Peusijuek Bumoe oleh KSTT Aceh: Sebuah Pesan Sederhana untuk Dinginkan Bumi -->
close
Pojok Seni
03 October 2022, 10/03/2022 11:02:00 AM WIB
Terbaru 2022-10-03T04:02:08Z
eventteater

Peusijuek Bumoe oleh KSTT Aceh: Sebuah Pesan Sederhana untuk Dinginkan Bumi

Advertisement



pojokseni - Dalam gelaran Festival Teater Sumatera II, di Taman Budaya Sriwijaya, Palembang Sumatera Selatan yang digelar sejak tanggal 29 September hingga 1 Oktober 2022 lalu, Komunitas Seni Tanda Tanya (KSTT) dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam membawakan pertunjukan bertajuk Peusijuek Bumoe karya/sutradara Fani Dilla Sari. Garapan ini mencoba membawa pesan sederhana dan memang tidak menitikberatkan pada galian semotika, namun dibalut dengan bentuk teater kontemporer yang tidak hanya dipahami oleh penonton yg memiliki latar akademis atau berpengetahuan terhadap semiotika, tapi juga bisa dinikmati oleh penonton awal. Hal itu juga diakui oleh sutradara Fani Dilla Sari, bahwa di daerah domisili grupnya, garapan kontemporer masih minim dan dianggap sulit untuk dipahami. Karena itu, tujuan proses kreatif  KSTT ini adalah agar pertunjukan Peusejuek Bumoe agar dapat ditonton oleh siswa ataupun orang umum, sehingga misi utama KSTT untuk membagikan ruang eksperimen dengan isu global hari ini, serta berkelindan dengan lokalitas, serta spirit Aceh bisa tetap bergema di panggung.


Sejak awal, garapan ini memang ditujukan untuk FTS Sumatera II yang mengusung tema Ritual of Healing. Sejak lama, ritual Peusejuek Bumoe dikenal sebagai ritual untuk mendinginkan objek di bumi, dengan cara berdoa pada Tuhan untuk mendapatkan keselamatan. Ritual peusejuek ini hadir di tengah masyarakat Aceh ketika akan membeli kendaraan baru, rumah baru, penganten baru dan sebagainya. Namun, KSTT menjadikan ritual Peusejuek tersebut untuk menjadi pondasi dan pijakan membangun sebuah ruang kreatif yang lebih luas, yakni "mendinginkan bumi" yang sudah bersiap menuju pemanasan global.


Sebagai pertunjukan teater yang mengeksplorasi gerak, KSTT menjadikan gerak dasar tari Seudati, yang dipadukan dengan dendang syair untuk memboyong sarkasme terhadap "si lupa diri" yang mengenakan pakaian berbahan sampah plastik. Tokoh "si lupa diri" tersebut dibuat menjadi kontradiktif dengan teater rakyat dari Aceh Barat yang menceritakan tentang kakak lupa adik, atau adik lupa kakak. Karena, manusia hari ini berada di luar batas itu, dan lupa bahwa alam atau bumi yang merupakan dasar kehidupan, terus diekplotasi dengan hasrat kapitalis. Teknologi, plastik, dan produksi pabrik selalu berdampak buruk dan menghasilkan zat beracun yang menyesakkan. Tanpa disadari, pandemi juga salah satu efek kelalaian kita, wabah dan semuanya  seperti siklus yang menggerogoti kita. Karena itu, bumi perlu didinginkan, karena bumi sedang tidak baik-baik saja. Mendinginkan bumi, diawali dengan mendinginkan diri, jauhkan dari ego dengan daya konsumsi tanpa ada peduli, serta menjaga, memelihara bahkan menumbuhkan kecintaan terhadap bumi.


Fani mengatakan bahwa awalnya garapan ini melibatkan 6 orang aktor, yang melibatkan aktor masih berusia kecil, yakni duduk di tingkat SD. Sebab, proses latihan KSTT selalu disaksikan oleh anak-anak usia dini di kampung dan sekitarnya. Karena ada seorang anak yang sudah sangat hafal dengan teks pertunjukan, maka aktor tersebut dibawa untuk ikut pentas teater di Taman Budaya Aceh. Sayang sekali, kali ini KSTT tidak bisa menghadirkan keenamnya sekaligus, sehingga hanya membawa 3 orang aktor saja.

Ads