Advertisement
Pojok Seni - Siswa SMA yang sudah kelas tiga, sebentar lagi mesti dihadapkan pada keharusan untuk memilih jurusan kuliah. Beberapa siswa dari sekolah umum (SMA), cukup asing dengan sekolah seni seperti Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta, Solo, Padangpanjang, dan Denpasar, serta Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) di Bandung, Aceh, Kalimantan, dan Papua.
Sebelumnya, Pojok Seni sempat merekomendasikan bagi siswa yang ingin mengambil jurusan teater di beberapa kampus seni terbaik Indonesia. Simak artikel tersebut di pranala ini > Ingin Mendalami Seni Teater? Ini Rekomendasi 5 Sekolah Seni Terbaik Untuk Jurusan Teater.
Bagi sebagian orang, seniman adalah "sebuah profesi yang sangat keren". Berbagai alasan antara lain, menjadi pemikir, serta tidak diikat oleh aturan tertentu. Dengan kata lain, seniman adalah seorang yang menjalani hidupnya dengan freewill dan freedom.
Ada beberapa siswa yang mungkin ingin mengambil kuliah di sekolah seni karena alasan tersebut. Dengan kata lain, ingin menjadi seniman. Mereka ingin hidup dari passion mereka, dari hobi mereka. Dan lagi, kebanyakan lulusan seni juga berhasil membuka lapangan pekerjaan baru, mencetak seniman-seniman baru, dan tentunya menciptakan karya-karya indah yang menggugah dunia.
Tapi, ada alasan lain lagi, yang sebenarnya cukup lucu. Mereka ingin kuliah seni karena ingin kuliah yang santai, dan menghindari pelajaran "matematika". Kenapa lucu? Yah, karena faktanya mereka justru akan tetap bertemu "matematika" meski mengambil jurusan teater, tari, seni rupa, musik, dan sebagainya.
Sayangnya, tidak sedikit mahasiswa yang mengambil jurusan seni karena "ingin santai" ini justru yang paling "nyeni" ketika sudah diterima masuk kampus. Kemudian, kuliah dengan malas-malasan, lalu drop out, atau minimal terlambat wisuda. Mereka baru menyadari bahwa sebenarnya kuliah jurusan seni juga akan bertemu dengan teori yang njelimet, mulai dari matematika, ilmu sosial, antropologi, kajian teks sastra, dan sebagainya.
Apapun alasannya, toh memang tidak ada jurusan kuliah yang mudah dan santai. Apalagi, sudah terlalu banyak pekerjaan di dunia ini yang melibatkan orang seni. Bahkan di perusahaan yang membuat laptop, mereka butuh desainer, juga butuh "penata visual" dan "penata kata-kata" untuk promosi produk. Seni itu terlalu luas, dan bisa mencakupi segala sendi kehidupan.
Apakah pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh siswa SMA terkait kuliah seni? Berikut Pojok Seni akan mengulasnya satu per satu.
Pertanyaan yang paling sering ditanyakan tentang kampus seni |
Kuliah jurusan seni apa saja?
Setidaknya, ada beberapa jurusan seni yang bisa diambil antara lain seni karawitan, seni tari, seni teater, seni rupa, seni musik, televisi & film, dan beberapa jurusan lainnya. Ada juga beberapa jurusan khusus seperti seni pedalangan, etnomusikologi, dan kriya.
Kuliah jurusan seni bisa kerja apa?
Secara khusus kita bisa mengatakan bahwa perguruan tinggi seni akan mencetak seniman. Dengan kata lain, seniman ada profesi yang diharapkan dari seorang yang kuliah di jurusan seni. Tapi, ada banyak pekerjaan era modern yang tetap membutuhkan seorang seniman. Katakanlah di perusahaan swasta, instansi pemerintahan, gedung kesenian, galeri, media massa, dan sebagainya. Tentunya, Anda juga bisa berwirausaha dengan menjual produk seni karya Anda maupun karya orang lain.
Kuliah seni, gelarnya apa?
Untuk strata 1 (S1), tamatan dari perguruan tinggi seni akan bergelar S.Sn (Sarjana Seni). Bila Anda kuliah di luar negeri, maka gelar Anda adalah BFA (Bachelor of Fine Art). Sedangkan untuk level magister (S2), Anda akan bergelar M.Sn (Magister Seni), dan di luar negeri gelar Anda adalah Master of Arts (MA).
Universitas yang ada jurusan seni di mana?
Untuk "hasil" terbaik, jurusan seni sebaiknya kuliah di perguruan tinggi seni. Untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ada Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta, Denpasar, Solo, dan Padangpanjang. Ada juga Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) di Bandung, Aceh, Palangkaraya, dan Papua. Selain itu, di Jakarta ada Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Institut Musik Indonesia (IMI), dan sebagainya. Namun, itu hanya bila Anda ingin mengambil kuliah seni murni (fine art). Untuk pendidikan seni (tamat dengan gelar S.Pd), Anda bisa mencarinya di universitas umum, baik universitas negeri maupun universitas swasta di Indonesia.
Selain pertanyaan, juga ada stereotype tentang kuliah di perguruan tinggi seni. Ada yang salah, tapi ada juga yang cukup tepat. Apa saja stereotype tersebut? Berikut ulasannya.
Stereotype tentang kampus seni |
Stereotype: "Masuk ke perguruan seni lebih mudah dan gampang. Persaingannya tidak ketat."
Kata siapa? Apakah masuk ke PTN khusus seni seperti ISI, ISBI, IKJ, dan lain-lain itu tidak sulit? Untuk membuktikannya, Pojok Seni mengambil sampel jumlah peminat dengan jumlah siswa yang diterima di salah satu kampus seni di Indonesia.
Bisa Anda lihat sendiri bukan, jumlah siswa yang bisa diterima, dengan peminatnya adalah 1:10. Dari 10 orang yang mendaftar, 9 di antaranya akan gagal diterima. Apalagi untuk jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) dan Film&Televisi, perbandingannya jauh lebih tinggi. Hanya ada 40 orang yang diterima dari ribuan peminat. Itu berarti, perbandingannya 1:25, alias hanya satu orang dari 25 pendaftar yang diterima. Apakah itu termasuk kategori mudah?
Stereotype: "Kuliah tari nggak perlu bisa nari, kuliah teater nggak perlu bisa akting, kuliah seni rupa nggak perlu bisa menggambar. Entar, juga diajarin sama dosennya."
Ini pernyataan yang cukup keliru. Karena, dosen-dosen justru bukan mengajarkan tentang bagaimana akting, bagaimana menari, bagaimana menggambar, dan sebagainya. Justru, mahasiswa akan diarahkan untuk mencari cara menghasilkan karya yang bagus dengan berbagai metode, tekhnik, dan teori tertentu. Bahkan, ada banyak ilmu kesenian yang akan Anda dapatkan dari proses berkarya, bahkan di luar kampus. Selain itu, sejak masuk, salah satu indikator yang menentukan Anda bisa masuk ke kampus seni adalah kemampuan berkesenian Anda, sesuai jurusan yang dipilih.
Stereotype: "Kuliah seni adalah pilihan untuk kamu yang pemalas dan tidak terlalu pintar."
Ini stigma yang buruk, seakan-akan bila Anda terlalu pintar jangan kuliah seni. Sebenarnya, mahasiswa yang kuliah jurusan seni adalah orang-orang yang harus pintar di bidangnya. Ada juga yang tidak terlalu pintar, dan tentunya juga sama seperti yang ditemukan di universitas lainnya. Ada juga yang jenius, dengan imajinasi yang liar dan seakan-akan tanpa batas. Tidak ada jurusan kuliah yang mudah di dunia ini.
Stereotype: "Mahasiswanya berpakaian aneh-aneh, gondrong (bagi laki-laki), bertato, rambut pirang, dan sebagainya."
Khusus untuk stereotype yang ini, tidak dipungkiri jawabannya adalah "iya". Meski tidak semua mahasiswa akan berpakaian aneh-aneh, dan juga tidak semuanya bertato, bertindik, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan mereka adalah seniman, dan kebebasan berekspresi, juga berkehendak (freedom & freewill) menjadi hal yang "dilindungi" di kampus seni. Tapi, berpakaian juga harus sopan, meski "aneh-aneh".
Stereotype:: "Di kampus seni, dosennya aneh-aneh."
Yah, dalam perspektif kampus konvensional mungkin dandanan dosen di kampus seni cenderung "aneh". Tapi, itu juga sebenarnya perwujudan dari "freedom & freewill" yang berkaitan pula dengan dandanan mahasiswanya di atas. Meski demikian, dosen juga banyak yang keren dan rapi, kok. Kalau aneh yang dimaksud adalah "pemikirannya", yah rata-rata dosen yang baik memang berpikiran out of the box. Cobalah luangkan waktu Anda untuk mendengarkan gagasannya, Anda akan sangat tertarik.
Itu beberapa pertanyaan dan stereotype tentang kuliah seni di kampus seni (IKJ, ISI, ISBI, dan sebagainya). Perlu dicatat, meski memiliki nama yang sama (seperti ISI Yogyakarta dengan ISI Padangpanjang misalnya, atau ISBI Bandung dengan ISBI Aceh), namun "mereka" bukan kampus yang "terintegrasi" atau "berkaitan". Itu karena nomenklatur untuk penamaan perguruan tinggi seni negeri di Indonesia. Bukan "perusahaan cabang", yah.
Bila ada pertanyaan lain, atau mungkin stereotype lainnya yang perlu diklarifikasi, silahkan kirimkan ke email kami; redaksipojokseni@gmail.com, atau via messengger ke Facebook Page PojokSeni dan Direct Message (DM) ke Instagram Pojok.Seni.