Alasan Roger Fry Mengganti Keindahan Menjadi Desain -->
close
Adhyra Irianto
21 September 2022, 9/21/2022 10:28:00 AM WIB
Terbaru 2022-09-21T03:32:58Z
ArtikelEstetika

Alasan Roger Fry Mengganti Keindahan Menjadi Desain

Advertisement
Keindahan menjadi desain

Pojok Seni - Gagasan Roger Fry tentang estetika dikenal sekitar tahun 1920-an lewat bukunya berjudul Vision and Design (1920). Secara sekilas, Roger Fry punya pandangan yang sama dengan sahabat karibnya, Clive Bell. Namun, hal yang menarik adalah Roger Fry mengganti "keindahan" menjadi "desain". Pergantian itu mengubah paradigma memandang seni yang cukup signifikan.


Estetika Klasik memiliki pandangan bahwa seni adalah tiruan dari kenyataan (mimetik). Karena itu, seni yang tidak bersifat mimetik menjadi dipandang kurang bernilai seni, dibanding dengan seni mimetik. Seperti contohnya seni musik, seni arsitektur, dan seterusnya disebut Fry sebagai seni yang tidak mimetik.


Padahal, kehidupan ini terdiri dari dua hal, yakni aktual dan imajinatif. Karena itu, psikologis manusia dari struktur naluriahnya juga terdiri dari kehidupan aktual, dan imajinatif. Kehidupan aktual akan terkait dengan laku responsif yang dilakukan karena hukum kausalitas. Seseorang akan berteriak karena melihat ular masuk ke dalam kamarnya, atau seseorang akan berlari ketika ada kerbau mengamuk berlari ke arahnya. Itu adalah laku responsif yang terjadi di kehidupan aktual.


Sedangkan kehidupan imajinatif akan terkait dengan kontemplasi yang melibatkan aspek emosional dari perasaan. Di dalam kehidupan imajinatif, tidak ada istilah tatanan moral, tidak ada laku responsif, tidak ada hukum kausalitas, dan seterusnya. Menurut Fry, seni berada di ranah kehidupan imajinatif. Karena itu, tidak ada pertanggungjawaban moral, dan sebagainya dalam seni. 


Fry juga menyebut bahwa dalam suatu agama misalnya, ada banyak perkara yang diimplementasikan sebagai ajaran moral, namun didasarkan pada sesuatu yang imajinatif, ketimbang aktual. Karena itu, agama bersifat kontemplatif, diyakini di dalam perasaan, dipercaya (believe) bukan dipercaya (trust).


Karena itu, Fry secara implisit menyebut seni memiliki sifat yang sama dengan agama. Pelaku, pengikut, dan pemirsanya akan dibawa ke sebuah perjalanan imajinatif yang melampaui realita. Iman (faith) dalam agama adalah bentuk kontemplasi yang mirip dengan kontemplasi yang ditemukan di seni. Kontemplasi tanpa pamrih di dalam seni ditumpukan pada emosi, yang akhirnya mendekatkan pengalaman estetis pada pelaku, ataupun pemirsanya secara murni. Hal ini ditujukan agar pelaku atau pemirsanya dapat mengenali dirinya sendiri, lingkungannya, yang pada hakikatnya menjadi cara seseorang mengenali Tuhannya.


Keindahan menjadi Desain


Roger Fry


Objek kontemplasi murni dalam seni adalah elemen-elemen formal dalam seni itu sendiri. Fry memberi contoh dalam seni rupa, komponen formal yang paling utama di dalamnya adalah order (tatanan) dan variety (keragaman). Karena itu, keindahan yang sebenarnya adalah desain, menurut Fry. Gagasan ini didasarkan pada pemikiran Denman Ross, seorang desainer grafis dan sejawaran seni. 


Fry memulainya dengan menyebut keindahan sebagai desain murni. Maka teori keindahan (estetika) disebut oleh Fry sebagai teori desain murni. Disiplin ilmu estetika menjadi sama dengan ilmu desain. Namun, formalis Klasik menyebutkan bahwa mimetik dan fungsional-sosial dari seni adalah kriteria untuk menyebut sebuah karya sebagai karya yang "indah secara formal" (summetria).


Dalam wacara Fry, formalis hanya memiliki satu kriteria yakni indah secara formal saja. Fry lebih fokus pada keindahan visual, yang terdiri dari enam elemen antara lain; ritme garis, volume objek, ruang, terang-gelap, warna, dan titik fokus.


Ironis Formalisme Klasik



Formalisme Klasik disusun atas tiga tesis, yakni:


  1. Seni merupakan ungkapan perasaan
  2. Seni untuk seni
  3. Aturan rasional yang menentukan dan mengukur keindahan formal karya seni.


Namun menurut Fry, tesis dari formalisme klasik tersebut sangat ironis. Poin 1 dan poin 2 bisa dicapai dengan mengorbankan poin 3. Begitu pula poin 1 dan poin 3 bisa dicapai dengan mengorbankan poin 2, dan seterusnya. Bagaimana pengungkapan perasaan didasarkan atas seni tapi tetap mengikuti aturan rasional? Hal tersebut tidak mungkin bisa dilakukan, menurut Fry.


Karena argumen yang saling bertabrakan tersebut menjadikan formalisme Klasik tidak koheren. Maka, hal-hal yang tidak koheren, berarti keliru. Karena itu, Fry mengemukakan klarifikasi terhadap formalisme Klasik yang didasarkan pada tradisi estetika Romantik, dan Klasik.


Wacana tentang keindahan diubah oleh Fry menjadi desain. Keindahan adalah sebuah hal yang didesain, direncanakan, diurutkan (order), dan memiliki keragaman (variety). Keindahan formal menjadi suatu hal yang penting, ketimbang fungsi dari seni tersebut. Seperti lukisan Monalisa misalnya, apa sebenarnya fungsi dari lukisan tersebut? Sebagai pajangan di Museum Lovre, atau untuk hal lain? Faktanya, tidak ada fungsi spesifik dari lukisan tersebut. Lukisan tersebut menjadi indah karena keindahannya sendiri, bukan fungsinya.


Sumber:

  1. Bell, Clive. 1914. Art. New York: Frederick A. Stokes Company.
  2. Fry, Roger. 1920. Vision and Design. London: Chatto&Windus.
  3. Marenbon, John. 2009. "Mediaval and Renaissance Aesthetics". In Stephen Davies, et.al.,ed. A Companion to Aesthetics. West Sussex: Wiley-Blackwell.
  4. Suryajaya, Martin. 2016. "Sejarah Estetika: Era Klasik Sampai Kontemporer". Jakarta: Gang Kabel dan Indie Book Corner.

Sumber daring

Ads