Seniman Dimiskinkan Oleh Rezim Materialistik (Bagian II-Habis) -->
close
Pojok Seni
26 January 2024, 1/26/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-01-26T01:00:00Z
ArtikelOpini

Seniman Dimiskinkan Oleh Rezim Materialistik (Bagian II-Habis)

Advertisement
Ilustrasi pementasan teater
Ilustrasi pementasan teater (teater anak Sanggar Pasinaon Pelangi, Surakarta)


Oleh  Zackir L Makmur*


(Baca bagian I di pranala ini: Seniman Dimiskinkan Oleh Rezim Materialistik Bag. I)


Rezim materialistik mencerminkan suatu pandangan dalam masyarakat yang memberikan penekanan yang sangat kuat pada nilai-nilai materi, kekayaan material, dan konsumsi sebagai ukuran utama untuk menilai keberhasilan atau kebahagiaan individu. Perspektif kaum demokrat mungkin melihat rezim ini sebagai potensi sumber ketidaksetaraan sosial, karena penekanan pada kekayaan material dapat menciptakan disparitas ekonomi di antara individu dan memunculkan tekanan untuk mencapai tingkat prestise tertentu. Kaum demokrat dapat menekankan pentingnya memperhatikan nilai-nilai immaterial seperti keadilan sosial, hak asasi manusia, dan kesetaraan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil.


Di sisi lain, pandangan kaum otorian mungkin melihat rezim materialistik sebagai alat untuk membentuk struktur sosial yang terorganisir dan terkendali. Mereka dapat menganggap penekanan pada ukuran material sebagai cara untuk mendorong produktivitas dan keberlanjutan ekonomi. Kaum otorian mungkin menilai bahwa struktur hierarki yang muncul dari nilai material dapat menciptakan keteraturan dan stabilitas dalam masyarakat.


Rezim Materialistik Memberikan Penekanan


Kedua perspektif ini juga dapat mengakui potensi dampak negatif rezim materialistik. Kaum demokrat dan otorian mungkin sepakat bahwa tekanan berlebihan pada kekayaan material dapat menyebabkan kesenjangan sosial, serta dampak psikologis dan lingkungan yang merugikan. Dalam hal ini, mungkin ada ruang untuk kolaborasi antara pandangan yang berbeda, dengan fokus pada menciptakan masyarakat yang seimbang, menghargai kepentingan immaterial, dan memperhatikan keberlanjutan jangka panjang.


Dalam konteks pandangan kaum demokrat, John Stuart Mill menyatakan, "Kesejahteraan masyarakat dapat diukur dari tingkat kebebasan dan kebahagiaan individu di dalamnya." Mill menekankan pentingnya kebebasan individu dan kepuasan batin sebagai elemen kunci dalam menilai kemajuan masyarakat. Kaum demokrat cenderung melihat rezim materialistik sebagai potensi pembatasan terhadap kebebasan dan kesejahteraan individu jika tidak diimbangi dengan nilai-nilai immaterial yang lebih mendalam.


Sementara itu, kaum otorian dapat mengacu pada pemikiran Thomas Hobbes, yang mengemukakan bahwa struktur otoriter dapat menciptakan ketertiban dan stabilitas dalam masyarakat. Hobbes mengatakan, "Dalam keadaan alam, hidup manusia adalah 'perang semua lawan semua,' dan kehadiran pemerintah yang kuat adalah solusi untuk mencegah kekacauan." Pandangan ini dapat mencerminkan persepsi kaum otorian bahwa rezim materialistik dapat menjadi landasan untuk menciptakan struktur sosial yang terorganisir dan terkendali. 


Namun, Immanuel Kant, seorang filsuf moral, menyumbangkan pandangan yang mencerminkan keprihatinan terhadap pengabaian nilai-nilai immaterial dalam pandangan masyarakat. Kant mengajukan gagasan bahwa nilai moral dan etika harus menjadi dasar dari tindakan manusia. Dia mengatakan, "Dua hal penuh kagum dapat dilihat: langit bintang di atas dan hukum moral di dalam hati." Dalam konteks ini, pemikiran Kant dapat menyoroti kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara nilai material dan nilai moral dalam pembentukan masyarakat.


Bagi masyarakat yang ingin memperbaiki dampak negatif rezim materialistik, Mahatma Gandhi menawarkan pandangan yang menginspirasi, "Hidup sederhana, berpikir besar, memberi lebih banyak." Kutipan ini mencerminkan pemikiran bahwa melalui kehidupan yang sederhana dan memberikan lebih banyak perhatian pada aspek-aspek immaterial seperti kebijaksanaan dan kebahagiaan batin, masyarakat dapat menciptakan pondasi yang lebih berkelanjutan dan berdaya tahan dalam jangka panjang. Dengan demikian, dalam mencari solusi untuk dampak rezim materialistik, perlu adanya refleksi mendalam dan dialog antara berbagai perspektif filsafat untuk membentuk masyarakat yang menggabungkan nilai-nilai material dan immaterial dengan bijaksana.


Seniman Dimiskinkan Oleh Rezim


Istilah “seniman dimiskinkan” merujuk pada fenomena di mana seniman atau pekerja kreatif tidak mendapatkan penghargaan atau kompensasi yang setara dengan kontribusi kreatif mereka. Seperti yang dikatakan oleh ekonom Richard Florida, Seniman sering kali berkontribusi pada inovasi dan kekayaan suatu masyarakat, tetapi sayangnya, mereka sering diabaikan atau tidak dihargai secara ekonomi.


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seniman dimiskinkan melibatkan struktur industri seni, hak cipta, distribusi karya, dan ketidaksetaraan dalam pembagian royalti. Seperti yang diungkapkan oleh filsuf Martha Nussbaum, Ketidaksetaraan dalam pembayaran seniman tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merugikan masyarakat yang kehilangan nilai-nilai dan pandangan yang beragam.


Peningkatan digitalisasi dan distribusi online, meskipun memberi seniman akses lebih luas ke audiens, juga dapat memperumit masalah pembayaran dan hak cipta. Seperti yang dinyatakan oleh Michel Bauwens, seorang pemikir ekonomi, 'Kita harus membangun model ekonomi yang menghargai kontribusi seniman dan menciptakan keadilan dalam distribusi nilai ekonomi yang dihasilkan.


Dalam menghadapi tekanan untuk menciptakan karya yang dianggap 'komersial,' seniman mungkin mengorbankan kreativitas atau proyek berisiko tinggi. Sebagaimana dikemukakan oleh John Ruskin, seorang kritik seni, “Karya seni sejati bukanlah tentang keuntungan materi, tetapi tentang keberanian untuk mengungkapkan kebenaran dan keindahan.” Perubahan dalam struktur industri seni dan dukungan terhadap hak-hak seniman adalah langkah-langkah krusial untuk menciptakan model bisnis yang lebih adil dan berkelanjutan bagi mereka yang berkontribusi pada penciptaan budaya dan ekspresi seni.


Dalam menghadapi tantangan finansial dan kurangnya pengakuan, seniman sering kali terdorong untuk bekerja secara mandiri tanpa jaminan pekerjaan atau keamanan finansial. Seperti yang diungkapkan oleh Joseph Beuys, seorang seniman konseptual, "Seniman adalah manusia pertama yang mulai bekerja untuk tujuan revolusi sosial; seniman adalah manusia pertama yang menciptakan struktur baru untuk kehidupan." Namun, realitanya adalah bahwa tantangan finansial dapat menghambat keberlanjutan karir seniman, dan pemahaman publik serta dukungan terhadap nilai seni yang sesungguhnya dapat membantu mengatasi stereotip bahwa seniman harus menderita demi karya seni mereka.


Peningkatan digitalisasi dan distribusi online, meskipun memberikan akses lebih luas ke audiens, memunculkan pertanyaan kritis tentang pembayaran dan hak cipta. Dalam kata-kata Lawrence Lessig, seorang akademisi hukum, "Teknologi memberikan kekuatan besar pada pihak yang mengontrol distribusi informasi, dan kita harus memastikan bahwa kekuatan tersebut tidak diarahkan untuk merugikan seniman dan kreativitas." Oleh karena itu, perlindungan hak cipta dan pembayaran yang adil menjadi fokus utama untuk menciptakan lingkungan dimana seniman dapat berkembang tanpa harus menghadapi ketidakpastian finansial.


Pada tingkat yang lebih luas, isu ketidaksetaraan dalam sistem distribusi juga dapat menciptakan kesenjangan ekonomi di antara seniman dan perantara seperti perusahaan rekaman atau penerbit. Sebagaimana ditegaskan oleh John Maynard Keynes, seorang ekonom, "Kesejahteraan masyarakat dapat diukur dari sejauh mana seniman dan penulis dapat hidup dan bekerja dalam kebebasan untuk mengekspresikan ide-ide mereka." Memperkuat transparansi dan keadilan dalam sistem pembayaran dan distribusi adalah langkah penting menuju pemulihan hak-hak ekonomi seniman.


Inisiatif yang didukung oleh advokat seni dan organisasi non-profit juga berperan penting dalam membawa perubahan positif. Seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial, upaya untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu ini, menggalang dukungan publik, dan melobi kebijakan yang mendukung seniman dapat membentuk masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan untuk komunitas seni secara keseluruhan.


Struktur Industri Seni yang Tidak Adil


Akan tetapi struktur industri seni yang tidak adil menjadi hambatan serius bagi seniman dalam meraih pengakuan, dan keberhasilan finansial, yang setara dengan kontribusi kreatif mereka. Tidak jarang, seniman menghadapi ketidaksetaraan dalam pembagian royalti, di mana mereka menerima bagian yang relatif kecil dari nilai ekonomi yang dihasilkan oleh karya mereka sendiri. Fenomena ini menciptakan ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan, dimana seniman harus berjuang keras untuk mendapatkan kompensasi yang sepadan dengan dampak kreatif mereka.


Ketidaksetaraan dalam biaya sewa gedung pementasan seni budaya, ataupun pembagian royalti sebuah karya,  menjadi semakin rumit mencekik seniman. Seringkali, pihak yang mengelola dan mendistribusikan karya seniman dapat memperoleh keuntungan yang signifikan, sementara seniman sendiri menghadapi kesulitan untuk memperoleh bagian yang adil dari nilai ekonomi yang dihasilkan oleh karyanya. 


Dalam struktur industri seni yang tidak adil ini, di sisi lain seniman terkadang mendapati diri mereka terjebak dalam kontrak yang merugikan, di mana mereka mungkin kehilangan sebagian besar kontrol atas karya-karya mereka. Ini bukan hanya masalah finansial, tetapi juga menciptakan ketidaksetaraan kekuasaan di antara para pelaku seni dan pihak-pihak yang mengelola distribusi karya-karya tersebut. 


Seniman dapat menjadi rentan terhadap eksploitasi dan merasa terpinggirkan dalam keputusan terkait dengan karya mereka. Kesenjangan antara seniman dan perantara dalam struktur industri seni menjadi semakin kompleks dengan berkembangnya teknologi digital dan distribusi online. Meskipun memberikan seniman akses lebih luas ke audiens, teknologi ini juga dapat memperumit masalah pembayaran royalti dan hak cipta. 


Seniman mungkin menemui tantangan untuk melacak dan memastikan bahwa mereka mendapatkan bagian yang adil dari hasil penjualan karya mereka, terutama dalam lingkungan dimana distribusi digital cenderung tidak terstruktur dengan baik. Para pelaku seni dan aktivis budaya telah memperjuangkan transparansi dalam struktur industri seni sebagai langkah menuju perubahan. Ini termasuk upaya untuk meningkatkan informasi dan pemahaman seniman tentang hak cipta dan pembagian royalti. 

Beberapa inisiatif juga mencoba mendukung seniman melalui model bisnis baru yang lebih adil, di mana seniman dapat lebih banyak mengontrol hak atas karyanya dan mendapatkan kompensasi yang setara dengan nilai ekonomi yang dihasilkan. Dalam masyarakat yang semakin menyadari ketidaksetaraan dalam struktur industri seni, dukungan untuk reformasi dan perubahan semakin berkembang.


Advokat seni dan kelompok aktivis mendorong untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan transparan, memastikan bahwa seniman diberikan penghargaan dan pengakuan yang setara dengan kontribusi unik mereka dalam menciptakan budaya dan ekspresi seni. Kesadaran akan ketidaksetaraan ini menjadi kunci untuk merangsang perubahan positif dalam struktur industri seni yang dapat memberdayakan seniman dan menciptakan lingkungan yang mendukung keberlanjutan karir mereka.


Para Seniman Memperjuangkan Hak


Seniman, walaupun dihadapkan pada tantangan yang signifikan dalam rezim materialistik, menunjukkan tekad dan semangat untuk memperjuangkan hak mereka agar diakui dan dihargai secara setara. Peningkatan transparansi dalam pembayaran royalti telah menjadi fokus utama dalam upaya untuk memberikan pengakuan finansial yang lebih adil kepada seniman. Inisiatif ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada seniman tentang bagaimana nilai ekonomi karya mereka diukur dan dipertimbangkan dalam struktur industri seni yang seringkali rumit.


Dukungan untuk hak-hak seniman menjadi esensial dalam mengatasi ketidaksetaraan yang sering terjadi dalam rezim materialistik. Hak-hak ini mencakup hak cipta, hak atas distribusi, dan keputusan strategis terkait dengan karya seni mereka. Masyarakat dan organisasi advokasi seni berkolaborasi untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya melindungi hak-hak ini, memastikan bahwa seniman memiliki kendali lebih besar atas karya kreatif mereka dan mendapatkan manfaat yang setara dari hasilnya.


Selain itu, munculnya model bisnis baru menjadi langkah penting dalam membentuk lingkungan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi seniman. Model-model ini sering kali menempatkan seniman dalam posisi yang lebih kuat dalam mengelola dan mendistribusikan karya mereka, mengurangi ketergantungan pada perantara yang mungkin tidak selalu mengutamakan kepentingan seniman. Inovasi ini menciptakan peluang bagi seniman untuk lebih aktif terlibat dalam pemantauan dan pengelolaan aspek ekonomi dari karya-karya mereka sendiri.


Masyarakat memiliki peran krusial dalam mendukung perubahan ini dan menciptakan lingkungan yang mendukung karir seniman. Mendukung seniman bukan hanya tentang mengapresiasi karya-karya mereka secara artistik, tetapi juga tentang memahami tantangan finansial yang mereka hadapi dan bersedia berpartisipasi dalam perubahan menuju struktur industri seni yang lebih adil. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap ketidaksetaraan ini dapat menjadi dorongan penting untuk mendorong reformasi dan perubahan yang lebih luas dalam ekosistem seni.


Tantangan lebih lanjut dalam meningkatkan kondisi seniman melibatkan pembangunan kebijakan yang mendukung hak-hak seniman dan pengembangan praktik bisnis yang lebih adil. Pemerintah, lembaga kebudayaan, dan organisasi nirlaba memiliki peran penting dalam membentuk lingkungan yang lebih merata bagi seniman. Mendorong dialog antara para pemangku kepentingan untuk merancang kebijakan yang mempromosikan transparansi, dukungan finansial, dan perlindungan hak-hak seniman menjadi langkah kunci dalam menciptakan perubahan yang berkelanjutan.


Kesadaran akan isu-isu ini juga dapat merangsang perubahan dalam perilaku konsumen. Masyarakat dapat mendukung seniman dengan lebih selektif dalam mendukung karya-karya yang dihasilkan oleh praktik bisnis yang mendukung hak dan kesejahteraan seniman. Inisiatif ini menciptakan tekanan positif pada industri seni untuk beradaptasi dan menghasilkan perubahan yang memberikan manfaat lebih besar bagi para seniman.


Secara keseluruhan, upaya bersama dari seniman, masyarakat, pemerintah, dan industri seni adalah kunci dalam membentuk rezim yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan memberikan dukungan dan pengakuan yang setara kepada seniman, kita dapat menciptakan lingkungan dimana kreativitas dapat berkembang tanpa merasa terpinggirkan atau dimiskinkan oleh dominasi nilai-nilai materi yang saat ini mewarnai rezim seni dan budaya. ***

Ads