Mengenal Apa Itu Tonil: Teater Era Kolonial Belanda -->
close
Adhyra Irianto
19 July 2022, 7/19/2022 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2022-07-19T01:03:19Z
Materi TeaterUlasan

Mengenal Apa Itu Tonil: Teater Era Kolonial Belanda

Advertisement

pojokseni.com - Tonil, atau Toneel adalah sejenis pertunjukan teater di era kolonial Belanda. Meski demikian, tonil baru dikenal luas di Indonesia saat masih bernama Hindia Belanda ketika grup tonil Dardanella gencar menggelar pementasan tonil di sejumlah daerah di Hindia Belanda. Bahkan, kelompok Dardanella ini juga sudah pernah pentas dari mulai Singapura, India, Iran, Mesir, Italia, Jerman, Polandia, Belanda, dan Amerika. Hal itu menjadikan grup tonil Dardanella menjadi grup teater pertama asal Indonesia yang berkeliling dunia.


Tonil menjadi sangat berkembang dan banyak kelompok lain bermunculan lantaran keberhasilan grup Dardanella mendapatkan kepopuleran. Tidak hanya dari pemerintah kolonial, tapi juga dari rakyat jelata. Tahun-tahun akhir penjajahan atau dekade 1940-an, nama-nama grup lain juga ikut populer seperti Miss Riboet yang bersaing ketat dengan Dardanella.


Kepopuleran dua grup tersebut menjadikan seni pertunjukan yang satu ini mampu menyita perhatian publik. Hal itu pula yang menjadikan sejumlah seni pertunjukan tradisional lain menjadi terpengaruh dan ikut berkembang pesat. 


Tonil pada hakikatnya adalah sebuah pertunjukan drama. Drama, di awal-awal pendirian Indonesia, disebut sandiwara. Dan sandiwara, di era penjajahan Belanda disebut dengan tonil. Tonil berasal dari Bahasa Belanda (Toneel) yang berarti drama. Ketika terjadi proses "pengindonesiaan" pasca kemerdekaan, PKG Mangkunegara VII menyebut istilah Sandi Wara (pengajaran rahasia) sebagai pengganti kata Tonil. Bahkan, perlawanan pada pemerintah kolonial juga dikampanyekan secara rahasia lewat tonil, sehingga istilah "sandiwara" dirasa sangat tepat untuk mengganti kata tersebut.


Tonil juga termasuk drama modern, kuncinya terlihat dari penggunaan naskah, panggung procenium, dan konsepsi realisme yang digunakan. Hanya saja, konsepsi estetika realisme yang digunakan pada tonil zaman dulu sangat terpengaruh semangat impresionis. Konsep realisme yang dimaksud tentunya berbeda dengan realisme Stanislavsky, dikarenakan masih banyak ditemukan improvisasi yang kadang keluar dari naskah. Tapi, naskah tetap menjadi pijakan berjalannya cerita.


Kehadiran tonil menjadikan pertunjukan yang sebelumnya digandrungi masyarakat waktu itu, seperti Sandiwara Bangsawan misalnya, menjadi mulai ditinggalkan. Nyanyian, tarian, dan sebagainya yang biasa ditemukan di teater tradisional mulai ditinggalkan. Konsepsi romantisisme dianggap hanya membuat orang-orang berpikir mereka sedang bermimpi,  atau membangun ilusi di atas kekacauan kehidupan. Karena itu, konsepsi realisme dari tonil dianggap paling tepat untuk membantah romantisisme tersebut.


Pementasan dan teknik akting yang digunakan adalah "seakan-akan" bersungguh-sungguh, atau "mendekati" realistik. Hal tersebut memungkinkan penonton bisa menganggap bahwa apa yang terjadi di atas panggung dan mereka saksikan akan dapat terjadi pada diri mereka juga di kehidupan nyata.


Sementara itu, pertunjukan tonil juga menjadi pertunjukan teater pertama di Indonesia yang digarap dengan profesional di bidang manajerial pertunjukan, serta pembagian tupoksi kerja, yang kemudian menjadi suprastruktural dari sebuah pentas teater. Pertunjukan ini membawa semangat realisme dan modernitas di teater Indonesia sejak era 1900-an.


Seperti grup Dardanella misalnya, yang pertunjukannya ditonton oleh Mahatma Gandhi, Jawaharlal Nehru, dan penerima nobel literatur Rabindranath Tagore, serta tokoh-tokoh besar dunia. Bahkan, pertunjukan Dardanela di Muenchen, Jerman nyaris saja ditonton oleh Adolf Hitler namun batal karena alasan keamanan dan kedaruratan. Lewat pertunjukan keliling tersebut, Dardanella telah menyuarakan semangat persatuan dan kemerdekaan. Bahkan, Dardanella sudah memberikan dan mempraktikkan berbahasa Indonesia, mengaku bertanah air Indonesia, dan menyuarakan persatuan Indonesia sebelum Sumpah Pemuda dideklarasikan di tahun 1928. Anda bisa membaca buku berjudul Gelombang Hidupku: Devi Dja dari Dardanella yang ditulis oleh Ramadhan KH untuk melihat betapa kuat pengaruh tonil pada perjuangan kemerdekaan Indonesia, Sumpah Pemuda, dan nasionalisme.

Ads