Artpreneur: Menuju Definisi Wirausahawan Seni -->
close
Pojok Seni
19 December 2023, 12/19/2023 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2023-12-19T01:00:00Z
ArtikelSeni

Artpreneur: Menuju Definisi Wirausahawan Seni

Advertisement


Oleh: Adhyra Irianto 


Pembacaan ulang artikel berjudul Arts, Entrepreneurship, and Innovation oleh Joanna Woronkowicz.


Pojok Seni - Berbagai negara di dunia sedang mencoba meningkatkan sektor ekonomi kreatif, salah satunya Indonesia. Indonesia menjadi salah satu negara yang getol mencoba pengembangan sektor industri kreatif, dengan mencoba menanamkan karakteristik wirausahawan bagi para seniman. Baik itu seniman tradisi, maupun modern. Namun, harus diakui bahwa konsep kewirausahawan di dunia seni masih cukup samar, sesamar definisi seniman dan seni itu sendiri. Karena itu, kebijakan yang dibuat terkadang tidak mendukung karakteristik wirausahawan seni dan ekonomi kreatif. 


Semakin banyak literatur yang membahas bagaimana kewirausahaan dipergunakan di dalam industri kreatif, yang menerjemahkan seni menjadi sesuatu bernilai ekonomi. Teori-teori penciptaan nilai perlahan diciptakan, namun sulit untuk diintegrasikan ke realita. Harga sebuah karya seni masih tetap abstrak, karena sangat subjektif. Anda bisa melihat patung yang dibuat dengan teknik tinggi, bermuatan filosofis yang dalam, dan sangat indah secara estetika, tapi harganya tidak sampai satu persen dari pisang yang dilakban.


Sebelum menuju definisi artpreneur atau wirausahawan seni, pertanyaan pertama yang cukup sulit jawabannya adalah "siapakah seniman?". Seniman dan seni masih sebuah konsep yang abstrak dan samar. Publik umum tidak tahu secara tegas, apa batas antara seniman profesional dan yang amatir. Maka, seni sebagai profesi masih tidak mendapatkan tempat di Indonesia. Seniman yang "nyambi" masih lebih sering mendapatkan tempat ketimbang seniman "profesional". Ini menjadi fakta bahwa masyarakat umum masih belum mencapai konsensus dan kesepakatan untuk menjelaskan siapakah seniman, dan apa definisi "profesi seniman"?


Dari definisi yang samar dari apa itu seniman, maka wirausahawan seni menjadi lebih samar lagi. Misalnya, syarat utama bagi seorang wirausahawan seni adalah inovatif dan kreatif. Namun, dua syarat itu bukanlah syarat mutlak bagi seorang wirausahawan. Dengan kata lain, seseorang tidak mutlak harus inovatif dan kreatif untuk bisa menjadi seorang wirausahawan. Wirausahawan harus jeli melihat peluang, mampu memperhatikan risiko, dan memanfaatkan peluang dengan baik. Wirausahawan yang baik tentunya kreatif dan inovatif. Namun, seseorang yang tidak kreatif dan inovatif, asalkan wirausahawan tersebut mampu melihat peluang dan mewujudkan layanan dan produk untuk ditawarkan pada masyarakat, maka ia bisa saja berhasil.


Di titik ini wirausahawan umumnya, dengan wirausahawan seni mulai tampak jelas perbedaannya. Kejelian melihat peluang, tentunya bukan syarat utama bagi wirausahawan seni. Begitu juga memperhatikan pengembangan usaha, perluasan sayap perusahaan, dan sebagainya yang biasa menjadi syarat sah seorang wirausahawan, justru bukan hal yang utama bagi seorang artpreneur.


Mari kita memudahkan definisinya, wirausahawan seni adalah seorang yang terlibat dalam siklus industri kreatif (atau industri budaya). Wirausahawan yang inovatif dari perspektif seni dan umum adalah dua hal yang berbeda, juga digunakan dalam konteks berbeda. Wirausahawan umum mesti inovatif dalam memilih produk awal dan memulai usahanya. Tapi, selanjutnya mereka akan menggunakan formula yang sama, produk yang sama kualitasnya, dan sebagainya. Tapi, wirausahawan seni tidak bisa melakukan hal yang sama. Produk yang dibuatnya saat ini, tidak bisa diulangi lagi dengan kualitas yang sama di kemudian hari. Wirausahawan seni adalah orang yang menggunakan ide-ide baru untuk memanfaatkan peluang dan mengambil risiko, yang akhirnya tindakan tersebut mampu mendukung berkembangnya industri budaya/kreatif.


Berarti syarat utama seorang wirausahawan seni adalah; berada dalam industri budaya dan kreatif. Dalam siklus atau ekosistem industri budaya dan kreatif, wirausahawan seni akan terus-terus mencari ide-ide baru untuk menjadi produk yang ditawarkan dalam aktivitasnya. Ide-ide yang kemudian dieksekusi menjadi sebuah produk berbentuk karya seni ini dipergunakan untuk memanfaatkan setiap peluang, dengan berani mengambil risiko.


Sampai di sini, kita berhasil merumuskan seorang wirausahawan seni. Ia adalah orang yang berada dalam ekosistem industri budaya dan kreatif. Maka, seseorang di luar itu bukan wirausahawan seni. Bagaimana dengan seseorang yang berada di "dalam", seperti kurir, jasa transportasi, cleaning service gedung, dan sebagainya? Maka masuk ke syarat kedua seorang wirausahawan seni, yakni seorang seniman.


Seorang seniman yang berada dalam ekosistem industri budaya dan kreatif, apakah sudah bisa dikatakan seorang wirausahawan seni? Ternyata belum, ia masih harus memenuhi syarat lainnya. Syarat yang dimaksud adalah, harus menciptakan ide dan mengeksekusinya menjadi sebuah karya. 


Apakah seorang seniman yang memiliki karya, berada di ekosistem industri budaya dan kreatif, sudah bisa dikatakan wirausahawan seni? Masih belum, ada satu syarat lagi yakni menjual atau menawarkan karya tersebut ke klien, audien, atau pemirsanya. Dalam proses menawarkan produk kesenian tersebut, ada proses pengamatan peluang, memperhitungkan risiko, tawar menawar harga, dan sebagainya. Untuk itu, seorang seniman yang wirausahawan mesti membekali dirinya dengan kemampuan manajemen yang baik. Misalnya, untuk pemilik sanggar seni pertunjukan, maka ia harus mengetahui  secara detail apa pengertian, penerapan dan tujuan manajemen pertunjukan seni


Secara simpel bisa kita simpulkan bahwa artpreneur atau wirausahawan seni adalah seperti ilustrasi di bawah ini:


wirausahawan seni


Perlu dicatat lagi bahwa seniman yang berwirausaha, dan seniman yang tidak berwirausaha, nyatanya tidak begitu berbeda. Seniman tidak identik dengan wirausaha, juga ada seniman yang "bekerja" dengan seniman lainnya. Katakanlah dalam sebuah sanggar tari, grup teater, atau kelompok musik. Ada satu seniman yang wirausahawan, tapi seniman yang lainnya fokus berkarya, tanpa peduli dengan peluang dan risiko. Itu sama sekali tidak salah, karena dalam satu grup/komunitas, memang hanya akan ada satu orang produser saja.


Untuk beberapa jenis seni, seperti desain grafis, lukis, fotografi dan sebagainya, wirausahawan seni adalah seorang pekerja lepas (freelancer). Mereka sulit terlihat potensi kebermanfaatnnya pada peningkatan perekonomian lokal atau daerah, juga sulit dideteksi berapakah penghasilannya. Karena itu tumbuh dengan organik, maka sulit juga dibuat peraturan atau kebijakan yang bisa mengatur para "freelancer" ini. Karena tidak ada kebijakan harga atau upah untuk mereka, maka terkadang ada seorang freelancer yang penghasilannya selangit, sedangkan yang lainnya pas-pas untuk makan sehari-hari.


Di sisi lain, pengkajian potensi dan rangsangan inovasi untuk mendukung industri budaya dan kreatif masih perlu analisis yang lebih dalam. Kebutuhan, tantangan, peluang, juga pemecahan masalah terkait monetisasi, remunerasi, dan hak cipta, masih menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan untuk mendukung para wirausahawan seni. Ditambah lagi, dukungan pihak ketiga, seperti galeri, taman budaya, pusat kesenian, dan sebagainya juga mampu mendorong inovasi, ide-ide segar, dan terlibat dengan aktif dalam ekosistem industri budaya dan kreatif itu bersama para wirausahawan seni.

Ads