Review Pertunjukan Teater Rakat: Panggung Aspal dan Puisi yang Hangat -->
close
Pojok Seni
06 August 2023, 8/06/2023 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2023-08-06T01:00:00Z
Ulasan

Review Pertunjukan Teater Rakat: Panggung Aspal dan Puisi yang Hangat

Advertisement
Pertunjukan Teater Rakat berjudul Pulang
Pertunjukan Teater Rakat berjudul Pulang (foto: Zaeni Boli)

Oleh: MOH. ZAINI RATULOLI (Zaeni Boli)


Apakah kau percaya pada puisi , atau bisakah kita percaya pada puisi ? Yang ku tau puisi  mampu menggerakkan hati tapi tak mampu menghidupi  penyairnya paling tidak itu yang dirasakan oleh para Penyair di Indonesia. Adakah penyair hidup dari kata katanya , mungkin hanya Chairil dan iapun mati muda. Lalu, mengapa sutradara muda seperti Jovan Kleden memiliki rasa optimis itu. 


Jovan Kleden, sutradara pertunjukan Pulang yang dimainkan oleh Teater Rakat mencoba menghidupkan sikap optimis itu dalam pertunjukannya. Pertunjukan yang berlangsung  kurang dari 30 menit ini diaduk sedemikian rupa lewat tubuh para pemain untuk menjelaskan cerita tentang keputusasaan, rasa kecewa dan penderitaan yang dirasakan. 


Pulang adalah cerita sederhana yang tak sederhana. Ada banyak hal yang ingin disampaikan dan teater tak memiliki cukup hak untuk menggurui atau menasihati. Akan tetapi mengingatkan ada ruang yang boleh untuk disuarakan. Bahwa siapapun tak memiliki  hak untuk mengatakan hal buruk tentang kegagalan seorang dalam hidup. Bahwa sikap yang berlebihan hanya akan menjerumuskan si korban menjadi depresi.


Tapi bisakah teater bicara lantang menyuarakan hal tersebut?  Alih alih bicara terus terang, pertunjukan Rakat mengajak kita berpikir optimis bahwa selalu ada jalan bagi segala persoalan. Dan, mungkin di kesempatan, di atas panggung terbuka, sebuah panggung out door beralaskan aspal ini, sutradara yang berpikir optimis ini menawarkan solusi, yang mungkin di kehidupan nyata, hal ini adalah kemustahilan. Bahwa puisi bisa menjadi dewa penolong bagi kesulitan permasalahan. Sesuatu yang gegabah namun manis bagi yang mencintai puisi. 


Bahwa teater adalah kehidupan dan kehidupan membutuhkan puisi agar ia lebih indah dan bermakna. Sebuah pertunjukan  yang  indah dan optimis  itu digelar di samping Pelabuhan Fery Waibalun, Kabupaten Flores Timur. Pada hari Sabtu di awal Agustus yang dingin, sebelum musim tanam tiba. Di atas tanah yang tak ada lagi tanaman kapas. 


Ketika semua orang memilih pergi meninggalkan kampung halamannya. Hingga hal yang tersisa tinggal cerita dan kenangan yang berdebu.

Ads