Advertisement
PEKANBARU – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Riau (UNRI) melalui dekan terpilih bertekad untuk menggelar agenda-agenda
positif dan progresif, salah satunya dengan mengadakan program diskusi ilmiah
secara periodik, yang dimulai pada Jumat (16/12/22) kemarin.
Diskusi bergenre filsafat dan keilmuan ini mengusung tema “Paradoks
Utopia, Rezim Digitalisme: Obsesi Ilmu dan Kebenaran Singular(itas)”. Berlangsung
di Private Room, Norma Coffee, Pekanbaru, yang untuk selanjutnya akan dihelat
di lingkungan kampus.
Acara yang terbilang langka ini diinisiasi oleh Prof. DR.
Yusmar Yusuf, M.Psi seorang Guru Besar, filosof,
fenomenolog, dan budayawan Riau melalui
KedaiReka (Kampus Mandiri) dengan Tsabitah Cyndicate, bertajuk Syarahan Syadu
Perdana. Mendapat support penuh dari Dekan terpilih FISIP UNRI, DR. Meyzi Herianto, sebagai seorang intelektual
eksentris yang progresif.
Diskusi selama empat jam tanpa jeda ini terasa singkat karena ketatnya
perdebatan serta lontaran-lontaran premis di luar kotak (out of the box)
dari para peserta diskusi. Muhammad Natsir Tahar, seorang writerprenuer dan
praktisi bisnis digital sengaja dihadirkan dari Batam sebagai pembicara tentang
“Humanisme
Vs Demuhanisme dalam Perspektif Happy Ending (Utopia)”.
Menurut Prof.
Yusmar, Natsir sengaja didatangkan dari kota yang sangat kapitalis serta berada
di gerbang peradaban dunia, dipenuhi para animal economics yang
hedonistik. “Natsir tidak hanya dikenal karena tulisan-tulisannya yang luar
biasa, tapi dia sekaligus adalah anomali, hidup dari kota dengan prilaku yang
pragmatis,” sebut Prof. Yusmar di sela diskusi berlangsung.
Hampir semua peserta yang hadir sepakat bahwa diskusi semacam ini belum
pernah terjadi sebelumnya, dan menginginkan agar dilanjutkan sebagai agenda
tetap FISIP UNRI. Terutama DR. Meyzi bertekad menjadikannya sebagai pilot
project diskusi bergenre filsafat dan keilmuan, sehingga akan banyak
diskusi serupa yang mengambil lokus di kampus dan melekat pada FISIP UNRI.
Ketua Dewan Kesenian Kota Pekanbaru Fedli Azis yang juga hadir mengaku
sangat terkesan dan menunggu diskusi lanjutan. “Terus terang saya terkesan dan
ingin peristiwa langka itu terus bergulir sepanjang waktu. Saya katakan langka,
karena memang diskusi sebebas itu jarang saya jumpai di Riau beberapa tahun
belakangan. Apalagi setelah para senior dari kalangan seniman sudah berstatus
"Allahyarham" seperti Al azhar, Hasan Junus, Idrus Tintin, Bustamam
Halimi, Dasri al Mubari dan banyak lagi,” terang Fedli.
Satu hal lagi lanjut Fedli, peristiwa kali ini justru terjadi di kalangan kampus, terutama FISIP UNRI, yang sebelumnya tak pernah terdengar. Bicara dan mengungkapkan pendapat sebebas-bebasnya tentang filsafat dan keilmuan lainnya.
Tampil di depan para dosen muda progresif macam DR. Meliani (alumnus
[Doktor]; kajian kebencanaan perspektif Weberian [Cumlaude]), kandidat doktor
Saiman Pakpahan (Dosen FISIPOL UNRI yang berpikiran kritis), Resdati, S. Sos,
MSi (dosen muda perempuan FISIPOL UNRI), serta Murparsaulian seorang penyair,
penggiat media kreatif dan Alumnus Universidad Autonomous de Barcelona, Spanyol
ini, Natsir mengaku adrenalin-nya sempat terpacu.
Juga hadir para trigger, yang menyebabkan diskusi ini terasa sangat singkat. Mereka adalah para alumni FISIPOL UNRI yang memiliki pemikiran kritis dan kreatif seperti Satya Wira Wicaksana, Haldi Yunian, dan beberapa mahasiswa calon-calon free thinker. Bahkan Bambang Putra Ermansyah alias Ibam yang bertugas sebagai moderator, ikut mendebat dengan perspektif keilmuan yang tajam.