Ulasan Pertunjukan: Dua Ketoprak, Balacan Art Community dan PPST Purwantoro 2 Malang -->
close
Pojok Seni
22 March 2023, 3/22/2023 11:24:00 PM WIB
Terbaru 2023-03-22T16:24:12Z
Ulasan

Ulasan Pertunjukan: Dua Ketoprak, Balacan Art Community dan PPST Purwantoro 2 Malang

Advertisement
Pertunjukan Ketoprak dari Sanggar Seni Kemasan
Pertunjukan Ketoprak dari Sanggar Seni Kemasan (Foto: Pratama Reski Wijaya)

Dua pertunjukan ketoprak (Sanggar Seni Kemasan dan Ketoprak Ngampung Surakarta) menjadi dua pertunjukan ketoprak dengan warna yang sama sekali berbeda. PPST SDN Purwantoro 2 Malang, menghadirkan pertunjukan tentang seorang anak yang terasing dari lingkungannya sendiri. Belacan Art Community yang berisikan mahasiswa Pascasarjana ISI Surakarta mendendangkan syair menyedihkan ketika orang-orang terusir dari tanahnya sendiri. Dua pertunjukan ketoprak, serta pentas Balacan Art Community digelar di hari terakhir SalaHatedu#10 tahun 2023. Sedangkan, PPST SDN Purwantoro 2 Malang digelar di hari kedua. 


Pertunjukan Ketoprak dari Sanggar Seni Kemasan dan Ketoprak Ngampung Surakarta


Dua pertunjukan ketoprak ini sangat berbeda, memberikan persepsi yang juga luar biasa berbeda. Bila pertunjukan dari Sanggar Seni Kemasan ditujukan untuk borjuis, maka Ketoprak Ngampung ditujukan untuk kelas proletar. Sanggar Seni Kemasan memberikan pertunjukan ketoprak yang rapi, berbahasa Jawa halus, dan menceritakan kehidupan sekitar kraton. Kebalikannya, ketoprak Ngampung memberikan pertunjukan ketoprak yang penuh lelucon, berbahasa Jawa yang dituturkan masyarakat pada umumnya, dan menceritakan kehidupan masyarakat lebih umum. 


Pertunjukan Ketoprak Ngampung Surakarta
Pertunjukan Ketoprak Ngampung Surakarta (Foto: Pratama Reski Wijaya)


Dulunya, mungkin kedua pertunjukan ini memiliki kelas yang khusus untuk segmentasi penonton. Namun, hari ini keduanya sama-sama "seni teater rakyat" yang sedang bergeliat melawan gempuran modernisasi. Keduanya memiliki tujuan yang sama, serta penonton yang sama. Terbukti, penonton yang menonton ketoprak dari Sanggar Seni Kemasan, juga terhibur ketika menyaksikan Ketoprak Ngampung Surakarta. 


Pertunjukan dari Balacan Art Community


Dimulai dari dendang khas Suku Sakai, Riau, seorang lelaki mulai berjalan perlahan menuju saluran air besar di Wisma Seni Taman Budaya Solo. Ia berjalan di tengah hujan yang menderas, hingga ke tepi saluran air. Di dalam saluran air tersebut, tiga orang lainnya terus bergerak sembari meneriakkan syair-syair perlawanan. Hujan, tanah, sungai, dan laut adalah kami, kata mereka. Syair-syair itu terus menyayat, memberi penanda betapa sakit hati mereka kehilangan tanah, laut, sungai, dan bumi tempat tinggal yang telah dieksploitasi oleh manusia lainnya.


Petunjukan dari Balacan Art Community
Petunjukan dari Balacan Art Community (Foto: Pratama Reski Wijaya)


Di seberang, seorang performer wanita terus menari mengikuti irama hujan yang semakin menderas. Ia seakan berada di dunia yang terpisah dari tiga lelaki yang berada di dasar selokan dan bergulat dengan lumpur. Tapi, ia menarikan hal yang sama. Ia hadir sebagai saksi, yang melihat secara langsung penderitaan tiga lelaki yang berada di dasar selokan.


Tiga lelaki itu kemudian mencakar-cakar lumpur, saling melempar batu, dan bergerak dengan tempo yang terus berubah-ubah. Pertunjukan selama 40 menit tersebut merupakan karya Aditya Heriyadi, asal Pekanbaru, Riau yang sedang melanjutkan pendidikan di Pasca Sarjana ISI Surakarta. Pertunjukan tersebut tetap mampu menarik perhatian penonton yang melawan hujan untuk menyaksikannya. 


Seniman Riau lainnya, Willy Fwi sempat bertanya, kenapa dendang suku Sakai yang notabene berada di perbatasan Riau dengan Sumatera Barat, bisa melompat ke dendang khas Kampar yang didendangkan para performer yang berada di dasar selokan. 


Pertunjukan dari PPST SDN Purwantoro 2 Malang


Pertunjukan ini digelar di hari kedua gelaran SalaHatedu 2023. Pertunjukan dimulai dengan kedatangan seorang perempuan berpakaian serba putih, memeluk boneka beruang berwarna cokelat. Lampu blackout, kemudian perempuan itu berada di dalam sebuah kurungan. Di sekitarnya, hadir belasan anak-anak yang bermain-main seperti anak-anak pada umumnya. Semuanya bermain dengan gembira, namun tidak ada yang peduli dengan seorang perempuan yang berada di dalam kurungan. Perempuan di dalam kurungan, seakan terasing dari dunianya sendiri, dunia bermain anak-anak.


Setelah berjalan sekitar 10 menit, perempuan berbaju putih itu keluar dari kurungan, dan semua anak di atas panggung menjadi statis. Perempuan berbaju putih itu berjalan ke sudut kanan depan panggung, sambil membawa boneka dan kurungannya. Sampai ke titik tersebut, ia membuat sejumlah gerakan yang entah kenapa diikuti oleh seluruh anak di atas panggung. Lalu, ia kembali mengurung dirinya di dalam kurungan. Anak-anak yang berada di luar kurungan berjalan pelan ke arah kurungan sambil mendendangkan dialog berbahasa Jawa. Tak lama kemudian, muncul seorang anak lain berpakaian hitam datang dan menjemput perempuan yang terkurung itu. 


Meski berjalan lambat, namun pertunjukan ini mampu membius penonton yang memenuhi pendopo Wisma Seni TBS sore itu. Jalinan antar spektakel sangat terasa mulus, membuktikan bahwa pertunjukan itu membutuhkan proses yang tidak sebentar. Apalagi semua aktor-aktornya adalah anak-anak usia sekolah dasar.


Dalam lanskap yang sureal itu, apa yang sebenarnya ingin disampaikan anak-anak SD ini? Apa visi dramatik mereka dengan keterasingan, keterkurungan, dan kesepian itu? Dua hal yang cukup memantik pertanyaan adalah, apakah anak tersebut menutup diri (katakanlah introvert), atau apakah teman-temannya yang menjauhi anak tersebut? 


Apapun jawabannya, akan bermuara ke satu pertanyaan lain, apa atau siapa yang ingin disimbolkan oleh pertunjukan ini? Sedikit membandingkan dengan pertunjukan anak-anak dari Sanggar Pasinaon Pelangi misalnya, sangat terasa bahwa gagasan hingga bentuk pertunjukan, merupakan pengejawantahan dari "dunia anak" yang penuh imajinasi itu. Tapi, bukan hal itu yang menjadi warna dari pertunjukan PPST SDN Purwantoro 2 Malang.  

Ads