Belajar IPA dalam Membaca Ekosistem Teater di Sumatera Barat -->
close
Pojok Seni
19 June 2022, 6/19/2022 02:09:00 PM WIB
Terbaru 2022-06-19T07:09:02Z
Artikel

Belajar IPA dalam Membaca Ekosistem Teater di Sumatera Barat

Advertisement
Membaca ekosistem teater di Sumatera Barat


Oleh Rizki Fahlevi


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebuah mata pelajaran dasar bagi para siswa di Indonesia, mata pelajaran elementer yang hampir pasti didapatkan oleh para siswa di bangku-bangku sekolah negeri yang penuh coretan tipe-ex dan spidol. Dalam mata pelajaran tersebut ada satu bab yang membahas mengenai ekosistem. 


Menurut Wikipedia ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Sederhananya ekosistem merupakan hubungan yang terjalin antar mahluk-mahluk dalam sebuah lingkungan hidup. 


Seperti halnya konsep ekosistem yang kita kenal di bangku sekolah, kesenian juga punya ekosistemnya sendiri. Ekosistem yang di dalamnya terdiri dari para pelaku-pelaku seni dalam kelompok-kelompok seni yang saling berinteraksi satu sama lain. Terkadang ekosistem tersebut menemui masalah dan membuat ekosistem tidak berjalan sebagaimana mestinya. Setidaknya permasalahan ekosistem tersebut lah yang sedang terjadi dalam teater di Sumatera Barat. 


Beberapa waktu yang lalu telah terselenggara diskusi seni bertajuk Mencari Jalan Keluar Dramaturgi di Sumatera Barat. Diskusi tersebut merupakan sebuah program kolaborasi antara Komunitas Actor Idea dan Teraseni. Acara diskusi tersebut mempertemukan dua narasumber dari masing-masing penyelenggara, yakni Akbar Munazif yang merupakan Direktur Riset dan Inovasi komunitas Actor Idea dan Dede Pramayoza seorang Akademisi, Pegiat Seni Pertunjukan, sekaligus pendiri Teraseni.


Hadirnya diskusi tersebut merupakan sebuah upaya untuk membaca kembali bagaimana ekositem teater di wilayah Sumatera Barat. Selain itu diskusi tersebut adalah salah satu bentuk keprihatinan dari eksistensi teater Sumatera Barat yang kian lama makin memudar. Program diskusi yang berlangsung selam dua jam tersebut turut dihadiri oleh beberapa kelompok teater seperti Teater Sakata, Teater Balai, Komunitas Hitam Putih, Hima Prodi Seni Teater ISI Padang Panjang, dan Aliansi Seni Se-Kota Padang. 


Diskusi yang berlangsung secara hangat dan intens tersebut berfokus pada pembahasan mengenai Dramaturgi dan peran seorang Dramaturg, sebab selama beberapa waktu peran seorang Dramaturg dalam produksi teater di Sumatera Barat seringkali absen atau bahkan dilupakan. Ketidakhadiran tersebut kemudian turut memberikan dampak terhadap perkembangan dan keberlangsungan teater Sumatera Barat.  


Berangkat dari tema diskusi Akbar Munazif mencoba mengurai problem yang muncul dalam topik diskusi, ia memulai diskusi dengan pernyataan sederhana mengenai eksistensi teater di Sumatera Barat hari ini, eksistensi yang tampaknya kian memudar dan hanya menyisakan nama besar. Menurutnya selama ini dalam sebuah kelompok teater selalu terdapat figur sentral yang mendominasi sebuah kelompok. 


Figur sentral yang mendominasi ini -dalam beberapa kelompok bisa jadi bukan merupakan sosok tunggal- kemudian menjadi tonggak atau bahkan pondasi dari kelompok itu sendiri. Lewat figur sentral ini lah segala yang berkaitan dengan kelompok berasal, mulai dari ideologi kelompok sampai kepada pilihan artistik. Cara berkelompok yang lazim ditemui pada kelompok-kelompok era 70-80 an. 


Kehadiran figur sentral sebagai sosok tunggal kemudian menciptakan ketidakmampuan bagi para anggotanya untuk berkembang lebih pesat dan sudah tentu mengakibatkan terhambatnya regenerasi bagi kelompok itu sendiri. Akibatnya kemudian, sepeninggalan figur sentral tersebut sebuah kelompok secara otomatis ikut mati dan hanya meninggalkan nama besar saja.   


Namun sayangnya kelompok-kelompok yang muncul di luar era tersebut, turut mengadopsi cara berkelompok teater era 70-80an. Tidak adanya pembagian kerja yang jelas dalam sebuah kelompok mengakibatkan munculnya dominasi tersebut. Dalam sebuah produksi sudah hampir pasti figur tunggal tersebutlah yang akan menjadi Sutradara.


Akbar kemudian menegaskan, bahwa diperlukan pembagian kerja yang jelas dalam sebuah produksi di sebuah kelompok. Menjalankan kelompok dengan cara berproses berdasarkan pembagian kerja. Sehingga semua orang yang ada dalam kelompok memiliki peran dan kesempatan yang sama. Cara tersebut memberikan ruang bagi siapa saja untuk berproses maju, sehingga kelak sebuah kelompok melahirkan seorang Dramaturg, Sutradara, atau pun Aktor sesuai dengan minatnya masing-masing.  


Sementara itu Dede Pramayoza turut mengamini pernyataan dan pendapat dari Akbar, namun di sisi lain ia menambahkan. Diperlukan pula interaksi yang intens antar kelompok-kelompok yang tergabung dalam sebuah ekosistem. Interaksi tersebut dapat dilakukan dengan cara produksi bersama, dengan bantuan pihak ketiga yakni pendonor. Proses produksi tersebut tentunya juga dilakukan dengan cara yang sehat. 


Sebagai sebuah skema, untuk melaksankan produksi sebuah pementasan pihak pendonor wajib melakukan audisi terbuka untuk kelompok-kelompok yang tergabung dalam ekosistem. Lewat proses audisi tersebutlah sosok inti seperti Dramaturg dan Sutradara kemudian terpilih, selanjutnya sosok inti tersebut merancang dan memilih pertunjukan seperti apa yang akan digarap. Kemudian barulah diadakan kembali audisi untuk Aktor dan posisi lainnya, sehingga terbentuk sebuah tim produksi. 


Dengan cara produksi tersebut ketika terjadi interaksi antar kelompok dan pelaku-pelaku seni, diharapkan terjadi perkembangan yang lebih luas lagi. Semisal terciptnya forum-forum profesi seni, seperti forum Dramaturg, forum Sutradara, atau pun forum Aktor. Ekosistem kemudian akan berjalan secara intens, sehingga timbul wacana kritis dan mampu menciptakan pencapaian-pencapaian baru. 


Selain pemaparan dari kedua narasumber, Yusril Katil sebagai perwakilan dari Teater Hitam Putih dan Enrico Alamo dari Teater Sakata turut membagikan beberapa pengalamannya selama berproses dalam ekosistem teater Sumatera Barat. Sebelum itu keduanya juga sama-sama menegasikan pendapat tentang figur sentral dalam sebuah kelompok, menurut Enrico, sebuah kelompok mau tidak mau lahir dari seorang figur sentral. 


Sebagai salah satu figur sentral dari Teater Sakata ia memberi istilah bahwa pimpinan dalam sebuah kelompok merupakan orang-orang yang mendapatkan wahyu. Maka dari itu seorang pimpinan dalam sebuah kelompok justru merupakan hal yang mutlak perlu ada sebagai tonggak dalam sebuah kelompok.

Abdul Hanif sebagai perwakilan dari Teater Balai juga turut mempertanyakan pengelolaan ekosistem yang telah dilakukan selama ini. Mengingat dalam sebuah ekosistem memungkinkan terjadinya kepunahan, maka rasanya perlu untuk juga membahas cara untuk mengatasi kepunahan tersebut. 


Melalui program ‘konservasi’ yang selama ini telah dilakukan oleh pihak institusi atau pun swasta, mengapa masalah terkait pengelolaan ekosistem masih terjadi. Apakah selama ini program konservasi tersebut salah arah, sehingga hasil dari program konservasi tersebut tidak mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekosistem. 


Proses dialog kemudian semakin hangat ketika para peserta dan narasumber saling memberikan argumennya masing-masing. Meski begitu diskusi tersebut masih terbilang singkat untuk ditarik sebagai sebuah kesimpulan. Satu-satunya kesepakatan yang di dapat dalam diskusi tersebut ialah, bahwa ekosistem teater Sumatera Barat harus dibenahi. Paling tidak harus ada pembicaraan lebih lanjut mengenai upaya revitalisasi ekosistem tersebut. 


Maka dari itu diperlukan keterlebitan lebih lanjut para pelaku lain yang juga terlibat dalam ekosistem tersebut yakni lembaga donor, seperti Dinas Kebudayaan atau bahkan fasilitator seperti Taman Budaya. Karena pada akhirnya ekosistem tersebut harus disepakati bersama, apakah ekosistem teater Sumatera Barat juga terdapat rantai makanan seperti dalam pelajaran IPA. Pertanyaannya kemudian siapakah yang memangsa dan siapa yang dimangsa. 

Ads