Sandiwara Amal: Ekspresi Masyarakat Dusun Pulau Belimbing II -->
close
Adhyra Irianto
07 May 2022, 5/07/2022 12:39:00 AM WIB
Terbaru 2022-05-07T04:19:07Z
ArtikelBeritaBudaya

Sandiwara Amal: Ekspresi Masyarakat Dusun Pulau Belimbing II

Advertisement

Sandiwara amal: Ekspresi Masyarakat Dusun Pulau Belimbing II


Oleh: Saaduddin


Dusun Pulau Belimbing II, Desa Kuok, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau semenjak tahun 1950-an ini dijelaskan dalam penelitian Husin, 2007. Mardiah, 2015. Hasan dan Saaduddin (1) mengenal bentuk teater rakyat yang dinamakan oleh masyarakatnya sebagai Sandiwara Amal. Sebagai modal historis, pemaknaan amal tersebut dapat menjembatani hingga pada bentuk penggunaan dana yang didapatkan dari pelaksanan kegiatan tersebut secara lebih luas, perbaikan infrastruktur, bantuan bagi kegiatan kepemudaan, ataupun kebutuhan lainnya di dusun Pulau Belimbing II (2) 


Sandiwara Amal yang diselenggarakan oleh masyarakat di Dusun Pulau Belimbing II, setiap tahunnya selalu dipenuhi oleh mereka yang menginginkan sebuah ruang pertemuan ekspresi, silahturahmi, perjamuan ulang kenangan, dimana seluruhnya membaur untuk memperlihatkan kehadirannya sebagai individu yang berperan penting dalam pembangunan kebudayaan d Dusun Pulau Belimbing II. 


Pada ruang pertemuan ekspresi tersebut, anak-anak balita bahkan menjadi penyaksi dan mencoba membentuk estetikanya selama pertunjukan tersebut. Anak-anak, tua muda, berbagai profesi bersatu dalam keriuhan tontonan yang dipergelarkan selama 1 minggu pertama di bulan Syawal setiap tahunnya. Penantian terhadap perjamuan yang dilaksanakan oleh Sandiwara Amal menjadi kerinduan yang tak tertahankan oleh masyarakat Dusun Pulau Belimbing II, bahkan hingga ke beberapa daerah penyangga yang ada di sekitar dusun Pulau Belimbing, baik I dan II. Memberikan kerinduan bagi mereka yang telah merantau hingga beratus kilometer jauhnya dari dusun ini. Sandiwara Amal merupakan ruang pertemuan akal sehat yang mana ia dapat berupaya menarik ingatan memori para warga yang saling terhubung, dan tidak lengkap melakukan sebuah perayaan Idul Fitri tanpa kehadiran Sandiwara Amal. 


Sebagai sebuah bentuk teater rakyat, jangan tanyakan adakah dokumentasi tertulis berupa naskah yang diketik, dijilid atau dibukukan, setiap susunan dramaturgi yang mensyaratkan dalam bentuk teater modern hari ini. Setiap kelengkapan struktur dramatik terbentuk dalam keunggulan pelaku Sandiwara yang menggunakan metode improvisasi. Inilah yang dinyatakan oleh Spiola, jika seorang actor telah mengetahui kekuatan utama dalam dirinya, ia akan bereaksi untuk bertindak dan menyampaikan dimana ini merupakan sebuah totalitas dari tehnik yang dimiliki. Secara langsung akan membentuk acting yang dinamis dan membebaskan dirinya. Kesadaran terhadap tehnik tersebut mengalir dari tindakan spontanitas tiada henti (3). 


Sandiwara Amal, merujuk pemikiran Jakob Soemardjo memiliki relasi terhadap gagasan tentang teater rakyat. Pada aspek ini, cerita dari sajian memiliki durasi yang terhubung dengan respon dan suasana mood penonton, adanya peran dan nyanyian, dan aktor yang mengusung kostum sesuai dengan referensi budaya setempat (4). 


Membaca peta kehadiran Sandiwara Amal ini, semenjak tahun 50-an, telah memberikan warna kehidupan masyarakatnya hingga hari ini (kecuali semenjak pembatasan di masa pandemi Covid-19) ia merupakan sebuah perayaan yang sangat dinanti, ibarat masakan, adanya garam, membuat sebuah masakan menjadi nikmat. Tanpa adanya Sandiwara Amal, maka kerinduan menjadikan sunyi dan bisu sepanjang hari bagi seluruh warga. 


Foto lokasi berlangsungnya Sandiwara Amal setiap tahun di Dusun Pulau Belimbing II melalui data Google Streetview 


QR Code lokasi pertunjukan Sandiwara Amal 


Perjalanan Sandiwara Amal 


Sandiwara Amal dilangsungkan tepatnya di Dusun Pulau Belimbing II Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Di Dusun Pulau Belimbing II, teater rakyat ini mencoba melakukan negosiasi kebudayaan kepada masyarakatnya. Hal ini kiranya sangat memberikan nilai tambah bagi tumbuh kembangnya teater rakyat ini. Sebagai bentuk teater rakyat, jangan kaget jika yang membeli tiket, yang lebih mengganas adalah para bocil. Kesiapan mental para orang dewasa harus siap berebut antrian dengan mental para bocil yang siap berteriak keras, memanjat meja dan kursi hanya untuk membeli tiket pertunjukan. Bukan hanya untuk satu kali tontonan pada malam itu saja, namun secara berulang, hingga perayaan pentas Sandiwara Amal hingga pada hari puncak (pada hari puncak pertunjukan dilaksanakan di ruang terbuka) Kadangkala ada kesepakatan untuk membatasi hingga hari ke enam, dan ada yang dapat dilangsungkan hingga hari ke tujuh pada bulan Syawal. 


Melihat antusiasme masyarakat dari seluruh segmen usia yang dipastikan membeli tiket seharga Rp.6000. Jumlah tiket antara 250- dan 350 tiket selalu habis tak bersisa, bahkan memerlukan tambahan kursi bagi penonton yang kehabisan tiket masuk. Pada puncak hari terakhir jangan tanyakan seperti apa tumpah ruahnya masyarakat yang datang hanya untuk menyaksikan rangkaian acara hingga hari puncak sajian berupa Sandiwara Amal. Jika tidak datang pada sore hari, maka bersiap kita hanya dapat menyaksikan pertunjukan hingga jarak 30 sampai 40 meter dari batas panggung. 


Gambar 1.

 

Sandiwara amal


Foto tempat penjualan tiket dan contoh tiket 

(dok, Pribadi , 2022) 



SANDIWARA AMAL: Negosiasi Kebudayaan Masyarakat dan Upaya Merawat Ingatan 


Gambar 1. 


Suasana menjelang pertunjukan di halaman parkir 

(foto: Saaduddin, 2022) 

Sebagai sebuah tontonan rakyat yang sangat dinanti dengan penuh suka cita, anak-anak, tua muda, Sandiwara Amal merupakan praktik merawat ingatan. Keseluruhan ingatan memori secara cultural membentuk kesadaran terhadap identitas kedirian masyarakat yang diikat sebagai masyarakat Pulau Belimbing sebagai sebutan kampung tuo. Karena masyarakat dari koto semiri, bukit agung, sei Maki, pasar kuok dan dusun koto menampung ,secara historis berasal dari dusun pulau belimbing pada masa dahulu. 


Menariknya, dalam tata kelolanya, pertunjukan ini tidak pernah absen melakukan penggalangan dana amal melalui penjualan tiket penonton. Praktik manajemen suatu produksi yang saat ini sangat sulit dilakukan oleh teater rakyat lainnya yang ada di sepanjang pulau Sumatera. Praktik inilah yang merupakan sebuah negosiasi dari masyarakat sebagai pelaku Sandiwara Amal kepada masyarakat penonton untuk terus dapat menikmati sajian Sandiwara Amal. Suatu negosiasi untuk dapat memberikan penghargaan terhadap suatu ekspresi budaya yang sangat berjasa dalam memberikan penanaman nilai-nilai karakter dan sosial kepada anak-anak semenjak usia dini. Apakah dengan system ticketing ini menjadi penghalang hingga akhirnya teater rakyat (Sandiwara Amal) ditinggalkan oleh masyarakatnya secara perlahan-lahan seperti yang banyak diuraikan oleh berbagai teori dan fenomena teater hari ini? Saya kira, hipotesa tersebut tidak berlaku bagi Sandiwara Amal. 


Adapun pada pertunjukan Sandiwara Amal, cerita yang disajikan berangkat dari respon para aktor dan sutradara terhadap isu-isu yang ada di Dusun Pulau Belimbing, persoalan sampah, kehidupan perantauan, kondisi ekonomi, dan lainnya.. Kesluruhan kisah yang dismpaikan dibuat dalam bentuk komedi satir yang kemudian dipertentangkan kepada masyarakat penonton kembali sebagai upaya mengusung nilai-nilai kemanusiaan secara lebih kontekstual sehingga setidaknya dalam sajiannya, memberikan ruang kesadaran kolektif terhadap realitas yang harus disikapi secara bersama.. 


Gambar 2. 


Dokumentasi foto pertunjukan pada tanggal 1 Syawal dan 2 Syawal 1443 H 

(dok, Pribadi, 2022) 


Mewujudkan kebutuhan ekpresi estetik bagi masyarakat Pulau Belimbing II, kiranya merupakan kebutuhan mendasar sebagai bagian dari perayaan Idul Fitri setiap tahunnya. Bentuk ekspresi tersebut, menjadikannya sebagai ruang pertemuan dan membangun kembali meori kolektif masyarakat .Menggunakan referensi pemanggungan yang terwujud dengan kelokalannya, tubuh, gestur, susunan dramatic, dan tehnik improvisasi yang sangat melokalkan bentuknya, Sandiwara Amal telah berhasil merawat memori kolektif dalam penamaan ibadah kebudayaan. Praktik negosiasi teater rakyat yang dapat dengan cepat merespon persoalan yang terjadi di masyarakatnya.. 


Sandiwara Amal masih tetap dapat berdiri dengan kemegahannya. Seperti yang dapat disaksikan semenjak dimulainya pertunjukan Sandiwara Amal darei tanggal 1 Syawal, dan telah dimulainya pelonggaran untuk melaksanakan kegiatan berkumpul, jumlah penonton yang hadir selama beberapa hari ini di perayaan tahun 2022 memperlihatkan suka cita mereka dalam ruang pertemuan ini. Bebagai ingatan kolektif terhubung dalam ikatan silaturahmi kebudayaan yang berlangsung. 


Namun dibalik kemegahan, terdapat derita yang dirasakan oleh saksi bisu perjalanan Sandiwara Amal. Gedung MDA (Madrasah Diniyah Awaliyah) lama yang telah menjadi tempat berlangsungnya pertunjukan ini berpuluh tahun, saat ini dalam kondisi miris. Tahun 2015 sewktu penulis menyaksikan pertunjukan Sandiwara Amal, kondisi gedung pertunjukan belum dalam kondisi separah saat ini. Namun kondisi saat ini, Loteng bocor di beberapa titik yang dapat mengganggu kenyamanan penonton dan pemain, daya tampung penonton yang hanya dapat menampung maksimal 350 penonton, tidak adanya toilet bagi pemain dan penonton yang terdekat, ruang ganti actor yang sangat tidak terawat, pintu masuk dalam kondisi rusak, bangku penonton yang tidak memadai, kondisi sirkulasi udara yang pengap karena kipas angin yang kurang dan rusak. Dan kondisi dinding yang memerlukan pengecatan ulang. Setidaknya memerlukan cara dan bantuan para stakeholder terutama perhatian Pemerintahan Daerah agar kenyamanan penonton sebanding dengan usaha para penonton yang berjuang untuk menyaksikan Sandiwara Amal ini. 


Kemegahan Sandiwara Amal telah bersembunyi dibalik penderitaannya, ya..namun setidaknya Negosiasi secara kultural telah dilakukan oleh masyarakat pemilik teater rakyat ini, catatan pengamatan saya, terhadap Sandiwara Amal ini,perlu kehadiran peran Pemerintahan Daerah dalam melakukan peningkatan insfrastruktur di kawasan yang telah menjadi rintisan desa wisata ini. Adanya aktifitas kebudayaan yang merupakain rangkaian dalam kegiatan Sandiwara Amal yang juga menjadi magnet bagi peningkatan kunjungan dan perputaran aktifitas ekonomi perlu diikuti oleh pembangunan insfrastruktur yang ke depannya dapat dinikmati bersama-sama oleh masyarakat. 


Dan dipenghujung tulisan singkat ini, sampai jumpa dalam perayaan sebuah tontonan bernama Sandiwara Amal. Puncak kemeriahan itu akan dijelang dengan keriuhan dan kemegahannya pada hari Minggu, tanggal 8 Mei 2022 (7 Syawal 1443 H). 


Selamat merayakan sebuah tontonan yang telah berusia lebih dari setengah abad. Yang telah menorehkan berjuta imajinasi bagi para setiap pemimpi dan tak pernah berhenti untuk menjadi penjaga mimpi mereka. Yang berteriak dengan lantang..” bang…tiket bang…5 bang…”. 


REFERENCES 


  1. Hasan H, Saaduddin S. Fungsi Sandiwara Amal Di Masyarakat Desa Pulau Belimbing, Kec Bangkinang Barat, Kab Kampar Provinsi Riau. Ekspresi Seni [Internet]. 2015 Jul 20;17(1):1– 19. Available from: http://www.journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Ekspresi 
  2. Husin. Kajian Struktur Dan Fungsi Sandiwara Amal Di Desa Belimbing, Kec. Bangkinang Barat, Kab. Kampar Prop. Riau. STSI Padangpanjang; 2007. 
  3. Spolin V. Improvisation for the Theater: A Handbook of Teaching and Directing Techniques (Drama and Performance Studies). 3rd editio. Illinois: Northwestern University Press; 1999. 412 p. 
  4. Ciri-ciri umum teater rakyat ini adalah : (1) Cerita tanpa naskah dan digarap berdasarkan peristiwa sejarah, dongeng, mitologi atau kehidupan sehari-hari; (2) Penyajian dengan dialog, tarian dan nyanyian; (3) Unsur lawakan selalu muncul; (4) Nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan, serta dalam satu adegan terdapat dua unsur emosi sekaligus, yakni tertawa dan menangis; (5) Pertunjukan menggunakan tetabuhan atau musik tradisional; (6) Penonton mengikuti pertunjukan secara santai dan akrab dan bahkan tak terelakkan adanya dialog langsung antara pelaku dan publiknya; (7) Mempergunakan bahasa daerah; dan (8) Tempat pertunjukan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton) Soemardjo J. Perkembangan Teater dan Drama Indonesia. Bandung: STSI Press; 1997. 18–19 p. 
  5. Mardiah. Perkembangan Bentuk Pertunjukan Sandiwara Amal Kampung di Dusun Pulau Belimbing II Desa Kuok Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Institut Seni Indonesia Padangpanjang; 2015. 

Ads