Advertisement
Oleh: Rudolf Puspa*
Sebuah anugerah yang merupakan kejutan bagi kami yang tak pernah termimpikan mendapat tantangan dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek untuk menimba ilmu teater di mancanegara. Kebetulan sedang mengurus persiapan pentas kerjasama dengan komunitas kampus dari Spanyol maka disaat itulah tantangan datang. Bantuan dana subsidi non degree diberikan untuk kegiatan satu bulan di Spanyol bagi empat orang. Untuk itu kami mengawali catatan ini dengan ucapan terima kasih tiada hingga kepada Dirjen Kebudayaan, bapak Hilmar Farid.
Setelah mengurus visa dengan mendapat rekomendasi dari direktorat jenderal kebudayaan serta KBRI di Madrid akhirnya bisa berangkat 30 September 2023 dan Kembali ke Jakarta dari Madrid 31 Oktober 2023 dengan membawa segudang pengalaman besar yang sangat berarti dan bermanfaat bagi memperluas serta membangkitkan kehidupan teater Indonesia agar semakin semarak dan tentu saja semakin tumbuh keyakinan atas gagasan untuk melangkah mendunia. Sekilas terlihat bahwa seniman teater Indonesia mampu untuk itu.
Selama 49 tahun hidup teater keliling telah menempa diri dengan mengambil ungkapan2 filosofis dari drama karya Arifin C Noer yakni “Mega Mega” yang telah dipentaskan 167 kali. Salah satunya adalah “segala bisa, asal mau” sehingga dengan dana yang disediakan harus bisa mendapatkan hasil ilmu teater yang “kaya”.
Hasil kegiatan menimba ilmu selama satu bulan di Spanyol adalah sebagai berikut :
Bincang dengan pelaku produksi
Usaha pertama adalah mencari terobosan cepat untuk bisa bertemu berbincang dengan tokoh2 teater di Madrid. Dengan dibantu ibu Rana, istri kepala bidang politik KBRI maka bisa jumpa Susanna Jove seorang direktur dari grup teater musikal Malinche yang kesohor terbesar di Madrid. Dari pembicaraan yang akrab karena saling memahami gagasan2 dalam berteater maka dari Malinche akan turut mengisi acara pentas teater keliling di Madrid. Semula ada keinginan bersama untuk berkolaborasi dimana beberapa penari dan penyanyi dari Malinche akan ikut ambil bagian dari drama “Calonarang”. Namun setelah berhitung waktu berlatih ternyata sulit terlaksana. Mereka memang profesional sehingga segalanya harus disiapkan secara profesional. Tempat latihan mereka tidak memungkinkan karena jadwal untuk latihan produksi dan sekolah mereka cukup padat. Juga kegiatan pemain2 mereka dalam berlatih juga sudah terjadwal. Selain itu Susanna mengatakan bahwa walaupun secara organisasi ia menyumbang pertunjukkan namun ia tetap harus membayar pemain yang dikirim. Demikian pula crew artistik yakni penata musik, pelatih hingga koreografernya.
Dari pembicaraan dengan Susanna Jove kami mendapat banyak masukan bagaimana mereka menjalankan regenerasi secara terus menerus yakni membuka sekolah musik dan tari yang diberikan pendidikan khusus untuk mampu menjadi aktor aktris teater musikal dimana selain kemampuan akting juga menari dan menyanyi. Regenerasi adalah hal yang sering terlupakan di kalangan grup2 teater kita sehingga yang terjadi ketika sutradara yang umumnya merangkap pemimpin grup wafat maka grupnya mengikuti.
Dengan cara ini Malinche berhasil terus menerus memiliki aktor aktris muda yang profesional. Ketika dinyatakan lulus dan masuk ke grup maka sebagai aktor/aktris tentu mendapatkan gaji setiap terpilih ikut main.
Pentas Teater Keliling |
Menonton pertunjukkan
Gedung, tiket, dan pengelolaan
Tercatat ada 31 gedung teater di Madrid dengan berbagai ukuran yang hampir tiap malam ada pertunjukkan yang dilakukan oleh grup2 teater yang menyewa gedung2 teater tersebut. Hanya sedikit yang merupakan gedung teater yang sekaligus memproduksi pertunjukkan. Ketika mulai berselancar lewat internet untuk memilih pementasan apa yang menarik bagi kami banyak sekali sulit mendapatkan tiket khususnya kelas yang termurah agar bisa banyak menonton sesuai dana yang tersedia. Umumnya satu cerita dipentaskan 1-2 bulan bahkan ada yang satu tahun. Beberapa pilihan harus waiting list dan ada yang berhasil dapat tiket dan ada yang tidak kecuali kalau mau yang bulan atau tahun depan.
Harga tiket untuk balkon yang termurah rata rata mencapai 20-27 euro sama dengan 300 ribuan. Maka kami lakukan cara berpisah nonton agar bisa banyak yang ditonton lalu saling cerita dan mencari pelajaran apa yang didapat dari pertunjukkan teater di Madrid Spanyol. Sayangnya semua teater melarang penonton mengambil gambar walau dengan HP. Pada saat curtain call ada yang ijinkan memotret tapi ada yang tetap melarang. Penjagaan untuk itu sangat ketat. Jika ada yang nekat curi2 memotret dengan HP maka petugas sigap menyorotkan lampu semacam laser merah langsung ke arah HP atau yang pegang dan sedang memotret. Sementara itu mereka tidak jual video dari pertunjukkan nya .Di Youtube juga jarang yang dimuat. Cara ini dilakukan agar kalau memang ingin nonton datang dan beli tiket. Maka tidak heran jika satu produksi bisa pentas berhari2 bahkan berbulan atau tahun. Begitulah cara mereka dalam mencari biaya produksi termasuk membayar para pemain dan crew. Heran dan tidak ketemu jawabnya ada teater yang hanya menyediakan 25 kursi penonton. Hal ini memang merupakan kebutuhan artistik yang dilakukan grup teater experimental. Untuk ini kami tak berhasil nonton karena hingga kepulangan kami tidak tersedia tiket lagi dan harus pesan untuk berapa bulan kedepan.
Tentu ingin sekali jumpa sutradara, produser atau paling tidak pemain. Namun tidak ada izin untuk itu secara langsung. Harus ada perjanjian dulu dan bukan gratis karena mereka ada tarif khusus. Untuk melihat latihannya saja memerlukan ijin khusus dan juga ada tarifnya. Dari segi kelayakan kehidupan seniman teater memang dapat dipahami namun jika untuk dibandingkan di negeri sendiri rasanya tidak perlu karena untuk mencapai hal serupa masih butuh waktu yang tidak dalam hitungan hari, bulan atau tahun. Hal ini menyangkut kultur yang jelas berbeda. Maka kami tarik pelajaran bahwa bagaimana membangun teater sendiri mencapai tingkat profesional walau memiliki keterbatasan waktu dalam mengerjakannya. Bukankah kita mewarisi teater rakyat dari berbagai etnis yang dikelola separuh waktu kegiatan hariannya? Siang hari buka warung atau ke sawah ladang bertani dan sore pulang lalu siap2 entah berlatih dan malam harinya pertunjukkan. Pada zamannya cara seperti ini bisa menghasilkan tontonan yang dekat di hati masyarakat luas. Baru ketika masuk zaman merdeka dan tumbuh teater modern yang harus diakui datang dari luar terutama Belanda dan Portugis sehingga makin hari kesenian teater tradisi kita tak mampu bertahan hidup.
Teknik, artistik pertunjukkan
Ada 6 pertunjukkan teater yang berhasil kami lihat selama di Madrid. Lega rasanya karena bisa melihat pementasan yang cukup punya nama besar bukan hanya di Spanyol tapi juga di Eropa. Selain itu juga jenis atau bentuk pertunjukannya dapat mewakili berbagai genre seperti konvensional, musikal, surrealistic, penggarapan cerita rakyat Eropa dalam olahan musikal modern.
Dari 6 pertunjukkan tersebut jika dilihat segi teknis seperti set panggungnya sangat mengagumkan. Yang konvensional benar2 membangun secara realistik dan sudah tidak berganti2 set walau berganti2 adegan yang juga berganti waktu serta wardrobe pemeran2nya. Jika memerlukan adegan khusus misal di ruang tamu atau ruang makan maka setting rumah apartemen yang sederhana yang umumnya di Eropa ruang tamu, makan ada di satu ruang maka perubahannya hanya pada tata lampu yang menyala khusus hanya ke ruang yang diperlukan. Seperti umumnya penggarapan konvensional maka lampu terang putih lebih mendominasi seluruh jalannya cerita. Jadi set dibangun secara perspektif sehingga dari arah mana saja penonton melihat keseluruhan ruang.
Penataan panggung dimana pintu masuk ruang ditaruh dibelakang dan ditinggikan sehingga adegan di panggung depan, tengah, belakang jadi tampak jelas semua. Tidak ada wing karena seluruh ruang panggung memang ditata menjadi sebuah ruang yang nyata dari sebuah rumah tinggal di apartemen. Set prop seperti gelas, botol minuman, vas bunga diatur dalam komposisi yang tepat. Tak ada properti yang ada di panggung tak berfungsi. Semua ada motif keberadaannya dan memang dimainkan oleh para pemainnya secara tepat pula.
Pementasan yang lebih menekankan bentuk musikal ada yang menggunakan set dekor panggung utuh tanpa mapping sama sekali, namun juga ada yang bercampur antara mapping dan set yang dibangun masih tampak realitasnya apa yang digambarkan untuk mendukung adegan terjadi dimana. Namun ada yang benar2 memang set dekornya surealistik bahkan mendekati abstrak sehingga hanya bentuk2 impresif saja namun tetap memiliki motif mendukung adegan.
Yang menarik adalah teknik tata dekor panggung yang banyak pergantian benar2 disiapkan untuk dengan cepat bisa berganti sesuai pergantian adegan. Diatur justru oleh para pemain yang begitu selesai mendorong bagian dari dekor yang ternyata setelah diputar dibelakang dekor ada dekor lain. Semua dilakukan dengan cepat bahkan ada yang tampak oleh publik dan ketika selesai pendorongnya tetap ditempat dan langsung action. Tanpa kecuali apa pemain utama atau kedua atau figuran melakukan hal yang sama sesuai kebutuhan. Sangat minim menggunakan blackman dipanggung. Terjadi penggunakan set yang turun naik di panggung atau keluar masuk kiri kanan panggung, belakang ke depan dan sebagainya namun tetap saja sangat cepat dan tepat. Bukan rendah tapi set dibuat setinggi prosenium dan hampir rata2 tak ada wing lagi karena menjadi set sesuai design yang direncanakan. Dengan demikian kesan panggung menjadi hilang selama pertunjukkan dan penonton dibawa ke imaji yang ditimbulkan dari set dekor yang menunjang ruang dimana terjadi dan kapan waktunya; siang atau malam, pagi atau sore.
Bagi teater yang surealistik dan mendekati abstrak tentu saja menciptakan bentuk2 set dekor simbolik yang daya impresinya mengena di hati penonton yang bebas berkelana daya imajinasinya. Sangat mendukung jalannya cerita sehingga cerita yang sudah sangat dikenal seperti Mama Mia, We Will Rock You Queen karena adanya daya kreatif bisa menampilkan bentuk2 baru dan mampu menggunakan kemajuan teknologi masa kini.
Selain yang konvensional dalam tata lampu maka para designer lampu terasa begitu sigap dan menguasai teknologi baru dari peralatan lampu, dimmer yang semuanya berada dalam kontrol komputer sehingga begitu luas kemungkinannya dalam penciptaan tata warna, kecepatan mengikuti perubahan2 adegan, penggunaan follow spot yang sudah menggunakan remote control dan yang hebat adalah jumlah lampu yang bisa mencapai ratusan dan berbagai macam kegunaannya. Tentu ini merupakan investasi yang mahal dan akan menjadikan harga sewa gedung menjadi lebih mahal dari yang umum.
Sound system yang memang termasuk sangat bagus juga dilengkapi klip on bagi pertunjukkan yang memang besar gedungnya. Ada yang benar2 tidak tampak alat tersebut tapi masih ada juga yang tampak namun sudah yang tipis dan melekat di pipi atau hanya di telinga. Pengaturan volume memang piawai sehingga tiap pemain yang beda warna suara bisa enak didengar. Volume clip on masing2 pemain jelas sekali diatur dan tidak sama karena vokal tiap pemain memang berbeda. Tidak salah jika zaman kini sudah ada sekolah untuk itu. Maka ada yang disebut sound director yang memang diperlukan bagi pertunjukkan terlebih yang kolosal.
Keaktoran
Dari semua pertunjukkan yang kami saksikan maka ada satu kekuatan yang mereka utamakan adalah “olah tubuh”. Oleh karenanya ketika berakting maka tampak dan terasa luwes tubuhnya. Enak sekali dilihat tangan, kaki, pinggang, leher, palingan mata bergerak kemanapun. Duduk, berjalan, lari, loncat, tidur tertata indah. Di Eropa pada umumnya hal2 teknis keaktoran bukan urusan sutradara sehingga para aktor/aktris harus punya pelatihan tersendiri, bahkan ambil les privat khusus sendiri. Walaupun dalam hal ini tetap ada yang menjadi pelatih teknis keaktoran tentunya. Dalam hal pemain datang tentu harus sudah dengan modal fisik yang siap untuk main. Bertemu sutradara sudah tinggal urusan casting dan selanjutnya bagaimana memainkan karakter dari peran yang didapat dari sutradara. Pemain punya kewajiban mengolah acting dari perannya sehingga ketika berlatih sutradara bisa menerima atau menyetujuinya karena sesuai dengan ide2 penggarapan penyutradaraannya.
Pertunjukkan konvensional, teater musikal, surrealistic, simbolik tetap saja daya teatrikalnya menjadi kekuatan dasar utama pemain. Bukan hanya bagus dalam nyanyi, gerak tari namun semua ada daya teatrikalnya. Lagi-lagi olah tubuh menonjol dalam hal ini. Tubuh dengan seluruh anggota tubuh dalam bergerak adalah merupakan ekspresi utama dari apa yang sedang berlaku dalam diri, dalam batin si pemain sesuai karakter peran yang dimainkan. Oleh karenanya tarian yang muncul bukan sekedar hafal hitungan satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan namun setiap gerak ada motifnya. Demikian pula menyanyi bukan hafal do re mi fa sol la si do nya namun apa motif dari setiap kata yang dilantunkan.
Dari kekuatan tersebut maka lahirlah sebuah tontonan teater apapun genrenya memiliki daya tarik yang memikat bahkan seperti penonton dibius hingga terbang dibawa ke angan2 atau imajinasi pemain di panggung. Mengembara ke sepanjang jalannya cerita. Bukan hanya oleh satu dua pemain namun seluruh pemain yang sedang berada di panggung. Tentu untuk mencapai daya pikat yang kuat diperlukan kesiapan pemain sebelum hadir di panggung. Entah di kamar rias, di tempat lain di belakang panggung masing2 menyiapkan diri, melakukan konsentrasi dan bagi yang butuh laku bersama seperti adegan berkelompok tak henti2nya mengulang bersama agar kebersamaan yang menjadi kekuatan utama terjalin dengan tepat. Maka suasana dibelakang layar adalah suasana sekian banyak pemain yang bukan ngobrol atau berkelakar yang tak ada kaitan dengan adegan2 atau pemeranan mereka.
Jika bangsa Eropa dikenal sebagai bangsa yang individualis; namun dalam berkesenian utamanya teater yang membutuhkan chemistry dalam menggalang kerjasama ternyata tampak dan terasa begitu kuatnya. Totalitas yang diawali ketika pertama reading bersama hingga ke hari pertunjukkan ternyata menjadi kunci keberhasilan mereka dalam menggalang persatuan dan kesatuan. Sifat individualis justru memperkuat kesigapan untuk mandiri dan menjadi yang terbaik. Muncul persaingan namun tetap menjaga kebersamaan karena teater adalah hasil kerja kolektif. Yang namanya berbagi dan saling memberi perhatian sungguh layak menjadi bahan ajar bagi kita.
Kesimpulan
Produksi
Melihat sekitar 31 gedung teater berbagai ukuran panggung dan ketersediaan jumlah kursi mulai dari yang sedikit hingga terbanyak; maka sebuah garapan dipentaskan minimal satu bulan dengan tiap hari manggung telah membuktikan bahwa kehidupan teater di Madrid dari berbagai bentuknya telah menjadi kebutuhan masyarakat Madrid. Bahkan bisa dikatakan menjadi kebutuhan tiap hari bukan sekedar mendapat hiburan. Mungkin bisa dikatakan justru hiburan bagi mereka sangat beraneka warna. Terhibur bisa tertawa atau menangis melihat dan merasakan apa yang di panggung terasa ada didalam hidup mereka.
Jika dilihat dari kaca mata perdagangan tentu hal ini membanggakan sekaligus mengejutkan. Jika perdagangan memiliki salah satu sifat yakni persaingan maka bagaimana kesenian menjadi dagangan yang bersaing? Oleh karenanya para pengelola produksi akan memerlukan seperangkat tenaga yang memiliki skil dalam katakanlah “menjual”. Sesuai dengan ilmu ekonomi maka untuk memenangkan persaingan harus mampu memiliki sajian yang memang menyenangkan banyak orang dengan target paling banyak. Dalam hal ini produksi2 teater di Madrid tampak berhasil dan sudah berjalan puluhan tahun.
Yang tampak nyata adalah dalam hal publikasi yang masih kuat menggunakan cara konvensional yakni menyebar poster yang ditempel di tempat2 umum yang banyak lalu lalang masyarakat dari berbagai kalangan. Di seluruh stasiun metro, kereta bawah tanah, terminal bis kota hingga halte2nya, mal, bahkan hingga bis kota terpasang poster2 pertunjukkan teater yang sedang pentas di gedung2 teater yang bukan hanya satu dua namun seluruh gedung teater yang ada di Madrid. Walau untuk lebih meyakinkan dan memilih cerita apa yang sesuai dengan keinginan nonton bisa membuka berita2 lewat internet yang lengkap dengan dimana membeli tiket secara on line. Sungguh mengejutkan jika berselancar lewat internet dan melihat bahwa banyak tiket sudah sold out terutama yang berharga paling murah yakni untuk balkon bahkan ada yang balkon tingkat tiga. Bukan sold out hari ini namun sampai sebulan kedepan bahkan yang lebih lagi karena ada yang pentas hingga 3 bulan bahkan setahun.
Melihat kenyataan seperti itu tentu saja bisa dipahami jika menjadi pelaku teater di Madrid telah profesional dalam arti menyeluruh yakni mendapat gaji yang mencukupi bagi kehidupan harian. Melihat harga tiket yang tinggi maka dari hasil tiket bisa menutup biaya produksi yang bisa berbulan2. Dengan telah berhasil dalam hal pendanaan maka tampak begitu cerahnya wajah2 pemain yang kegiatan hidupnya adalah berlatih dan berlatih serta manggung setiap hari. Seni teater telah menjadi profesi yang menjanjikan.
Teknik, artistik pertunjukkan
Secara teknik pemanggungan yang hubungannya dengan tata dekor, lampu, sound system harus diakui memang cukup jauh didepan mata kita. Dukungan peralatan teknisnya memadai bahkan selalu menantang pekerjanya untuk juga terus menerus mampu mengikuti perubahan yang terjadi. Sebuah pertunjukkan semakin membutuhkan kecepatan dalam “perubahan” dari scene ke scene berikutnya karena sifat manusia yang hadir sebagai penonton dalam hidup sehari2nya terbiasa berpacu dengan kecepatan perubahan yang terjadi dalam segala bidang. Orang berjalan selalu tampak serba cepat namun juga memiliki kesabaran antri untuk masuk gerbong kereta atau bis kota dan siap menunggu kendaraan berikut jika ternyata penuh.
Pabrik2 lampu, sound, mesin2 layar dan segala kebutuhan panggung terus menerus berinovasi sehingga menghasilkan peralatan yang mendukung adanya percepatan perubahan. Dan ini menjadi kewajiban gedung2 teater untuk berpacu menyediakan peralatan yang harus semakin mendapatkan yang terbaik karena setiap karya produksi teater akan mencari gedung yang kiranya tersedia peralatan panggung yang memadai dalam mendukung karya mereka. Para promotor atau produser pertunjukkan tampaknya tak mau repot mengelola gedung sendiri yang tentu akan menambah urusan perawatan, kepegawaian dan sebagainya.
Set dekor yang dibangun tampak perspektif artinya gambar tiga dimensi sehingga memiliki satu titik dimana semua garis yang tercipta menuju atau berasal dari titik tersebut. Dengan demikian ketika menciptakan dekor dalam sebuah ruang tamu, kamar tidur, pantai lautan luas, bahkan yang dekor2 surealistik pun tampak perspektifnya. Dengan demikian penonton merasa melihat kamar dan sebagainya seperti tersebut diatas secara nyata tanpa perlu membayangkan. Dengan demikian langsung masuk ke problem yang sedang ditampilkan oleh para pemain. Oleh karenanya banyak yang menghadirkan pelukis untuk menciptakan set dekor yang diinginkan dari cerita.
Set dekor yang tiga dimensi tersebut tetap dibangun untuk dapat bergerak cepat sehingga dalam perubahan scene bisa sangat cepat terjadi bahkan dalam hitungan detik. Tampak sekali dalam perubahan set dekor kini bukan hanya blackman namun justru para pemain yang melakukan sehingga begitu selesai maka yang akan muncul di panggung begitu lampu nyala sudah siap di tempatnya. Mereka yang mengeluarkan atau memasukkan set propertinya dengan cepat namun tak terlihat buru-buru. Jiwa seninya ikut campur sehingga sering walau tampak samar2 karena lampu memang belum waktunya menyala namun bagai sebuah pertunjukkan tersendiri. Penonton Pun senang menyaksikan sehingga bukan sebagai gangguan yang membosankan atau menggelisahkan. Bahkan untuk melihat HP nya tak sempat dan tetap tersimpan di kantong atau tas.
Demikian pula set dekor yang harus ditarik keatas atau diturunkan dari atas juga berlangsung begitu cepat dan tepat. Ada yang diputar balik. Didorong ke tengah sementara ada yang didorong keluar panggung. Bagai sebuah kesibukan yang penuh lalu lalang ditempat umum namun teratur lalu lintasnya sehingga walau samar2 tampak sekali enak dilihat. Untuk itu memerlukan pelatihan yang membutuhkan waktu sehingga lancar tepat waktu. Sesuai teori teater memang sebaiknya dalam latihan jika sudah masuk bloking maka set sudah ada barangnya, minimal yang menyerupai aslinya sehingga kebutuhan untuk melakukan perubahan secara cepat bisa terlatih. Dalam hal ini komandan panggung yang bernama stage manager adalah pejabat utama dalam mengatur dan memimpin semua lakon yang harus terjadi di panggung.
Keaktoran
Untuk mencapai target menjadi seorang pemain teater yang menyenangkan sehingga selalu dibutuhkan sutradara serta produser teater maka yang paling diperlukan adalah kepemilikkan sikap “disiplin”. Pemain yang memiliki kemampuan ini bisa dipastikan berdaya inovatif, kreatif, exploratif dan kepekaan hidup berwawasan lingkungan yang tinggi.
Bicara tentang disiplin sedikit banyak akan menyangkut kultur. Sebuah kultur yang sudah menjadi kebiasaan dalam hidup. Kebiasaan akan tercipta justru jika terdidik sejak awal kehidupannya. Umur balita tampaknya sangat menentukan dalam hal disiplin hidup. Maka efek dari hidup penuh disiplin akan terlihat dari sebuah keteraturan dalam menjalani kehidupan sehari2nya. Dari perkenalannya selama balita terhadap hidup rapi, sehat, rajin maka akan memiliki semangat untuk selalu ingin menjadi lebih dalam melahirkan tindakan2 yang selanjutnya mengarah pada kekaryaan. Inilah hal yang menyangkut dari kedisiplinan dalam kegiatan keaktoran yang tampak nyata terlihat di pertunjukkan2 yang kami lihat selama di Madrid. Barangkali karena mereka memiliki keberuntungan dilahirkan dari orang tua yang telah mewarisi tata cara hidup berdisiplin maka kultur itu mengalir tanpa harus ada pendidikan khusus. Lepas dari orang tua maka sudah siap sehingga memudahkan mengejar passion apa yang dipilihnya.
Secara individual tampak pemain2 teater di Madrid benar2 melakukan keaktorannya secara sepenuh hati dan pikiran. Totalitasnya terasa hingga menjadi sebuah power bagi setiap akting yang muncul dari dirinya dalam segi pemeranan. Penonton terbawa arus dan gelombang dari teknik acting setiap pemain yang memang mencekam atau bagai terhipnotis oleh polah tingkah pemain2 di panggung. Kesedihan atau kelucuan2 dengan tepat rapi terjadi sehingga membawa penonton turut menangkapnya dan ikut sedih atau tertawa lepas. Yang menarik tertawa penonton pun sudah ada perhitungan sang sutradara sehingga ada waktu jeda beberapa saat dari pemain dan kemudian baru meneruskan adegannya dan penonton terdiam mengikuti arus selanjutnya. Jadi benar2 semua yang terjadi di panggung sudah diperhitungkan serta dipersiapkan. Tanpa memiliki disiplin latihan bersama maka sulit terwujud. Jadi disiplin mematuhi jadwal latihan bersama yang telah disusun oleh sutradara tentunya menjadi awal dari keberhasilan sebuah rencana.
Catatan akhir
Dari melihat pertunjukkan teater selama sebulan di Spanyol dan kemudian melihat kembali perjalanan kesenian teater keliling yang tahun depan mencapai 50 tahun maka kami memiliki catatan khusus sebagai berikut :
Pengalaman melihat karya di luar justru harus menjadikan kita terasah daya optimistik sehingga tidak grogi untuk melangkah kedepan. Jadikan kehebatan yang telah disaksikan dengan mata kepala dan hati sendiri justru merupakan asupan yang berguna bagi menyehatkan bagian2 yang terasa pincang yang ada dalam diri sendiri.
Jika akan mengejar segi teknis panggung ada rasa pesimis yang sampai puluhan tahun kedepan tak akan tercapai. Halangan klasiknya adalah bunyi2an yang membosankan jika harus diucapkan yaitu “dana”. Dari gedung2 teater yang ada yang bahkan yang menyatakan dirinya bertaraf internasional toh jika mau mengejar yang sesuai dengan target design panggung kita toh masih harus menambah dengan menyewa dari luar. Tak ingin rasanya membayangkan berapa dana sewa jika harus pentas sebulan seperti di Spanyol misalnya? Untuk itu kami justru harus tertantang untuk dapat menyiasati dengan peralatan yang tersedia dan mampu dijangkau dengan dana yang ada tetap dapat melahirkan karya yang tidak terlalu jauh berada di urutan paling belakang. Bisa pinjam istilah the poor theaternya Grotoswky dalam terjemahan nyata dari kemiskinan teater Indonesia. Miskin alat teknik panggung yang canggih, miskin penulis skrip, miskin sutradara, miskin produser, miskin pemain profesional dan seterusnya antrian kemiskinan teater di Indonesia. Jadi kemiskinan teater dalam hal teknis harus dijadikan pemicu semangat untuk mampu melahirkan karya besar.
Melihat hasil karya teater di Spanyol yang begitu cemerlang seperti umumnya negeri2 Eropa lain menyadarkan kami untuk mengisi kelemahan terbesar yakni dalam segi keaktoran yang lemah dalam hal olah tubuh. Di akademi2 teater sudah ada pelajaran tersebut namun sayangnya sangat sedikit lulusannya yang memilih teater menjadi pilihan utama hidupnya. Maka tak terjadi penularan pelatihan olah tubuh ke pemain2 yang berada diluar akademi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan hadir pelatih2 teknik akting yang memiliki ketertarikan bantu grup2 teater di Indonesia untuk menjadi pelatih keaktoran.
Sebenarnya jika dilihat kehebatan mereka adalah dalam hal teknik bahkan hingga pada keaktorannya. Jika diurut kebelakang jauh maka ada warisan yang sebenarnya kita miliki yakni teater atau sebutan lama sandiwara rakyat seperti wayang, ketoprak, ludruk, lenong dan banyak lagi yang hampir tiap daerah memiliki maka kekuatan utama justru terletak pada daya rasa.
Tentu ini menyangkut kultur bangsa Indonesia raya tentang kepekaan rasa. Indra keenam yang tak terlihat namun berdaya jutaan watt yang mampu menyerap siapa saja yang hadir dipertunjukkan mereka. Justru zaman mereka orang nonton selalu bayar karcis. Maka kami merasa bahwa seharusnya teater Indonesia akan jauh lebih kuat dalam hasil2 karyanya walau sudah memodernkan diri dalam berteater. Bentuk2 latihan olah rasa memang masih belum berada dalam satu kesatuan sehingga masing2 sutradara atau pelatih teater memiliki cara sendiri yang kadang merupakan hasil dari rekaan2n sendiri.
Jadi kesimpulan kami seharusnya teater Indonesia mampu berada setingkat dengan mereka setidaknya. Dalam hal ini pementasan kami selama di Madrid mendapat sambutan dan beberapa catatan yang kami kumpulkan secara jujur mereka menyatakan ada sesuatu yang menyentuh hati mereka. Hal yang kebanyakan menyatakan jarang atau bahkan belum pernah dialami. Hal ini dinyatakan oleh penonton2 asli Spanyol. Demikian pula workshop yang kami berikan sangat menyenangkan dan menjadi pengalaman baru. Kami menggunakan teknik olah vokal olah tubuh dan rasa yang menjadi satu kesatuan dari “kecak” Bali.
Semua pertunjukkan mereka melarang penonton memotret bahkan dengan HP sekalipun. Ada petugas yang mengawasi sepanjang pertunjukkan dan segera menyorot dengan sinar laser kearah yang lagi memotret. Jika masih berulang2 maka bisa jadi didatangi dan diambil HP nya. Sementara mencari CD atau rekaman pementasan mereka di Youtube juga tak ada. Mungkin ada yang sudah sangat lama bertahun2 pentas. Mereka memiliki perhitungan bahwa jika mau nonton datang ke gedung beli tiket dan nonton langsung. Mereka prinsipnya selain mencari dana dari iklan maka penjualan tiket bisa termasuk yang terbesar untuk membiayai produksi. Dalam hal ini merupakan tujuan yang mulia yakni menghidupi seniman teater di Spanyol. Cara yang sangat indah dan mulia dan sudah berjalan ratusan tahun.
Demikianlah catatan kami sebulan melaksanakan tantangan mas Hilmar Farid yang mendorong kami untuk bukan sekedar pentas namun mengambil pelajaran dengan banyak menonton teater di Spanyol. Beberapa dokumentasi yang ada pada kami dari menonton terlampir bersama laporan atau catatan kami.
Jakarta 13 November 2023.
*Rudolf Puspa adalah sutradara dan pendiri Teater Keliling Jakarta.