Advertisement
Pendokumentasian dan pengarsipan Wayang Sasak yang dipajang pada Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2023 |
Oleh: Harianto Nukman
Pojok Seni - Ada beberapa program kegiatan sebagai upaya yang bisa dilakukan bersama dalam melestarikan kebudayaan lokal di sekitar kita. Pendokumentasian dan pengarsipan memungkinkan terciptanya dialektika dan berkembangnya ilmu pengetahuan.
Pelestarian kebudayaan atau tradisi lokal oleh pemerintah seperti yang dijabarkan ke dalam tiga kerangka kerja, yakni perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatannya.
Itu seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 10 Tahun 2014. Perlindungan dilakukan dengan cara mencatat, menghimpun, mengolah, dan menata sistem informasi.
Kemudian meregistrasinya sebagai hak kekayaan intelektual komunal. Selanjutnya dengan mengkaji nilai tradisi dan karakter bangsa, serta menegakkan peraturan perundang-undangan.
Pengembangan tradisi itu dilakukan dengan merevitalisasi nilai tradisi; mengapresiasi pelestari tradisi; diskusi, seminar, dan sarasehan pengembangan tradisi serta karakter dan pekerti bangsa; serta mengadakan pelatihan pelaku tradisi.
Sedangkan pemanfaatan nilai tradisi dilakukan dengan penyebarluasan informasi; pergelaran dan pameran; dan pengemasan bahan kajian.
Perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tradisi tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah mulai tingkat kabupaten atau kota, provinsi, dan pusat, yang diwujudkan dalam alokasi anggaran APBD ataupun APBN.
Manfaat Pengarsipan
Sekarang ini di tingkat tapak, kerja-kerja kearsipan dan dokumentasi pengetahuan budaya dan nilai tradisi belum banyak dilakukan oleh lembaga pemerintah dan non-pemerintah, yayasan maupun komunitas literasi dan pegiat perpustakaan desa di NTB.
Padahal, kearsipan ini telah menjelma menjadi suatu sistem tersendiri di dalam administrasi yang kemudian dikenal sebagai administrasi kearsipan. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh komunitas tradisi di desa mestinya juga sedapat mungkin untuk diupayakan memiliki dokumentasi dan arsip.
Bukti-bukti atau dokumentasi dari pelaksanaan kegiatan komunitas tradisi itu ada dalam arsip. Arsip-arsip tersebut harus dipelihara dan diselamatkan, karena memuat rekaman data dan bukti-bukti aktivitas warga.
Arsip memiliki fungsi yang sangat strategis karena pada dasarnya berisi rekaman kehidupan masyarakat, mengenai masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Kesadaran untuk penyelamatan suatu dokumen atau kerja pengarsipan harus ditanamkan dan ditumbuhkan sejak dini.
Kita mesti percaya bahwa karya seni--apapun bentuknya--mampu membuka wawasan dan pemahaman atas apa yang terjadi di lingkungan sekitar kita.
Pemikiran dan aspirasi warga perlu dicatat, ditelaah, dan disosialisasikan. Itu dilakukan sebagai salah satu upaya dalam eksplorasi arsip. Sangat perlu juga untuk membawa kisah-kisah yang terkandung dalam arsip itu kepada publik, misalnya melalui publikasi media, eksibisi dan seni pertunjukan.
Semakin terbukanya ruang diskusi yang hangat, tentu akan mendorong kerja-kerja kebudayaan dalam menyusun kisah baru yang ada di sekitar kehidupan warga. Ya, di sekitar kita ini.
Dokumentasi dan arsip itu kemudian dapat diolah lagi menjadi data dan narasi riset. Berangkat dari kerja pengarsipan inilah, maka ilmu pengetahuan bisa berkembang dalam kerangka kerja dialektik yang seturut dengan dinamika masyarakatnya.
Pendokumentasian dan pengarsipan 10 objek pemajuan kebudayaan seperti yang tertera dalam UU Nomor 5 Tahun 2017 semakin penting untuk dilakukan secara kolektif melalui kerja kolaboratif lintas disiplin agar khasanah budaya yang kita miliki tidak kian samar dan redup, sehingga teriliminasi dari kehidupan modern yang makin absurd ini. Nah, begitu?
HARIANTO NUKMAN pegiat di LESBUMI PWNU NTB; kadang suka menulis puisi, esai dan resensi seni pertunjukan dengan nama Antosa Rakatesa; sempat ikut mendirikan Komunitas Akarpohon Mataram.