Advertisement
Ilustrasi menulis (Sumber foto: Pexels) |
Oleh: Adhyra Irianto
Pojok Seni - George Orwell, dikenal sebagai penulis buku, esais, jurnalis, kritikus, yang berpengaruh besar bagi banyak penulis era modern. George Orwell dikenal sebagai salah satu penulis terbesar abad 20, serta penulis kedua terbesar sepanjang sejarah Inggris versi Times (2008).
Ia juga menyusun sejumlah teknik menulis yang berguna bagi penulis muda di era hari ini. Bahkan, khas premis tulisan Orwell yang menentang praktik totaliter sosial, serta tindak otoriter penguasa menjadi pengaruh besar bagi banyak penulis, seniman, musisi, hingga aktivis di era berikutnya. Kata "Orwellian" menjadi sebuah kata baru dalam Bahasa Inggris yang berarti "gagasan bersifat penentangan terhadap totaliter dan otoriter".
Ada enam "golden rules" untuk menulis seperti George Orwell, yang dikodifikasi oleh Orwell sendiri, yang dimuat dalam Orwel: the Life (Taylor, 1980). Orwell menyusun enam golden rules yakni: read-read-read-write-write-write. Apa saja definisi dari enam step-step menulis menurut Orwell tersebut? Berikut penjelasannya.
1. First Read (pengumpulan diksi)
Proses membaca paling pertama adalah proses pengumpulan atau pembendaharaan diksi di kepala seorang penulis. Semakin banyak kata yang dimiliki, maka pengekspresian suatu gagasan, perasaan, atau mungkin hanya pernyataan, bisa dilakukan dengan baik. Seperti contoh kalimat berikut ini:
"Membaca karya Ahmad Yulden Erwin, ialah membaca sebuah juktaposisi yang diejawantahkan dalam ekspresi puitik yang berkelindan dengan sejumlah gagasan-gagasan perubahan. Sejumlah tafsiran akan datang ke kepala pembacanya, bergantung dengan wawasan, sosiokultural, dan imaji yang bermunculan dari sejumlah petanda yang hadir secara eksplisit."
Kalimat di atas akan sulit digambarkan, atau diekspresikan bila Anda masih kekurangan diksi. Karena itu, pembacaan pertama ditujukan untuk mengumpulkan banyak diksi yang bisa memperkaya tulisan Anda.
2. Second Read (pengumpulan gagasan)
Pada pembacaan kedua, maka Anda akan mendapatkan transformasi ilmu pengetahuan dan gagasan dari teks. Katakanlah Anda sedang membaca tulisan ini, maka ada informasi yang Anda dapatkan dari Pojok Seni ke pikiran Anda. Hal ini dibutuhkan untuk berdialektika, berdiskusi dalam pikiran dengan sejumlah gagasan baru. Menurut Lajos Egri (2019), tulisan adalah sebuah "bangunan" argumentasi yang dibangun berlandaskan premis. Sedangkan premis adalah sesuatu yang dibangun berdasarkan pendekatan dialektika. Dalam tradisi filsafat, dialektika diperlukan untuk menemukan sintesis. Sintesis ditemukan lewat proses diskusi antara tesis (apa yang Anda yakini sebagai kebenaran) dengan antitesis atau oposisi dari pikiran Anda sendiri.
Sintesis inilah yang kemudian menjadi premis, yang diejawantahkan menjadi pondasi (atau mesin penggerak) tulisan Anda. Tanpa banyak dialektika, maka pencarian terhadap kebenaran menjadi lebih sulit. Tentang "kebenaran", Anda bisa membaca lebih lanjut di artikel berjudul "4 Jenis Kebenaran menurut Kapersky".
3. Third Read (inspirasi stilistik)
Stilistik adalah gaya penulisan atau gaya bahasa. Gaya penulisan ini menjadi ciri khas seorang penulis. Anda bisa menemukan dua orang penulis yang membuat sebuah tulisan dengan premis yang sama. Katakanlah, cerita yang ditulis oleh Akira Kurosawa berjudul Throne of Blood (1957) sekilas memiliki premis yang sama dengan tulisan William Shakespeare berjudul Machbeth (1623). Namun, premis yang sama akan menjadi seperti bibit yang sama. Karena "ditanam" di tanah yang berbeda, perawatan yang berbeda, dan pupuk yang berbeda, maka keduanya akan menjadi tumbuhan yang jauh berbeda.
Hal yang membedakan ini yang disebut stilistik. Kecenderungan seorang penulis bisa saja terpengaruh dari penulis favoritnya. Namun, hasilnya tetap akan menunjukkan hal yang berbeda. Semakin banyak Anda membaca, maka akan semakin banyak inspirasi stilistik yang masuk ke kepala Anda. Hasilnya, Anda justru akan menemukan sendiri gaya penulisan Anda sendiri.
4. First Write (menumpahkan gagasan)
Setelah melewati proses membaca tiga kali, maka Anda akan memasuki proses menulis pertama. Menulis pertama adalah proses menumpahkan gagasan. Tahap ini adalah tahap mengubah audio menjadi teks. Berarti, bahasa Anda masih berupa "bahasa lisan". Alias, Anda hanya memindahkan apa yang ingin Anda ceritakan, melalui teks. Tepat seperti ketika Anda menulis pesan lewat aplikasi seperti Messenger, atau Whatsapp ke orang lain. Saat itu, Anda bisa menulis dengan cepat dan lugas apapun yang ingin Anda sampaikan. Karena bahasa yang Anda tulis adalah bahasa lisan. Tulislah semuanya, hingga gagasan di kepala Anda sudah benar-benar tumpah ruah di teks.
5. Second Write (sintaksis gramatikal)
Tahap pertama sudah dilalui, maka Anda akan mendapatkan "bahan mentah" tulisan. Tentunya, masih perlu diperbaiki dan disempurnakan. Saat ini, Anda mengubah perspektif Anda sebagai seorang "pembaca". Ketika Anda membaca satu kalimat yang sudah Anda tulis, apakah apa yang ingin disampaikan sudah berhasil disampaikan dengan baik? Kemudian, pastikan bahwa kalimat Anda sudah memenuhi kaidah kalimat secara sintaksis gramatikal.
Kalimat yang paling dasar dalam Bahasa Indonesia mesti memenuhi syarat Subjek + Predikat. Predikat bisa berupa kata kerja (verba), kata benda (noun) maupun kata sifat (adjektiva). Hal ini berbeda dalam Bahasa Inggris, di mana syarat kalimat minimal adalah Subject + Verb. Dalam beberapa kasus verb bisa berganti dengan to be (is, am, are). Tentunya, syarat kalimat ini sudah dipelajari sejak sekolah dasar, namun bukan berarti sudah berhenti dipelajari.
Coba periksa lagi kalimat Anda, apakah sudah memenuhi kaidah berbahasa? Bisa dikatakan, dalam proses ini, Anda sudah bukan penulis tapi seorang editor.
6. Third Write (stilistik)
Bahan yang sudah diperbaiki secara sintaksis gramatikal, masih belum cukup untuk dipublikasikan. Lakukan "stilir" kalimat untuk menjadikan kalimat Anda lebih indah, enak dibaca, punya gaya khas penulisan, atau mungkin bersifat sastrawi untuk penulisan karya sastra. Proses stilir bisa Anda lihat contohnya seperti di bawah ini:
- Kalimat asal: "Aku kagum dengan ibuku"
- Kalimat "distilir" : "Aku melihat lengkungan pelangi jatuh di mata ibuku"
Kata "kagum" digantikan dengan "melihat lengkungan pelangi jatuh..." untuk memberi kesan seberapa kagum "aku". Tentunya, seseorang bisa kagum dengan kecantikan, atau ketampanan. Juga, bisa kagum dengan lucunya kucing peliharaan. Keduanya sama-sama "kekaguman" namun dengan kadar yang berbeda. Anda juga mesti memberikan informasi seberapa "kadar" kekaguman tersebut.
Sedangkan kata "ibuku" diperjelas menjadi "mata ibuku" untuk memberikan penjelasan spesifik apa yang paling mengingatkan "aku" pada "ibu".
Demikian sejumlah langkah-langkah yang bisa Anda ambil untuk menulis seperti George Orwell. Dengan keseriusan di setiap langkahnya, tentunya Anda bisa melahirkan sebuah tulisan yang memukau dan informatif bagi banyak orang. Tidak hanya itu, meminjam terminologi Karl Jesper, tulisan Anda juga mesti menyentuh "chiffer" atau situasi batas seorang pembaca. Situasi batas adalah batas terakhir yang bisa ditanggung seorang manusia, sebelum masuk dalam fase transendental. Sebagaimana Anda bisa membuat seseorang menangis, tertawa, kecewa, marah, dan sebagainya lewat sebuah tulisan. Silahkan dipraktikkan, dan ciptakan sebuah tulisan yang indah.
Referensi:
- Egri, L. (2019). The art of dramatic writing. Victoria, BC, Canada: Must Have Books.
- Taylor, D. J. (2015). In Orwell: The life. New York, NY: Open Road Integrated Media.
- The Times. (2010). The 50 greatest British writers. Retrieved from https://www.thetimes.co.uk/article/the-50-greatest-british-writers-since-1945-ws3g69xrf90