Advertisement
Fitur artistik dalam karya teater absurd |
Pembacaan ulang terhadap artikel berjudul "Analysis on the Artistic Features and Themes of the Theater of the Absurd" oleh Jiang Zhu
PojokSeni - Sebelumnya di Pojok Seni dalam kumpulan artikel bertajuk "Teater Post-Realis" membahas tentang apa itu teater absurd. Kali ini, hal yang akan dibahas adalah fitur artistik (dan tema) dari teater absurd, berdasar pembacaan dari artikel berjudul "Analysis on the Artistic Features and Themes of the Theater of the Absurd" yang ditulis oleh Jiang Zhu, dari Changcun University of Science and Technology.
Fitur artistik merupakan kunci utama yang digunakan oleh seorang peneliti dalam lingkup kerja literatur (dan sastra). Setiap jenis teater memiliki fitur artistik sendiri dengan kekhasan latar belakang dan kemungkinan tuntutan dari lingkungannya. Karena itu, fitur artistik menjadi sebuah perpanjangan kategori dalam ranah literasi. Hal inilah yang diekspresikan dalam berbagai cara oleh penulis (dramawan).
Dalam teater absurd, sejumlah fitur artistik yang ditemukan di dalamnya antara lain:
Anti karakter
Anti karakter berarti cara penyusunan atau pembentukan karakter akan berlawanan dengan cara penyusunan karakter dalam drama konvensional. Dalam drama konvensional, karakter akan dibentuk dengan "wajar". Dengan kata lain, seorang karakter itu bisa dibentuk dari apa yang ditemukan sehari-hari di lingkungan. Wajar yang dimaksud adalah, tidak melebih-lebihkan (men-stilir), ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dan memiliki tiga latar belakang yang kuat; fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
Namun dalam pembentukan karakter di drama absurd adalah kebalikannya. Karakter dalam drama absurd rata-rata adalah orang-orang yang penasaran, aneh, dan memiliki harapan yang tidak wajar. Hal itu akan diperkuat dengan visi "absurditas" dramawan, yakni menggali jauh lebih dalam untuk membentuk "seseorang" yang kehilangan harapan, terlempar dari kehidupan sosialnya, dan kehilangan jati dirinya. Bila dalam drama konvensional, karakter akan dibuat bergerak dengan motif yang sangat kuat, dimengerti, dan dipercaya. Maka, dalam drama absurd, motif bergerak itu akan lemah, diinterupsi, dan ditiadakan. Kadang-kadang, pertanyaan yang sama diulang-ulang dan terus menerus.
Absurd adalah kehilangan harmonisasi (dalam konteks musik). Kehilangan harmonisasi berarti keluar dari susunan yang harmoni dengan alasan yang tidak logis, atau tidak ada alasan. Bisa disimpelkan dengan, absurd berarti "konyol" (ridiculous), namun terlihat bukan sebuah "sense" dari teater absurd. Namun akan terlihat sangat dekat dengan pemaparan Ionesco dalam sebuah essay-nya untuk Kafka (yang juga dikutip oleh Esslin) yakni "absurd adalah sesuatu yang tanpa tujuan, terputus dari relijiusitas, metafisik, dan akar-akar transendental, di mana seseorang menjadi hilang; semua yang dilakukannya menjadi tidak berguna, tidak bernalar, dan "absurd".
Baca juga artikel: Lakon Absurd: Karya dari Orang Buangan dengan Timing yang Tepat
Anti-bahasa
Dalam kerja literasi dan karya sastra, bahasa adalah poin paling. Sebab, bahasa menjadi medium utama bagi sebuah karya sastra. Namun, hal itu tidak berlaku untuk sebuah karya teater absurd. Dalam sebuah karya teater absurd, bahasa bukan sebuah penghubung atau alat komunikasi verbal. Ekspresi justru menjadi penghubung pertama antara obrolan yang satu dengan yang lainnya.
Terkait "anti-bahasa" dijelaskan lebih detail dalam artikel berjudul: Disintegrasi Bahasa: Upaya Beckett Mengekspresikan Makna Melalui Keterceraiberaian Bahasa.
Anti-drama
Bila drama konvensional akan sangat mudah dimengerti lewat konten dan temanya. Tapi, teater absurd justru akan sulit dimengerti dari aspek manapun. Teater absurd yang muncul sejak era 1950-an, selisih ratusan tahun dari drama tradisional. Namun, teater absurd justru muncul sebagai drama populer berkelang beberapa tahun setelah muncul, karena representasi teater ini yang memberikan perpektif yang berbeda. Anda mungkin akan terlena dengan apa yang dihadirkan lewat karya Shakespeare, hingga Bernard Shaw. Tapi, teater absurd memberikan pemaknaan yang berbeda. Nama-nama dramawan absurd mulai dari Beckett sebagai pioneer, hingga nama Edward Albee dan Harold Pinter sebagai pelanjutnya, memberikan warna yang berbeda, namun terkesan anti-drama.
Plot yang circular, karakteristik yang tak tertebak, serta teknik yang berbeda untuk membawakannya menjadi teater absurd memiliki perbedaan untuk diapresiasi bila dibandingkan dengan teater konvensional.
Maka dari itu, selain anti-drama, teater absurd juga disebut anti-plot. Baca juga artikel : Naskah Beckett End Game, Serta Keterkaitan Antara Keniscayaan dan Absurditas
Dalam artikel berikutnya, Pojok Seni akan memaparkan tentang tema yang biasa diusung dalam teater absurd. Ikuti PojokSeni di Google News untuk informasi terbaru dan artikel-artikel terbaru.
Referensi:
Zhu, J. (2013). Analysis on the artistic features and themes of the theater of the absurd. Theory and Practice in Language Studies, 3(8). doi:10.4304/tpls.3.8.1462-1466