertentangan2 hidup. Mae yang melalui kasih sayangnya kepada semua yang hidup bersamanya mampu menyatukan perbedaan2 justru membentuk kekuatan baru yang dahsyat.


Bersyukur dalam perjalanan setengah abad teater keliling kini mendapat payung besar yang mengayomi dari teriknya panas matahari dan badai hujan yang bisa muncul kapan saja. Payung tersebut adalah telah berlakunya undang undang no.5 tahun 2017 tentang “Pemajuan Kebudayaan”. Bahwa melalui kebudayaan maka akan terwujut kehidupan para pelaku kesenian yang sehat lahir batin atas suasana gelora berkesenian khususnya.Seniman mendapatkan ruang dan waktu kebebasan berkarya dan pemerintah menjadi fasilitator. Sebuah bentuk kerjasama yang sangat mulia dan tentu saling menguntungkan karena tidak ada lagi kekuatan2 yang semaunya saja menggunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadinya melalui bantuan kesenian.


Namun demikian karena adanya alat utama dalam kegiatan sehari-hari yang disebut “uang” maka kehendak untuk bekerja tanpa pamrih sering sadar atau tidak dipengaruhi oleh adanya kebutuhan senjata ampuh untuk mendapatkan apa yang diinginkan yakni uang. Bahkan orang bisa hilang kewarasannya akibat terus menerus terobsesi benda mati tersebut yang menjelma menjadi bagian dari oligarki kekuasaan.  Tidak heran jika remaja yang kerjanya mengemis dan seharusnya memiliki hati dan pikiran yang bening bisa terperosok kealam gangguan kejiwaan akibat keracunan keyakinan yang selalu dikatakan tentang uang.


Koyal: “….. lalu saya fikir saya harus punya banyak uang dulu. Malah akhirnya saya mencintai uang. Mengapa tidak? Saya telah melihat rumah yang bagus-bagus. Saya tekah melihat mobil yang bagus-bagus. Saya telah melihat segala apa yang hanya bisa didapatkan dengan uang……”


Setengah abad berkeliling bukan waktu yang sedikit harus berhubungan dengan apa yang disebut oleh Koyal “uang”. Namun ucapan kayalan si Koyal justru memberikan kesadaran untuk menghindarkan diri dari penyakit jiwa. Sakit hati masih bisa mendapat pengobatan bahkan oleh dirinya sendiri. Tapi sakit jiwa? Koyal menjadi tokoh atau guru kami dalam hal selalu ingat bahwa antara idealisme dan uang bisa berkawan baik ketika masing2nya bisa kita jalani bagai rel kereta api. Dua lajur yang terus bergandengan karena memang saling membutuhkan. Disinilah nilai gotong royong yang sudah menjadi roh bangsa perlu terus dijaga kehidupannya. Maka kamipun berseru  bagi kehidupan bersama dalam sebuah wadah atau rumah besar teater keliling yakni “Uang perlu tapi bukan tujuan”


Terakhir tokoh pemuda yang sampai pada pertumbuhan “sex” yang secara alami bisa dipahami secara wajar. Iapun mencoba kedaerah pelacuran untuk melampiaskan hasrat atau nafsunya. Namun sebagai manusia ia masih mampu mendengar suara hati yang membisikkan itu adalah laku yang salah. Kegalauan yang besar ini selalu membuyarkan hasratnya dan gemetaran berhadapan dengan penjaja madu sehingga melarikan diri. Tentu ini merupakan pelajaran yang sangat berharga yakni menjadikan laku seni sebagai pengantar hati menjadi eling lan waspodo. Suara hati adalah suara yang paling sulit untuk didengar. Kita tak mengetahui dimana ia berada walaupun percaya ia ada didalam diri kita. Ia ikut kemanapun kita pergi yang selanjutnya manusia sendiri yang memilih akan mendengar atau menutup telinga.


Mega Mega sebuah naskah besar yang turut menjadi sejarah awal teater keliling berjalan. Dan Mega Mega sudah dipentaskan 157 kali di Indonesia, Singapura, Malaysia. Naskah produksi pertama teater keliling tahun 1974 disiapkan dalam kurun. waktu 4 bulan yang berlatih tiap hari kecuali Sabtu dan Minggu di Taman Ismail Marzuki dari pagi hingga sore. Mengingat nilai kesejarahannya maka teater keliling memilih memproduksi kembali untuk dihidangkan dalam perayaan memperingati hari lahirnya teater keliling. Pementasan akan diselenggarakan 23 Pebruari 2024 malam untuk awak media dan undangan khusus dan dilanjutkan untuk umum tanggal 24 dan 25 Pebruari 2024 jam 14.00 dan 19.30 di gedung kesenian Jakarta.  Kali ini Mega Mega disadur menjadi pertunjukkan musikal drama oleh Rudolf Puspa dan Dolfry Inda Suri. Produksi oleh teater keliling generasi kedua dengan pimpinannya Dolfry Inda Suri yang juga menjadi produser didampingi Dery Syrna sang pendiri menjadi executive producer. Sutradara masih dipercayakan kepada Rudolf Puspa, yang didampingi astrada Aditya Jaya dan Fabian Lakoy.


Saya benar benar merasakan campur aduknya rasa bangga, senang, terharu bahwa teater keliling mampu memasuki umur setengah abad. Walaupun cerita jungkir baliknya yang kadang nyungsep penuh luka bakar dan tusukkan belati dari kiri kanan muka belakang atas bawah sampai almarhum anggota dan sekertaris pertama teater keliling Dahri Nasution menyatakan “sampai berdarah telor itu” dalam memeras keringat dan darah untuk hidup dan sekaligus menghidupi teater Indoinesia.


Sejak tahun 2013 generasi kedua telah sedikit banyak merubah keadaan karena besarnya keyakinan bahwa segala bisa asal mau ternyata mampu menembus aral pelintang yang datang dan tetap masih akan datang kapanpun. Semua selalu diatasi dengan adanya mindset utama yang kuat sesuai dengan kaidah seni teater yakni “karya seni teater adalah hasil kerja kolektif”. Maka setiap anggota baik yang senior, muda bahkan yang masih calon atau mampirpun wajib menyadari dan melaksanakan hal ini. Tanpa memiliki kemampuan membangun kebersamaan dalam diri maka sangat sulit untuk mampu berada di panggung dan berkarya yang komunikatif. Bukan hanya berkomunikasi dengan teman main namun juga penonton karena penonton adalah bagian dari karya seni teater. Ada korelasi akrab yang saling menbutuhkan.


Gembiraku hari ini tumbuh kekuatan merentangkan hati berteriak sambil bercengkerama sehingga terdengar suara nyanyian merdu menyatu dalam gerak tari dan ucapan indah untuk selamanya “Teater keliling…………… Keliling terus !!!”


Salam jabat merdeka berkarya seluruh insan yang ada di teater keliling dalam derap langkah pemajuan kebudayaan Indonesia. Bersama dalam kebersamaan tiada henti memperingati setengah abad kebangkitan teater keliling 13 Pebruari 1974-2024.


Hormat penuh iklas bagi siapa saja yang selalu turut berkolaborasi dalam bentuk apapun dan tak lupa hormaaaaaaat kepada seluruh penonton teater keliling dimanapun berada.


Teatermu teaterku teater kita.


Jakarta 13 Pebruari 2024.

Rudolf Puspa

Email: pusparudolf29@gmail.com

Ads