Pembunuhan Drama dan Kemegahan Visual dalam Pertunjukan “Tembak” -->
close
Pojok Seni
14 August 2023, 8/14/2023 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2023-08-14T01:00:00Z
Ulasan

Pembunuhan Drama dan Kemegahan Visual dalam Pertunjukan “Tembak”

Advertisement
Pementasan teater air jambi

Oleh Ikhsan Satria Irianto


Pertunjukan teater bertajuk “Tembak” karya Titas Suwanda sutradara M. Deby Satria, merupakan produksi ke 52 dari Teater AiR Jambi. Karya teater yang dihelat di Taman Budaya Jambi ini dipertunjukkan selama dua hari berturut-turut, yaitu hari Sabtu dan Minggu (11-12/08/2023). “Tembak” digelar dengan lancar berkat dukungan dari berbagai pihak, seperti UPTD Taman Budaya Jambi, Gerai Betubi, Ajwa Tour & Travel, Rumah Jahit Boyen, Flowiesthetic, Emina Cosmetics dan berbagai media serta instansi pendidikan yang ada di Provinsi Jambi. Pertunjukan yang berdurasi kurang lebih satu jam ini diperankan oleh anak-anak muda (yang lahir pada generasi 2000-an), hal ini menunjukkan bahwa regenerasi dari Teater AiR Jambi berjalan dengan baik. 


“Tembak” mengisahkan tentang siklus peredaran dan penumpasan narkoba yang pelik. Isu ini tentunya selalu hangat untuk dibicarakan, karena persoalan narkoba adalah sebuah ironi yang tak kunjung selesai. “Tembak” mencoba memperolok-olok sistem penegakan hukum dan menyentil pemangku kebijakan melalui peristiwa satire yang menggambarkan sebuah kebijakan yang berbalik menyerang sang pemangku kebijakan. Secara narasi, naskah ini memiliki kekuatan dramatik yang menjanjikan. Didukung pula dengan dialog-dialog yang lugas dengan bobot emosi yang bertumbuh, sebenarnya naskah ini sangat menantang secara keaktoran, terlebih dengan pendekatan akting yang karikatural. Namun, ada yang menarik dari proses eksekusi skenerinya. Secara ide cerita, sebenarnya alur dari karya “Tembak” dapat dikatakan sangat naratif dan realistis, namun eksekusi skenerinya diarahkan kepada set skeneri dengan pendekatan yang simbolis. Pilihan artistik ini kemudian menjadi topik yang menarik, karena tafsir visual inilah yang menjadi daya pikat paling kuat dalam pertunjukan “Tembak”.


Pementasan teater air jambi


Sebagaimana karya Satre, Brecht, dan Camus yang secara ide sangat berjarak dari realitas, namun eksekusi skenerinya terkadang diarahkan kepada pendekatan yang realistis. Namun, pilihan sebaliknya dipilih oleh Titas Suwanda sebagai Skenografer dan Oky Akbar sebagai penata artistik, dimana ide yang sangat realistis ini digarap skenerinya dengan secara sengaja untuk berjarak dari realitas. Pilihan artistik ini tentunya menarik sekaligus membahayakan, karena teks dramatiknya yang sudah sangat  kuat dapat saling menenggelamkan dengan teks visualnya.


Set panggung terbagi menjadi tiga unit, yaitu ground unit yang berupa alas putih dengan berbagai coretan-coretan yang menggambarkan protes masyarakat atas stagnasi penyelesaian masalah narkoba, standing unit berupa surat kabar yang membentuk dinding untuk menggambarkan kehadiran berita yang telah begitu kokoh di tengah masyarakat. Standing uni juga dilengkapi dengan kain putih yang digunakan untuk menampilkan siluet. Kehadiran siluet ini digunakan untuk menampilkan dua efek, efek tokoh misterius dan efek protes masyarakat yang terbungkam. Didukung pula dengan hanging unit berupa lingkaran-lingkaran koran yang menegaskan serangan berita yang sirkular. Kekuatan unit tersebut dilengkapi dengan efek visual dari proyektor yang menggambarkan berita yang hadir secara tumpang-tindih. Kolaborasi unit tersebut menghadirkan spektakel yang menggambarkan kekacauan yang tertata.


Tiga unit skeneri yang hadir dapat dibagi menjadi dua kubu yang saling berkonfrontasi, kubu pertama adalah protes masyarakat dan kubu kedua adalah dinding berita. Eksekusi skeneri ini sangat kuat secara makna, hal ini tergambar dari pilihan protes masyarakat yang diletakkan pada ground unit. Secara visual dapat ditafsirkan bahwa setiap keinginan dan harapan masyarakat tentang kasus narkoba selalu diinjak-injak oleh aktor yang mewakili para pemangku kebijakan. Sedangkan standing unit berupa dinding berita yang menggambarkan masyarakat yang semakin lama semakin terkurung oleh berita-berita tentang narkoba. Sehingga dapat dikatakan bahwa efek yang dihasilakan dari set skeneri tidak hanya megah secara visual tetapi juga kaya akan makna. Sebenarnya, set skeneri yang dihadirkan sudah sangat ekspresif sebagai karya instalasi, meskipun kurang kuat secara praktis.


Sayangnya, kemegahan visual tersebut tidak mendukung kekuatan dramatik pertunjukan. Set panggung yang begitu ramai membuat dialog aktor terasa begitu gaduh. Hiruk-pikuk makna berseliweran dan mengaburkan well-focused dari pertunjukan. Spektakel yang dibangun terasa monoton karena makna verbal dan makna visual disuguhi secara repetitif dan saling bersilangan. Proses eksekusi set skeneri ini tentunya berpotensi besar menghancurkan kekuatan teks dramatik. Terlebih, kemegahan set skeneri tidak mampu diimbangi oleh permainan aktor, sehingga spektakel menenggelamkan dialog yang merupakan media utama dalam upaya penyampaian makna. 


Hal ini juga tergambar dari pergerakan aktor yang menjadi terbatas. Ruang yang telah dipenuhi oleh efek visual tidak mendukung ruang gerak aktor. Sehingga garis blocking aktor terasa berulang dan aktor lebih mengeksplorasi bisnis akting pada titik-titik blocking yang statis. Pilihan garis laku inilah yang membunuh permainan aktor. Hal ini sangat disayangkan, ketika aktor harus mengalah kepada set panggung. 


Secara eksplisit, kerja skenografer dalam karya “Tembak” mencoba mendominasi spektakel dan membunuh drama. Fokus penonton selalu dialihkan dari konflik cerita ke aspek-aspek visual. Hal ini tentunya sangat disayangkan, karena naskah “Tembak” memiliki potensi dramatik yang kuat, namun alurnya terganggu oleh eksekusi visualnya. Titas sebagai skenografer dapat dikatakan sebagai salah satu pelaku yang bertanggung jawab atas terbunuhnya drama dalam karya “Tembak”. Namun hal yang menggelitik adalah naskah “Tembak” ditulis oleh Titas sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Titas sebagai skenografer telah membunuh dirinya sendiri sebagai penulis drama. 


Pementasan teater air jambi


Secara keseluruhan, “Tembak” telah menunaikan tugasnya dengan baik. Pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan mudah oleh penonton. Selain pesan tentang narkoba, penonton juga dihibur dengan pengalaman estetik yang memukau dari tatanan skenerinya. Kedua aspek inilah yang membuat pertunjukan “Tembak” memiliki daya pikat yang luar biasa. Sehingga tidak heran jika hingga hari terakhir, pertunjukan tetap dipadati oleh penonton. Semoga gairah berkarya dan manajemen kepenontonan yang baik ini dapat memperkaya ekosistem teater di Jambi dan di Indonesia, tabik.

Ads