Advertisement
Buku yang ditulis Suyatna Anirun tersebut memberikan pembacanya dasar-dasar dan apa saja yang dipelajari untuk menjadi seorang sutradara teater. Metode penyutradaraan yang diajarkan Suyatna Anirun dalam buku tersebut juga berdasar dari berbagai teori dan referensi akademik, sehingga buku tersebut penting dibaca oleh mahasiswa jurusan teater, hingga orang yang belajar teater secara otodidak di grup-grup teater.
Namun, perlu digaris bawahi bahwa metode yang digunakan oleh Suyatna adalah metode yang disusunnya sendiri. Anda mungkin akan berhasil ketika memiliki kelompok teater dengan sejumlah anggota yang memiliki setidaknya dasar dan kecintaan teater. Selain itu, Suyatna juga mendirikan teater di era ketika teater masih mendapat tempat utama di masyarakat.
Menariknya adalah, Suyatna Membagi bagian-bagian di buku ini seperti sebuah pertunjukan teater. Ia memulai dengan prolog, dilanjutkan dengan babak I, babak II, babak III, babak IV, lalu ditutup dengan Epilog.
Secara umum, bagian prolog berisi unsur-unsur seni peran, kemudian ada penguasaan naskah serta cara menuangkannya ke sebuah pertunjukan. Langkah berikutnya adalah penguasaan panggung (sebagai sarana ekspresi), juga penggunaan teknik artistik dan cara merencanakannya.
Berikutnya, ada hal yang disebut oleh Suyatna Anirun sebagai "peralatan penyutradaraan" yang juga harus dikuasai yakni hal yang mesti dipertimbangkan sebelum menciptakan gerak, pikturisasi, tempo, irama, dan suara.
Penguasaan ilmu-ilmu pendukung, baik untuk menguasai naskah maupun menuangkannya ke dalam bentuk pertunjukan. Misalnya; ilmu bahasa, sejarah, antropologi, musik, dan sebagainya.
Buku ini berbentuk kumpulan tulisan atau catatan Suyatna Anirun selama ia menjadi sutradara. Ia memulai dengan pertanyaan penting, yakni "apa itu sutradara?", dan "apa peranan sutradara".
Setelah itu, menurut Suyatna, sutradara memiliki fungsi "pencipta" dalam kerja teater. Maka, sutradara mesti memenuhi fungsi penciptaan tersebut. Hal itu ditunjang dengan kemampuan untuk menciptakan atau menemukan gagasan-gagasan pertunjukan yang baru dan segar.
Baik, kita berhenti di sini membahas "metode Suyatna" dalam penyutradaraan. Karena, satu hal yang saya ketahui adalah, buku ini sangat terbatas dan cukup sulit ditemukan. Saya bahkan baru "menemukan" buku ini dalam bentuk "fotocopian" saat adik saya kuliah di jurusan teater. Saya baru bisa memegang buku ini secara fisik adalah saat mengambil S2 di ISBI Bandung.
Tidak seperti buku-buku lain yang bisa Anda temukan di toko buku, offline maupun online, karena buku ini termasuk buku langka. Pertanyaannya, bila "saya bukan mahasiswa jurusan teater, hanya berkutat di UKM teater di kampus, lalu ingin menjadi sutradara, di mana saya bisa belajar menjadi sutradara?"
Satu kalimat yang bagus yang bisa kita kutip dari buku Menjadi Sutradara adalah, "teater adalah milik bersama... secara etik/moral, teater selalu membuka peluang untuk hadirnya kerja sama yang murni".
Bisa kita simpulkan bahwa teater saat ini tidak bisa lagi menjadi milik satu orang, atau hanya menonjolkan nama satu orang sebagaimana teater era terdahulu. Teater adalah kerja kolektif, dan semua orang punya tanggung jawab yang sesuai porsinya.
Tapi, bagaimana teater sebelum menjadi "teater"? Saat itu, sutradara tidak bekerja "hanya" menjadi penuntun para aktor. Dan hal inilah yang tidak ditemui di buku Menjadi Sutradara tersebut.
Menciptakan Sebuah Wadah
Ilustrasi Sutradara Teater |
Sebelum rehearsal, seorang sutradara akan duduk bersama pimpinan produksi dan melakukan hal-hal yang terkait dengan, apa pertunjukan yang perlu dibuat? Bagaimana jadwal latihan dan produksi? Apa konsep dan pendekatan yang perlu dilakukan untuk membuat sebuah pertunjukan drama? Apa riset yang perlu dilakukan sebelum memulai semua proses itu?
Jauh sebelum itu, di daerah-daerah, Anda akan dipusingkan dengan bagaimana mengumpulkan orang-orang yang sejiwa dan satu visi dengan Anda. Di perkotaan, atau daerah yang memiliki perguruan tinggi seni, Anda bisa "menampung" para sarjana teater, tata pentas, tata busana, pemusik, dan sebagainya dengan lebih mudah.
Tapi, pekerjaan itu akan jauh lebih sulit dilakukan di daerah. Alih-alih mengumpulkan seniman, Anda justru akan memulai pekerjaan dengan mengumpulkan orang-orang yang "mungkin" suka dengan seni. Tugas pertama, sebelum "teater" adalah menumbuhkan kecintaan pada seni dan memulai latihan dasar.
Jadi, langkah pertama adalah bagaimana menciptakan lingkungan latihan yang kondusif, sekaligus kreatif, dengan visi menciptakan sebuah produksi teater. Di sisi lain, juga membuka peluang berwirausaha bagi para anggota sanggar.
Mungkin melatih anak-anak SD untuk mengikuti lomba pantomim dan baca puisi, melatih anak-anak SMP membaca naskah dan membangun karakter, melatih anak-anak SMA untuk mempersiapkan pertunjukan monolog, lalu menciptakan organisasi teater di tingkat perguruan tinggi.
Tamatan perguruan tinggi itu (dari berbagai jurusan) bisa direkrut sebagai anggota sanggar, yang kemudian dibagi menjadi beberapa divisi; mulai dari divisi artistik hingga produksi.
Saat anggota sudah terkumpul pelan-pelan, lewat proses yang panjang tersebut, mulailah merencanakan sebuah produksi teater. Itu berarti, Anda akan mulai memimpin rapat produksi, dan mengatur jadwal latihan. Saat itu, akan ada banyak kemungkinan masalah timbul dari setiap variabel. Ini tugas tambahan seorang sutradara, ia mesti menangani setiap kemungkinan variabel yang salah, atau tidak berjalan dengan baik, dalam proses tersebut.
Pekerjaan Sutradara Sebenarnya
Setelah hal di atas bisa dilalui, maka Anda baru bisa memulai pekerjaan sutradara yang sebenarnya. Lagi-lagi, Anda harus memulainya dengan bertahap. Mulai dari drama pendek terlebih dulu. Kemudian, naskah yang lebih panjang dilakukan secara bertahap. Hingga akhirnya dipentaskan.
Atau, Anda bisa bekerja sebagai asisten sutradara di grup teater yang sudah lebih mapan terlebih dulu. Mungkin sebagai manajer panggung. Pengalaman-pengalaman tersebut sebenarnya akan sangat berguna ketika Anda memulai "karir" sebagai sutradara teater sebenarnya.
Pengalaman artistik bisa Anda dapatkan dengan pengalaman kerja sebagai asisten sutradara, manajer panggung, aktor, dan mengamati sutradara "sebenarnya" sedang bekerja. Ini langkah-langkah untuk memperkuat pengalaman artistik Anda.
Sedangkan untuk memperkuat pengalaman estetik, bisa Anda lakukan dengan menonton dan membaca lebih banyak drama.
Tapi jangan lupa juga tetap perkuat pengalaman akademik Anda. Baca buku tentang penyutradaraan atau mengikuti kelas sutradara akan sangat baik bagi Anda.
Setelah itu, saat Anda merasa sudah cukup memiliki "tiga pengalaman" tersebut, maka kembali lagi ke awal, di mana Anda akan pelan-pelan mengumpulkan orang-orang, lalu mendirikan sanggar/lembaga teater. Di Pojok Seni sebelumnya, kami sudah menuliskan Tips untuk membangun grup teater di daerah yang tidak "akrab" dengan teater.
Selain itu, artikel juga sangat penting untuk disimak, yakni tips mendirikan sanggar seni. Dan, setelah semuanya dilewati, barulah Anda bisa berbicara tentang "ideologi" atau "gagasan teater" setelah itu.