Malin Kundang dan Politik Kontemporer -->
close
Pojok Seni
22 January 2024, 1/22/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-01-22T01:00:00Z
Opini

Malin Kundang dan Politik Kontemporer

Advertisement


Oleh  Zackir L Makmur*


Cerita rakyat bukan sekadar hiburan biasa; lebih dari itu, ia merupakan cerminan nilai-nilai krusial yang telah tertanam dalam sejarah dan budaya masyarakat. 


Di setiap narasinya, dapat ditemukan warisan nilai-nilai turun-temurun yang memperkaya identitas budaya suatu bangsa. Melalui perjalanan cerita rakyat, publik diajak untuk memahami akar-akar kebijakan sosial dan kepemimpinan yang membentuk masyarakat.


Dalam konteks ini, cerita rakyat "Malin Kundang" dari Minangkabau, Sumatera Barat, ini menjadi representasi yang menggambarkan kompleksitas nilai-nilai tersebut. Malin Kundang, seorang pemuda dari keluarga miskin di desa nelayan, mencari kehidupan lebih baik. Perjalanan sulitnya mengantarnya pada kesuksesan dan kekayaan di kota besar. 


Namun, seiring dengan kemakmurannya, Malin Kundang mengalami perubahan yang mengkhawatirkan. Kesuksesan yang dicapainya membuat Malin Kundang terjerumus dalam kesombongan dan melupakan akar-akarnya yang sederhana. Bahkan, ia menolak mengakui keberadaan ibunya yang dengan setia mencarinya. Puncaknya, sang ibu yang terluka dan marah mengutuknya menjadi batu besar di pantai, karuan saja hal ini mengingatkan siapa saja akan bahaya pemimpin yang terputus dari akar budaya dan rakyatnya.


Malin Kundang Dalam Politik Kontemporer


Cerita "Malin Kundang" tidak hanya merujuk pada legenda masa lalu; ia juga membuka jendela tajam terhadap dampak negatif sikap sombong dan egois dalam politik kontemporer. Dalam konteks politik, perilaku ini sering kali tercermin pada pemimpin atau elit politik yang terlalu sibuk dengan kepentingan pribadi, mengabaikan aspirasi dan kebutuhan rakyat. 


Ketika pemimpin kehilangan kontak dengan akar budaya dan rakyatnya, risiko muncul: stabilitas sosial terancam, dan keadilan dalam masyarakat terhenti. Kisah Malin Kundang, dalam esensi metaforanya, menjadi cermin kuat yang mencerminkan kondisi ini. 


Kesuksesannya membuatnya terlena, sehingga ia melupakan akar sederhana dan janjinya kepada rakyat. Analogi ini membayangkan pemimpin yang terfokus pada kepentingan pribadi atau kelompok kecil, tanpa memperhatikan kebutuhan dan harapan luas rakyatnya. 


Pesan bagi masyarakat modern adalah untuk selalu mewaspadai perlunya pemimpin yang tidak hanya sukses secara individu, tetapi juga terhubung dengan rakyatnya dan menghargai nilai-nilai asal-usul serta keluarga.


Analogi Malin Kundang juga mengilustrasikan bagaimana ketidakpedulian pemimpin terhadap asal-usul dan akar budaya dapat merusak kebijakan sosial dan stabilitas masyarakat. 


Pemimpin yang terlena oleh kesuksesan pribadinya cenderung membuat keputusan tanpa mempertimbangkan kepentingan umum. Oleh karena itu, masyarakat modern perlu menyadari bahwa pemimpin yang berakar pada budaya dan menghargai warisan keluarga mampu membentuk kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.


Dalam politik kontemporer, esensi cerita "Malin Kundang" bukan hanya sekadar kisah masa lalu, melainkan panggilan untuk merefleksikan nilai-nilai kepemimpinan terkait keterhubungan dengan rakyat dan penghargaan terhadap nilai-nilai keluarga. 


Masyarakat perlu menuntut pemimpin yang tidak hanya mencapai kesuksesan pribadi, tetapi juga memiliki visi inklusif dan mampu memberikan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh komunitas. 


Dari kisah Malin Kundang, kita dapat mengekstraksi inspirasi untuk membentuk dan mendukung pemimpin yang mampu menciptakan perubahan positif dan keadilan dalam dunia politik kontemporer.


Relevansi Utama Cerita-cerita Rakyat


Di tengah kompleksitas lanskap politik kontemporer, peran cerita-cerita rakyat tetap muncul sebagai panduan moral dan etika yang sangat berharga. Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai yang tersemat dalam narasi-narasi ini tidak hanya mencerminkan kebijaksanaan zaman dulu, tetapi juga memberikan fondasi yang relevan untuk menghadapi tantangan masa kini dan mendatang. 


Pemimpin modern, dalam merentangkan pandangannya, dapat menemukan kekayaan inspirasi dari nilai-nilai seperti keadilan, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat.


Salah satu relevansi utama cerita-cerita rakyat dalam politik kontemporer terletak pada kemampuannya untuk mengatasi ketidaksetaraan, terutama di tengah gejala ketidaksetaraan ekonomi dan sosial yang semakin merajalela. 


Dalam perbincangan kebijakan yang inklusif, cerita-cerita rakyat muncul sebagai penunjuk jalan yang berharga. Kisah-kisah tentang keadilan dan pemberdayaan masyarakat tidak hanya menyediakan inspirasi, tetapi juga memberikan arah konkrit untuk mereduksi kesenjangan yang tumbuh.


Eksplorasi cerita-cerita rakyat dari berbagai budaya menjadi langkah penting untuk menciptakan kebijakan yang merangkul keberagaman. Politisi dan pembuat kebijakan yang terbuka terhadap berbagai perspektif budaya, tidak hanya menemukan inspirasi, tetapi juga solusi yang mencerminkan kepentingan seluruh masyarakat. 


Pendekatan ini bukan hanya menciptakan kebijakan yang lebih adil, tetapi juga memperkuat solidaritas antarbangsa serta mengurangi risiko konflik yang timbul dari ketidakpahaman antarbudaya.


Pendekatan yang mengintegrasikan nilai-nilai cerita-cerita rakyat dalam kebijakan politik bukan sekadar strategi, melainkan juga langkah preventif untuk menghindari perilaku yang merugikan. 


Inspirasi dari cerita rakyat bukan hanya menjadi sumber pembelajaran bagi pemimpin dalam menjauhi korupsi, ketidaksetaraan, dan ketidakpedulian terhadap lingkungan, tetapi juga membimbing mereka untuk membangun integritas yang kokoh dalam kepemimpinan mereka. 


Dengan merujuk pada nilai-nilai etika yang diwariskan oleh cerita-cerita rakyat, pemimpin dapat membangun fondasi integritas yang kuat dalam setiap langkah mereka.


Pesan Cerita Rakyat dari Bangsa Lain


Lebih jauh, melalui penelusuran cerita-cerita rakyat dari seluruh dunia, kita dapat menjelajahi dan merenungi nilai-nilai politik yang sarat hikmah dan kebijaksanaan. 


Setiap dongeng bukan sekadar sumber hiburan, melainkan juga penyampai pesan politik yang mendalam, dengan menempatkan keadilan, kolaborasi, kepemimpinan, dan keberanian sebagai elemen inti dalam perjalanan pembentukan masyarakat yang adil dan seimbang.


Sebutlah dalam kisah "Cinderella" dari Eropa, kita menemui pondasi kokoh tentang keadilan sosial dan hak setiap individu untuk meraih potensinya tanpa terhambat oleh latar belakang sosial. 


Cinderella, yang berasal dari kalangan rendah, berhasil mengatasi segala kesulitan dan menemukan kebahagiaannya melalui kebaikan hati dan keberanian. Kisah ini memunculkan refleksi penting dalam politik kontemporer, mengingatkan kita akan urgensi menciptakan sistem yang memberikan peluang setara bagi semua warga, terlepas dari asal-usul mereka.


Sementara itu, kisah "Momotaro" dari Jepang mengajarkan makna kepemimpinan yang adil dan keberanian dalam menghadapi ketidakadilan. Momotaro, yang lahir dari buah persik dan tumbuh menjadi pahlawan, menjadi simbol keadilan dan keberanian dalam melawan kejahatan. 


Pesan ini relevan dalam konteks politik, di mana pemimpin yang adil dan berani dapat menjadi kekuatan positif dalam melawan ketidaksetaraan dan kezaliman.

Dengan merenungi nilai-nilai politik yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat ini, kita dapat membentuk perspektif yang lebih luas terhadap peran politik dalam membentuk masyarakat. 


Kecerdasan politik yang terinspirasi oleh kisah-kisah ini melampaui batas-batas waktu dan budaya, memberikan kita wawasan berharga dalam menghadapi tantangan politik kontemporer.


Dengan demikian, keterlibatan dalam cerita-cerita rakyat tidak hanya membuka pintu ke warisan budaya yang kaya, tetapi juga menjadi sarana untuk merenungi nilai-nilai politik yang bersifat universal. 


Dari Cinderella yang mengajarkan tentang keadilan sosial, hingga Momotaro yang memberi pengertian tentang arti kepemimpinan dan keberanian, maka setiap cerita membawa kontribusi berharga dalam membangun landasan nilai yang dapat membimbing kita menuju masyarakat yang lebih adil dan harmonis. ***


*Zackir L Makmur, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan, Anggota Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL), aktif di IKAL Strategic Center (ISC), serta menulis beberapa buku antara lain buku fiksi “78 Puisi Filsafat Harapan: Percakapan Kaboro dan dan Kinawa” dan buku non fiksi “Manusia Dibedakan Demi Politik”.


Ads