Kenapa Bahasa Indonesia Menggunakan Ng dan Ny, Alih-alih Ŋ dan Ɲ? -->
close
Pojok Seni
07 February 2023, 2/07/2023 07:30:00 AM WIB
Terbaru 2023-02-07T00:30:00Z
Ulasan

Kenapa Bahasa Indonesia Menggunakan Ng dan Ny, Alih-alih Ŋ dan Ɲ?

Advertisement
Pengganti Ng dan Ny

Pojok Seni - Selain alfabet dari A sampai Z, kita tentu juga mengenal gabungan huruf konsonan antara lain NG, NY, SY, dan KH. Huruf "KH" digunakan untuk berbagai kata seperti "khusus" yang akan sangat berbeda cara membacanya bila ditulis dengan "husus" atau "kusus". Begitu juga untuk "SY" yang digunakan pada kata "syukur" misalnya, akan sangat berbeda cara membacanya bila ditulis dengan "sukur" atau malah "yukur".


Biasanya, kata yang menggunakan huruf "sy" dan "kh" berasal dari bahasa Arab yang diserap ke Bahasa Indonesia. Yah, ada empat cara Bahasa Indonesia menyerap bahasa asing, termasuk di antaranya dari bahasa Arab. 


Namun kali ini, yang akan dibahas adalah huruf NG dan NY. Terkhusus huruf NG, di mana huruf satu ini cukup banyak digunakan. Dalam berbagai bahasa di dunia, huruf NG ditandai dengan satu huruf yakni ŋ. 



Sedangkan huruf NY disimbolkan dengan ɲ.




Kedua huruf ini juga digunakan dalam simbol fonetik. Bila ŋ berarti "sengau di langit-langit (mulut) belakang", maka ɲ berarti "sengau di langit-langit (mulut)". Hal itu merujuk ke cara melafalkan huruf tersebut.


Sebenarnya, kita bisa saja menggunakan dua simbol tersebut di alfabet kita menggantikan NG dan NY, bukan? Tapi, kenapa tidak menggunakan ɲ (ekor menunjuk kiri) yang berarti 'NY" dan ŋ (ekor menunjuk kanan) yang berarti "NG". Dengan kata lain, kembali ke judul artikel ini, kenapa Bahasa Indonesia menggunakan Ng dan Ny, alih-alih Ŋ dan Ɲ? Kenapa tidak disederhanakan menjadi satu huruf saja?


Faktanya, hal itu memang tidak sederhana!


Penyebab pertama: Terbatasnya tuts di mesin tik zaman dulu


Mesin tik zaman dulu

Simbol ini sudah digunakan sejak dulu, namun untuk negara-negara yang menggunakan alfabet ABC, maka penggunaan huruf-huruf tersebut (dari A hingga Z) adalah total 26 huruf. Ditambah dengan angka 0 - 9 berarti 10 angka. Ditambah lagi dengan simbol penting seperti titik, koma, tanda seru, tanda petik, tanda kurung, tanda tambah, kurang, bagi, kali, dan sebagainya, maka setidaknya mesti ada sekitar 40-an tuts atau tombol di atas papan keyboard untuk mesin tik, hingga komputer. 


Huruf yang satu ini (ŋ dan ɲ) mesti ditambahkan ke keyboard yang terbatas ruangnya tersebut. Namun, dua huruf tersebut bukan hanya "satu-satunya" huruf konsonan. Di Bahasa Indonesia masih ada SY, KH, dan lain-lain. Apakah huruf-huruf konsonan tersebut juga mesti diganti dengan satu simbol saja, juga?

 

Akhirnya, orang-orang di Indonesia tetap memilih menggunakan huruf konsonan (gabungan dua huruf konsonan). Huruf konsonan ini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebut sebagai ligatur.


Penyebab kedua: Huruf lain juga mesti mendapat tambahan diaktrik juga



Penambahan huruf di tuts mesin tik tadi bukan satu-satunya masalah bila hendak menggunakan simbol ŋ dan ɲ sebagai pengganti Ng dan Ny. Masalah berikutnya adalah, kita juga punya huruf yang "bermasalah" lainnya dan perlu diakritik (tanda tambahan pada huruf yang mengubah nilai fonetisnya). Paling terasa adalah huruf E.


Huruf E pada "seri" akan berbeda bila artinya adalah: 


  • imbang
  • terang
  • jilid
  • jenis gigi


Untuk lebih jelas, coba lihat kalimat berikut ini:


  1. Pertandingan kedua klub itu berakhir seri (imbang)
  2. Ketika datang, wajahnya tampak begitu berseri (terang/bercahaya)
  3. Buku yang datang hari ini adalah seri ke tiga. (jilid)
  4. Gigi seri berguna untuk mengiris makanan. (jenis gigi)


Keempat kata "seri" di atas akan memiliki makna yang berbeda ketika pengucapannya berbeda. Dan inti dari pengucapan tersebut berada di huruf "E"-nya. Bukankah agar lebih jelas, kita bisa menulis kata "seri" tersebut dengan tambahan diakritik seperti ini:


  1. Pertandingan kedua klub itu berakhir seri.
  2. Ketika datang, wajahnya tampak begitu bersɝri.
  3. Buku yang datang hari ini adalah səri ke tiga.
  4. Gigi sɜːri berguna untuk mengiris makanan.


Kenapa keempat kata "seri" tersebut ditulis dengan huruf "E" yang berbeda-beda? Karena kita telah memilih menggunakan simbol fonetik, atau menggunakan tambahan diaktritik di huruf Ng dan Ny. Bila alasannya untuk mempersingkat, atau menyederhanakan huruf Ng dan Ny, kita juga mesti menggunakan simbol lainnya untuk huruf lainnya, bukan?


Bayangkan, untuk mengetik teks di bawah ini: 


Pertandingan kedua klub itu berakhir seri, hasilnya membuat wajah para pemain berseri.


Ditulis menjadi seperti ini.


Pɝrtandiŋan kədua klub itu bərakhir seri, hasilɲa mɜːmbuat wajah para pɜːmain bɝrsɝri.


Apakah rencana penyederhanaan tadi justru akan menyulitkan kita?

Ads