Tengah Pentas, Teater Selembayung Diusir dari Ruang Rapat Paripurna DPRD Riau -->
close
Pojok Seni
10 August 2023, 8/10/2023 01:26:00 AM WIB
Terbaru 2023-08-09T18:28:12Z
ArtikelBerita

Tengah Pentas, Teater Selembayung Diusir dari Ruang Rapat Paripurna DPRD Riau

Advertisement
Teater Salembayung diusir dari ruang rapat paripurna



Pojok Seni/Pekan Baru - Lembaga Teater Salembayung dijadwalkan mementaskan sebuah pertunjukan pada hari Rabu (9/8/2023) dalam rangkaian Rapat Paripurna Sempena HUT Riau ke-66. Namun, belum selesai pertunjukan tersebut, petugas datang dan menghentikan pertunjukan dengan alasan Gubernur Riau beserta rombongan akan memasuki ruang rapat. Tidak cukup sampai di situ, seluruh pemain yang sebagian besar masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ini diusir dari ruangan tersebut.


Sutradara dan pimpinan Lembaga Teater Salembayung Riau, Fedli Aziz menceritakan pada Pojok Seni kronologi lengkap kejadiannya. Awalnya, grup yang dipimpinnya diberi kesempatan untuk pentas sebelum Rapat Paripurna HUT Riau ke-66. Adalah anggota dewan, Eddy M Yatim yang memberikan kesempatan tersebut dengan meminta pada Bagian Umum DPRD Riau selaku panitia pelaksana, pada awal bulan Juli. Hasilnya, Lembaga Teater Salembayung dijadwalkan akan pentas di acara inti sidang paripurna, tepat setelah tari persembahan.


Teater Salembayung mementaskan Opera Tun Fatimah dengan melibatkan aktor yang beberapa di antaranya juga berusia belia. Opera Tun Fatimah adalah sebuah lakon berlatar sejarah di Riau, yang menceritakan arogansi Mahmud l yang membunuh ayah, ibu dan suami Tun Fatimah. Kejadian tersebut berlatar abad ke-16, atau sekitar tahun 1511.


Latihan digelar sejak bulan Juli, dan dipersiapkan agar bisa tampil sebaik mungkin. Sambil proses latihan, Teater Salembayung juga terus berkoordinasi dengan panitia pelaksana dan melakukan rapat bersama dalam beberapa pertemuan. 


Kemudian, beberapa waktu sebelum hari rapat paripurna, Teater Salembayung diminta untuk tidak pentas di acara inti karena dianggap akan mengganggu kesakralan acara tersebut dan berbagai acara lainnya. Hasilnya, Teater Salembayung diminta pentas di sebelum acara inti, atau sebelum rombongan Gubernur Riau dan pimpinan rapat masuk ke ruangan. Teater Salembayung diminta untuk datang pagi-pagi sekali dan pentas ketika tamu masih satu per satu berdatangan.


Pengusiran di Hari H


Sampai di hari yang ditentukan, tim dari Teater Salembayung datang ke lokasi untuk bersiap menggelar pertunjukan. Awalnya, Salembayung diminta langsung tampil saat tiba. Namun, karena gedung tersebut masih kosong, Fedli meminta untuk menunda waktu pertunjukan. "Untuk apa kami tampil hanya ditonton jejeran kursi kosong?" kata Fedli.


Kemudian, ketika satu per satu tamu berdatangan, Fedli mempertanyakan apakah sudah bisa tampil saat itu. Hal tersebut ditanyakannya pada pihak penanggung jawab, MC, dan bagian Umum DPRD Riau. Menurut keterangan Fedli, saat itu panitia berada di luar gedung dan tidak ada yang mempedulikan grup mereka. "Saya tanyakan apakah jadi kami tampil? Mereka bilang, 'Terserah!'," jelas Fedli.


Fedli kemudian mengambil microphone dan memulai pertunjukannya. Menurut Fedli, saat itu anak-anak sudah menunggu lama untuk pentas, dan panitia sudah tidak peduli dengan mereka juga acara tersebut. Pertunjukan akhirnya dimulai, dan disaksikan oleh para tamu yang sudah satu persatu masuk ke gedung. Baru saja berjalan 10 menit, tiba-tiba ada petugas yang menutup jalur keluar masuk aktor, dan kemudian petugas lainnya datang untuk menghentikan pertunjukan.


"Alasannya adalah gubernur mau masuk, jadi kami diminta berhenti," lanjut Fedli.


Para aktor dan anak-anak tersebut diarahkan oleh petugas untuk keluar dari ruangan. Tentu saja, hal itu membuat Fedli Aziz kecewa berat. Hal yang paling membuat kecewa adalah hancurnya mental anak-anak yang bermain sepenuh hati di pertunjukan tersebut. Anak-anak itu, lanjut Fedli, adalah anak-anak yang tadinya begitu bahagia bisa pentas di sebuah ruangan yang mewah dan banyak bunga, serta ditonton oleh banyak orang dewasa. Namun, kejadian itu menghancurkan semangat anak-anak yang sudah latihan sejak bulan Juli lalu.


Fedli menambahkan, ironisnya pertunjukan tersebut mungkin hanya menyisahkan 5 menit lagi paling lama. Sedangkan dari pengusiran aktor dan anak-anak tersebut, rombongan gubernur baru tiba di dalam ruang rapat lebih dari 20 menit kemudian. Masih ada cukup waktu untuk menyelesaikan pertunjukan tersebut, ketimbang harus menghancurkan mental anak-anak.


Tanggapan Seniman Riau


Penyair dan penulis asal Riau, Mulyati Umar yang juga menjabat sebagai kepala salah satu SDN di Pekanbaru mengkritik keras kejadian tersebut. Menurut Mulyati, pihaknya sebagai pendidik, terus menjaga dan melatih anak-anak agar berani dan punya kepercayaan diri. "Tapi, di gedung terhormat, kejadian tersebut justru menjadi sebuah kenangan pahit bagi anak-anak itu. Mental mereka dijatuhkan," kata Mulyati.


Sedangkan Ketua Jikalahari (NGO), Made Ali berpendapat bahwa peristiwa tersebut menjadi bukti kegagalan total gubernur Riau menginternalisasi kebudayaan. Made Ali mempertanyakan, bukankah sudah ada UU Propinsi Riau. "Barangkali secara langsung gubernur tak terlibat, namun secara tak langsung gubernur gagal menginternalisasikan nilai kebudayaan pada birokrasi," terang Made Ali. 


Made Ali menambahkan, hal ini justru menjadi semacam pelecehan bagi kreasi dan asa anak-anak tersebut. "Anak-anak yang tampil yang sedang menunjukkan kreasinya, hobinya, juga pewaris kebudayaan Melayu. Kasihan sekali mereka. Tidak ada kata lain, mulai hari ini, apalagi, lawanlah," tegas Made Ali.


Sastrawan yang juga staf ahli Gubernur Riau, Deni Kurnia mengutuk keras kejadian itu. Ia menyebut penghentian pertunjukan seperti itu adalah hal yang tidak beradat.


Ironisnya, Fedli Aziz yang sudah kecewa ini dijadwalkan akan menerima penghargaan sebagai pelaku budaya oleh Pemprov Riau melalui Dinas Kebudayaan Riau, pada tanggal 11 Agustus 2023 mendatang. Sedangkan di tanggal 9 Agustus 2023, ia diusir dari panggung.


Lebih ironisnya, pertunjukan tersebut sebagian besar aktor-aktornya adalah anak-anak usia sekolah dasar. Hal tersebut membuat anak-anak ini mengalami kejadian pahit yang sulit untuk dilupakan. Sedangkan Riau mendapat anugerah sebagai provinsi yang paling ramah anak di tahun 2023. 

Ads