Fakta yang Terdistorsi: Cara Penggiringan Opini -->
close
Pojok Seni
30 January 2024, 1/30/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-01-31T02:36:21Z
ArtikelOpini

Fakta yang Terdistorsi: Cara Penggiringan Opini

Advertisement
Fakta yang terdistorsi
Fakta yang terdistorsi

Oleh: Adhyra Irianto

Pojok Seni - Berita hoax didefinisikan sebagai berita palsu, menyesatkan, atau mengarahkan opini pembacanya ke arah yang berlawanan dari realita. Realitanya A, tapi keterangan dari berita adalah B. Itu berita hoax, alias berita palsu.


Akhir-akhir ini, jenis berita hoax yang lebih sering ditemukan adalah "fakta yang terdistorsi". Biasanya, bentuk distorsi tersebut adalah sebuah dramatisasi dan pengubahan, agar apa yang terjadi di realita (yang biasanya terekam di video dan foto) menjadi lebih mengena di pembacanya.


Seperti foto di bawah ini. Tampak seorang lelaki matador duduk di sudut berhadapan dengan banteng dan menangis. Sejumlah media menuliskan keterangan di bawah foto itu. 




Matador di atas bernama Alvaro Munero. Ia sedang beraksi melawan banteng, seperti matador biasanya. Namun, bantengnya hanya diam dan matanya memelas pada Munero. Banteng tersebut seakan berkata, "tolong aku, aku tidak mau bertarung lagi. Bila perlu bunuh saja aku."


Kemudian, Munero menangis. Ia merasa menjadi matador adalah pekerjaan paling buruk di dunia. Setelah itu, ia berhenti menjadi matador dan (bahkan) menjadi vegetarian hingga saat ini.


Teks pendek (caption) yang sangat menggugah, bukan? Yah, cuma ada masalahnya.


Masalahnya adalah, faktanya tidak seperti itu. Foto yang di atas itu bukanlah Alvaro Munera, tapi Javier Sanchez Vara. Sanchez Vara hingga saat ini masih seorang matador, dan tentunya ia bukan seorang vegatarian.


Lalu, apa yang terjadi di foto itu? Kenapa dia duduk menangis?


Itu menjadi tidak penting sama sekali. Terpenting, ada sebuah foto dengan caption yang menginspirasi banyak orang. Setelah itu, apakah ada yang mau melakukan crosscheck fakta di foto tersebut? 


Bagi orang-orang Spanyol, matador adalah pahlawan, juga pelestari kebudayaan mereka. Tapi masalahnya, matador melawan banteng itu juga ada di tempat-tempat lain (yang pernah dijajah atau tersentuh dengan budaya Spanyol). Katakan saja seperti Mexico, Columbia, dan beberapa negara di Amerika Selatan.


Negara-negara di luar Spanyol tadi, sedang dalam polemik. Sebab, sejumlah komisi perlindungan dan kesejahteraan hewan di negara-negara tersebut dengan keras menentang adanya adu banteng lagi.


Maka, dimulailah penggiringan opini untuk mendukung kampanye tersebut. Foto di atas (dengan fakta yang terdistorsi sebagai keterangannya) menjadi cara yang paling efektif untuk penggiringan opini. Apalagi, foto itu juga menjadi viral sebelum pengambilan suara di parlemen untuk menutup adu banteng di Mexico.


Masalah lainnya adalah, ada polemik samping yang hadir bersama penutupan adu banteng itu. Pertama, hilangnya budaya yang sudah berumur ribuan tahun. Tapi, itu mungkin merugikan bagi Spanyol, tapi tidak untuk Mexico, Columbia, dan negara-negara di sampingnya.


Masalah kedua, ada banyak orang yang kehilangan pekerjaan, selain matadornya. Mulai dari pelatihan banteng, penjual karcis, penjual makanan dan minuman di lokasi, dan sebagainya. Semua harus dicari jalan keluarnya oleh negara. Karena, negara yang menghapuskan, maka negara juga yang bertanggung jawab.


Cerita tentang matador dan fotonya yang menyentuh hati itu, tentu hanya salah satu dari contoh fakta atau informasi yang terdistorsi.


Ada yang hanya membelok, ada juga yang berubah menjadi berita palsu.


Cerita Berulang Memungkinkan Distorsi


Berita palsu

Artikel ini sebenarnya menceritakan bagaimana sebuah kabar palsu (hoax) bisa terjadi. Awalnya, perubahan keterangan (caption) dari suatu fakta mungkin hanya sedikit. Itupun, si pencerita awal yang memasukkan "unsur keyakinan" dalam keterangan.


Namun, ketika cerita itu menyebar dan ada yang berulang-ulang menceritakannya, maka tambahan "sedikit" tersebut lama-lama mereduksi fakta aslinya.


Bisa dikatakan bahwa, ketika sejumlah fakta dan informasi yang didapatkan seseorang, kemudian ia menceritakan ulang berita yang ia dapatkan pada orang lain, maka akan ada distorsi. 


Dari proses pertama ini, dimulai proses filterisasi, dimana fakta-fakta yang dipilih adalah yang mendukung ide si pencerita ulang. Fakta-fakta yang tidak mendukung keyakinan si pencerita ulang akan dihilangkan. Nah, fakta yang sudah dipilih tadi diceritakan untuk mendukung kebenaran versi pencerita ulang.


Kita ilustrasikan seperti ini. Ada sebuah informasi yang sampai ke A. Informasinya seperti ini:


Ada sebuah bukit yang menjadi rumah para ular. Namun, bukit tersebut kemudian diubah menjadi perumahan warga. Alhasil, ketika warga telah menempati perumahan tersebut, mereka sering menemukan ular yang masuk ke dalam rumah.


Katakan saja faktanya hanya seperti itu. Informasi itu sampai ke tangan A yang menceritakan ulang ke B.


Ada sebuah perumahan yang terus menerus dimasuki ular. Warga setempat rata-rata sering meninggalkan ibadah, karena itu teguran Ilahiah datang dengan banyaknya ular masuk ke rumah mereka.


Di cerita ulang dari A ke B, sudah ada distorsi informasi di dalamnya. A memasukkan keyakinan dan kepercayaannya untuk mendistorsi fakta yang terjadi.


Kemudian B menceritakan ulang ke C. 


Ada sebuah perumahan yang disebut perumahan ular. Warga di sana sering meninggalkan ibadah, dan juga melakukan pesugihan dengan dewi ular. Itulah kenapa warga perumahan tersebut banyak yang hidup kaya raya.


Lihat, bagaimana fakta yang terdistorsi ketika informasi diceritakan ulang bisa menjadi semakin menjauh dari fakta aslinya? Dengan foto yang sama (misalnya foto rumah kemasukan ular), namun caption-nya yang berbeda-beda membuat "realita" yang didapatkan oleh penerima kabar berikutnya menjadi berubah.


Fakta tersebut menjadi semakin terdistorsi ketika terus-menerus diceritakan ulang. Katakanlah, cerita tersebut menjadi viral ketika si K menceritakan ulang lewat media sosial. Dari A ke B, ke C, ke D, seterusnya sampai ke K, sudah berapa kali distorsi terjadi pada cerita tersebut? Sialnya, cerita yang sudah semakin terdistorsi tersebut yang justru viral.


Realita yang terjadi di Timur Tengah, Eropa, Amerika, dan sebagainya telah terdistorsi puluhan kali hingga sampai ke Indonesia. Sialnya, ketika sampai ke Indonesia, caption seperti itu yang viral karena sesuai dengan "kebenaran yang diharapkan" para pembacanya.


Jadi, apa langkah terbaik ketika mendapatkan sebuah informasi? Informasi apapun yang Anda terima, lakukan crosscheck terlebih dulu. Bersikap skeptis seperti itu justru akan menyelamatkan Anda dari giringan berita palsu dan informasi yang terdistorsi.

Ads