Advertisement
Ferdinand A Soputan |
Oleh: Roemah Ars Manado
Tak berlebihan jika kita berpijak dari sebuah statement bahwa pemuda adalah agen perubahan. Maka dari itu, sebagai agen perubahan, kita perlu sesungguhnya melakukan sesuatu. Dilansir dari artikel berjudul Pemuda dan Pemajuan Kebudayaan, dipaparkan bahwa pemuda adalah sosok penting dalam pemajuan kebudayaan. Maka sekurang-kurangnya tiga hal berikut perlu dipertegas tentang peran pemuda itu.
Pertama, melestarikan dan menghargai budaya lokal. Cara terpenting terkait hal ini adalah menanamkan pada diri tentang identitas budayanya sembari tetap merasa satu dna menyatu dengan budaya-budaya lain yang ada di sekitarnya. Kedua, turut melestarikan tradisi budaya lokal. Dalam hal ini, pemuda harus turut berperan untuk mengembangkan masyarakat dengan cara antara lain: Mengidentifikasi elemen-elemen penting dari budaya lokalnya untuk kemudian dilestarikannya. Ketiga, perlu menumbuhkan di dalam diri bahwa setiap pemuda sangat perlu untuk memiliki strategi yang cermat dalam melestarikan setiap tradisi budaya lokal mereka.
Dengan demikian tindakan yang paling praktis sekarang adalah berbuat dan melakukan, demikian juga, setiap pemuda harus merasa memiliki budayanya, untuk selanjutnya bersedia memberi diri bagi upaya pemajuan kebudayaan. Sebagai sosok yang berperan dalam peradaban, pemuda juga harus menyadari betul bahwa mereka adalah agent of change, sosok yang bisa membawa perubahan pada budaya.
Berangkat dari latar di atas, penulis mencoba mengurai tentang bagaimana seorang sosok muda penerus generasi emas kolintang Indonesia. Sosok itu adalah Ferdinand Adolf Soputan. Sebagai pintu masuk untuk mengenalnya, kita perlu mengetahui latar kehidupan beliau. Beliau lahir di Jakarta 22 Februari 1987. Pada tahun 2005 sampai 2008 menempuh pendidikan Diploma Degree bidang komputer, selanjutnya pada tahun 2011, menempuh pendidikan Sarjana Komputer dan diselesaikan pada tahun 2013 di STMIK Nusa Mandiri, Jakarta.
Pada tahun 2019 melanjutkan studi pada Program Magister Pengkajian Seni di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan selesai pada 2021. Adapun tesis yang menjadi research beliau adalah “Komodifikasi Aransemen Musik Kolintang” di bawah bimbingan DR. A Harsawibawa. Beliau saat ini adalah juga praktisi musik kolintang dengan melatih beberapa grup kolintang di Jakarta antara lain: Grup Kolintang Torang Samua Basudara, Grup Kolintang SMP Yakobus Jakarta, dll. Penulis juga tergabung pada Ikatan Pelatih Musik Kolintang Jakarta (IPMKJ), Ikatan Pelatih Kolintang Indonesia (IPKOLINDO), Sanggar Bapontar Jakarta dan Sanggar Energy Of Kolintang (EOK) Jakarta.
Dalam berkesenian kolintang, beliau pernah beberapa kali membawa misi untuk memainkan kolintang dalam beberapa kesempatan di Luar Negeri seperti: Konser bersama angklung di Xiamen China 2011, Darwin Waterfront Australia 2014, Tour 4 Negara Eropa: Belanda, Prancis, Swiss, German 2014, Tour Eropa Timur: (Bulgaria, Rumania, Turkey, Hungaria, Austria 2018.
Sejalan dengan itu, visi dan misi dari sosok seniman kolintang muda ini adalah sebagaimana pernah dituliskannya, dalam Pengetahuan Seni atau Keterampilan Seni? demikian: Sebuah kesenian akan maju apabila diperkuat oleh cara pandang tentang pentingnya seni serta pentingnya pengetahuan. Seniman harus terus belajar, harus terus trampil dan keduanya saling memperkuat. Demikianlah bahwa semua anggapan mana yang lebih penting di antara keduanya, itu tidak mendasar. Kesetaraan antara pengetahaun dan ketrampilan demi sebuah kemajuan sebuah kesenian.”
Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa sosok muda ini adalah orang yang selalu mengedepankan kesetaraan antara pengetahuan dan ketrampilan. Pengalaman-pengalaman beliau tentu menegaskan hal itu, bahwa beliau berkesenian kolintang, serentak memperkuatnya dalam hal ilmu pengetahuan tentang seni, kesenian dan bagaimana berkesenian.***