Advertisement
Mapag Tamba oleh Sekolah Teater Indramayu (Foto: Pratama Reski Wijaya) |
Oleh: Fikri Husni Hidayat*
PojokSeni - Sekolah Teater Indramayu (STI) mengusung pertunjukan bertajuk Mapag Tamba karya/sutradara Candra Pangeran pada gelaran hari ketiga SalaHatedu#10, Minggu (19/3/2023). Kostum yang sederhana, dan didominasi oleh gerak tubuh, serta 3 bilah bambu mewarnai pertunjukan yang didasari dari ritual tolak bala daerah Indramayu, Provinsi Jawa Barat tersebut.
Dalam pertunjukan tersebut, diperlihatkan seorang perempuan yang dihiasi dengan dedaunan, lalu 3 pemain lelaki tanpa rambut berbaju putih menggenggam bilah bambu, dan terakhir seorang pemain dengan kostum yang menyerupai monster. Selama pertunjukan, iringan audio musik mengikuti aksi para pemain di panggung hingga akhir.
Konsep pertunjukan eksploratif yang mereka tampilkan, sangat kental dengan tradisi pra tanam padi di Jawa Barat yang disebut Sedekah Bumi. Jika ditelusuri lebih lanjut, nama Sedekan Bumi Indramayu di sebut dengan Mapag Tamba.
Secara singkat, Mapag Tamba merupakan adalah tradisi ritual tolak bala, dalam penyambutan penanaman padi yang dimulai saat adzan subuh berkumandang. Upacara tersebut dilakukan dengan beberapa langkah-langkah sakral, salah satunya adalah membawa air dalam bumbung bambu dari tujuh sumber. Air yang telah didoakan itu disiramkan ke sawah.
Gerak tubuh yang dilakukan para pemain dengan diiringi audio musik dengan vibes spiritual, memperkuat kekentalan warna tradisi selama pertunjukan tersebut serta teriakan beberapa pemain secara simbolik memperlihatkan keresahan-keresahan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan alam.
Karakter pemain antara lain; wanita dengan kostum yang diselimuti daun, pemain berkostum menyeramkan dan 3 aktor dengan kostum serba putih menggenggam bilah bambu memainkan plot cerita yang dapat diinterpretasikan oleh masing-masing penonton akan kaitannya dengan alam.
Keunikan pertunjukan tersebut, memikat para penonton untuk menyaksikannya hingga akhir. Namun, ada beberapa hal yang perlu dimatangkan kembali seperti, konsep lighting yang tidak begitu matang dan kostum yang terlalu seadanya. Walaupun demikian, pertunjukan dari Sekolah Teater Indramayu cukup memuaskan ruang estetika penonton yang hadir dalam acara tersebut.
Satu catatan menarik adalah, secara audio penampilan ini begitu memukau. Suara dari para pemain, bahkan desahan tangis yang sangat pelan sekalipun, berhasil terkonversi menjadi pengalaman audio yang menakjubkan dalam pertunjukan ini. Meski diiringi oleh musik yang cukup tinggi intensitasnya, namun balancing antara audio vokal para pemain yang terdengar jelas di speaker utama, dengan musik pengiring yang spiritual, menjadikan pertunjukan ini lebih hidup.