Hal yang Menarik dari Tertawa -->
close
Pojok Seni
01 April 2023, 4/01/2023 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2023-04-01T01:00:00Z
NarasiOpini

Hal yang Menarik dari Tertawa

Advertisement

Tertawa itu menular
Hal menarik dari tertawa (foto: Pinterest)


PojokSeni - Suatu hari di kalayang yang mengantar banyak orang dari Terminal 3 menuju ke Terminal 1 Bandara Soekarno Hatta, seorang lelaki melihat ponselnya, sambil menggunakan headphone di telinganya. Sepertinya ia sedang menonton sesuatu yang sangat lucu, sehingga ia tertawa terbahak-bahak. Perjalanan di kalayang tersebut hanya sekitar 5-7 menit, dan selama itu lelaki dewasa yang mungkin berusia 40 tahun tersebut, tak berhenti tertawa.


Awalnya, orang-orang yang berada di sekitarnya memandangnya dengan aneh. Begitu juga yang akhirnya berhenti di terminal 2. Sampai pintu terbuka, masih memandang dengan cukup aneh. Tapi, beberapa menit kemudian, satu persatu orang-orang mulai tertawa. Mereka ikut tertawa meski tidak tahu apa yang harus ditertawakan. Mereka hanya tertawa.


Saya yang melihat situasi tersebut juga akhirnya ikut tertawa. Padahal, badan benar-benar sudah lelah di perjalanan sebelumnya dari Solo ke Jakarta, dan masih akan melanjutkan perjalanan ke Bengkulu sekitar beberapa jam lagi. Tapi, entah kenapa saya ikut tertawa. Saya lupa tubuh saya capek, tapi saya tak bisa menahan tawa.


Sampai di terminal I, saya teringat pengalaman menonton Longser oleh Bandungmooi di Gedung Dewi Asri, ISBI Bandung. Pertunjukan teater rakyat tradisional Jawa Barat tersebut tentunya menggunakan bahasa Sunda secara penuh, dan saya tidak begitu mengerti apa arti sebenarnya. Tapi seisi gedung tertawa, dan saya perlahan-lahan mulai ikut tertawa. 


Pementasan Longser bertajuk Nyai Mastiti oleh Bandungmooi memang didesain untuk memancing tawa. Dan pancingan tersebut berhasil, ketika penonton semuanya tertawa. Ketika penonton tertawa, maka penonton yang lain juga ikut tertawa. Ada fenomena apa sebenarnya dengan tertawa ini?


Tertawa Tidak Melulu Karena Lelucon


Komedi adalah puncak dari seni pertunjukan, menurut Hegel. Karena komedi menghadirkan keseharian manusia dengan lebih jujur. Berikutnya, gelak tawa akan menjadi sebuah pemangkas jarak antara pemain dengan penonton. Hal itu yang menjadi komunikasi secara sadar antara seniman dengan pertunjukannya.


Tertawa juga cara berinteraksi antar satu manusia dengan manusia lainnya. Anda tidak melulu membutuhkan lelucon untuk tertawa. Kadang, Anda hanya butuh pemancing. Dari sebuah kelas misalnya, ada 50 siswa. Dan hanya 10% di antaranya yang tertawa karena lelucon. Sisanya, mereka tertawa karena melihat orang lain tertawa.


Tertawa menjadi semacam bagian dari komunikasi. Dalam satu kelompok misalnya, tertawa menjadi jalan untuk membentuk kemesraan antar anggota. Kadang tertawa karena lucu, kadang tertawa karena tidak lucu.


Tertawa yang Menular


Dalam kasus di dalam kalayang dan di gedung pertunjukan, ada lebih banyak orang yang tertawa karena tertular tawa dari orang lain. Hal itu ternyata juga memancing Sophie Scott, seorang pakar saraf di University College London, Inggris untuk menelitinya.


Hasilnya, Sophie Scott sampai pada kesimpulan bahwa tertawa memang bisa menular. Penyebabnya, ketika mendengar suara tawa apalagi melihat secara langsung, maka bagian otak yang bernama korteks premotor akan menggerakkan otot di wajah manusia menjadi "posisi" tertawa.


Bila stimulus tersebut datang berulang, maka untuk berikutnya Anda akan tertawa. Meski tidak perlu ada alasan, Anda akan tertawa karena melihat orang lain tertawa. Intinya adalah, otak Anda akan merespon tawa dari orang lain dengan cara menirukan ekspresi tawa. Hal itu akan membuat Anda tertawa, tanpa perlu sesuatu yang lucu. Karena itu, kita akan tertawa ketika ada orang lain yang tertawa.


Kesimpulannya, tertawalah. Atau, setidaknya mulailah hari Anda dengan tersenyum. Bila senyum akan berhasil memancing orang lain untuk tersenyum, maka semesta juga akan tersenyum untuk Anda.

Ads