Catatan Rudolf Puspa: Rusia vs Ukraina Versi Weibo -->
close
Pojok Seni
28 February 2022, 2/28/2022 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2022-02-28T01:00:00Z
ArtikelOpini

Catatan Rudolf Puspa: Rusia vs Ukraina Versi Weibo

Advertisement

Jika berita Rusia vs Ukraina terlalu rumit, disarankan untuk membaca versi sinetron seorang netizen Weibo dari negeri tirai bambu. Kurang lebih, seperti ini ceritanya:


Cerita ini dimulai lebih dari 20 tahun yang lalu, Ukraina (istri) menceraikan mantan suaminya (Rusia), dan atas kesepakatan bersama, beberapa anak menjadi miliknya.


Mantan suaminya juga sangat akomodatif padanya dan meninggalkan banyak harta keluarga untuknya.  Setelah itu, mantan suaminya juga melunasi lebih dari $200 miliar utang untuknya.


Setelah menyingkirkan mantan suaminya, Ukraina mulai bergaul dengan para begundal dan mulai tergoda oleh seorang kepala preman (AS) dan sekelompok anak buah preman tersebut (NATO) sampai dia benar-benar dalam pelukan mereka. Sang mantan suami tidak peduli terhadap kelakuan mantan istrinya, tapi sikap sang mantan suami mulai berubah karena merasa terganggu ketika para preman tersebut mulai memanfaatkan mantan istrinya untuk mengancam dan berniat mengkerdilkan dirinya serta merebut hartanya di desa tersebut. 


Sang mantan suami mulai marah dan sebagai peringatan pada mantan istrinya, dia mengambil kembali salah seorang  anak mereka : Krimea.


Sang mantan istri mulai menyimpan dendam dan mimpi. Dia ingin menikah dengan keluarga preman (NATO) dan bermimpi suami barunya nanti akan membalas dendamnya ke mantan suaminya. Namun kepala preman dan keluarga preman menolak untuk  menikahinya. Dia hanya digunakan mereka untuk memprovokasi mantan suaminya.


Melihat kelakuan ibu mereka yg semakin melunjak, dua anak mereka (Donetsk dan Luhansk) ingin keluar dari rumah ibunya, tidak mau lagi tinggal bersama ibunya. Mereka memohon pada ayahnya untuk mengeluarkan mereka dari rumah ibunya.


Kepala preman dan keluarganya terus-menerus mendorong sang mantan istri untuk berani melawan mantan suaminya. Sebagai tanda dukungan, mereka terus mengirim senjata-senjata usang dan amunisi kadaluarsa (yg sudah tidak mereka pakai lagi) agar sang mantan istri memiliki keberanian untuk bertengkar dengan mantan suaminya. Mereka juga memberi janji akan membelanya dalam pertikaian ini. 


Karena terus menerus diprovokasi, sang mantan suami akhirnya bertindak mengambil kembali dua anaknya yg memohon untuk dibebaskan dari rumah ibunya (Donetsk dan Luhansk). 


Sang mantan istri mengira ia mempunyai backing yg kuat, namun ternyata ketika sang mantan suami sudah benar-benar murka dan menyerang, para preman justru bersembunyi, hanya berkoar-koar mencaci sang mantan suami dan mengajak seisi desa memusuhi sang mantan suami.


Selesai.


Begitulah  Weibo memposting penjelasan tentang hubungan antara Rusia, Ukraina, Amerika Serikat, dll ini dengan sinetron/drama etika keluarga.


Saya copas aja cerita di atas dari kiriman teman lewat WA pribadi. Saya tidak akan membicarakan isi dari cerita tersebut. Sebagai seniman teater saya tersengat akan ide seorang Weibo dari negeri tirai bambu yang menulisnya. Apakah benar dijadikan sinetron atau belum atau tidak juga saya tidak pikirkan. Idenya menulis itu yang menarik saya sehingga beberapa waktu membuat saya merenung. Seingat saya jarang menemukan seorang yang memiliki perhatian terhadap suatu peristiwa kemudian melukiskannya melalui bahasa seni. Kebetulan ini dia katakan naskah sinetron. Bisa saja lewat seni rupa, puisi, novel, cerpen, lagu dan berbagai bentuk kesenian. 


Karya Weibo mengingatkan kepada seniman-seniman Indonesia masa lalu yang selalu mengungkapkan apa yang dilihat, didengar diresapi dari peristiwa yang sedang terjadi disekitarnya. Terutama peristiwa besar baik yang termasuk kehidupan sosial, politik yang menyangkut kehidupan orang banyak. Tentu masih banyak yang ingat sastrawan Pramudya Ananta Tur, Dramawan WS Rendra, Penyair Chairil Anwar, Pelukis Soejoyono, Penyanyi Gombloh dan masih banyak lagi yang karya-karyanya bicara tentahg zamannya. Tentu bukan tanpa risiko harus menghadapi tekanan dari umumnya penguasa yang anti kritik. Bahkan yang lebih ganas menangkap hingga menghilangkan.


Memang tidak harus seniman menciptakan karya yang bersifat protes pada penguasa. Tapi yang pasti seorang seniman semestinya punya kepekaan hati melihat dan merasakan gejolak yang sedang terjadi disekitarnya. Dan ketika tercetus untuk menyampaikannya ke publik maka akan banyak cara bisa dilakukan. Seniman tentu bebas memilihnya karena apa yang dipilih akan memiliki tanggung jawab.  Sedikit banyak karakter sang seniman akan banyak pengaruhnya dalam ungkap seninya. Bicara karakter maka bukan hanya seniman tapi tiap orang pasti memiliki dan akan tertuang dalam tingkah laku tutur sapa dalam hidup sehari-harinya. Kelebihan seniman memiliki ruang, kanvas, kertas, alat musik, gerak dimana disana ada ajaran yang mengatakan seni adalah keindahan. 


Salah satu kekuatan seni adalah keindahan. Cita rasa indah yang dimiliki manusia akan melatih menjadi manusia yang kuat energi positifnya. Tidak akan mudah termakan oleh hal-hal negatif seperti provokasi, hasutan, tekanan yang mengarah kepada tingkah perbuatan yang tidak menyenangkan orang lain. Menyampaikan kabar buruk melalui ungkapan yang santun justru akan diterima dengan “legowo” sehingga justru akan ikut mencari solusi dengan minimal tidak terikut menyiramkan bensin ke api yang sedang membesar. Apalagi jika telah terjun di dunia kesenian maka akan jauh lebih memahami dan sangat peka dalam mencari cela-cela lika liku bencana yang sedang terjadi untuk mencapai jalan keluar. 


Weibo telah memberi contoh mengolah berita buruk lewat karya seni (?) yang menyenangkan yakni pembaca menjadi paham apa yang sedang terjadi sehingga bisa tidak terjebak terjungkal ke lembah fanatisme buta yang hanya menumbuhkan radikalisme, tidak toleran yang merusak tata krama kebudayaan bangsa yang telah hidup ratusan tahun yang bernama “gotong royong”. Maka tidak terlalu mengada-ada jika sangat dibutuhkan kehadiran seniman dari berbagai disiplin untuk merajut peristiwa2 yang sedang terjadi menjadi lembaran lukisan, orchestra, sandiwara yang menyengat namun dialiri angin segar sehingga sengatan justru melahirkan empati yang mampu memberikan jalan keluar. Mampu untuk memahami dari berbagai sudut sehingga tidak terbakar oleh pelintiran2 kata kalimat yang memiliki udang dibalik bakwan. Di negeri tercinta kita telah tersedia lautan peristiwa kelam, gelap, kejam disamping yang indah yang butuh penggarapan seniman.


Syukurlah peristiwa Rusia-Ukraina tidak membawa agama yang di zaman ini paling mudah untuk membakar emosi dan menjadi kalap ngamuk tak jelas arah sehingga justru akan menjadi korban sia-sia. Ini kesempatan yang tepat dan bagus untuk kita semakin dalam melihat berbagai bentuk kesenian yang sudah berumur ratusan tahun seperti wayang, lenong, ludruk, makyong dan sebagainya yang selalu tampil menyenangkan apapun warna ceritanya. Diluar kesenian tersebut dalam sehari2 pun bangsa Indonesia dalam pergaulan memiliki komunikasi yang enak, dan penuh tawa tanpa ada ketersinggungan etnis, agama, suku, kelompok. 


Ayo seniman Indonesia bangkit dan semakin mengasah diri sehingga mampu menangkap setiap peristiwa yang berseliweran setiap saat didepan mata hati lalu mengolahnya menjadi satu ungkapan kesenian yang “menyenangkan” dalam arti justru menyadarkan setiap penikmatnya untuk menjadikan setiap peristiwa adalah tuntunan hidup menangkap nilai-nilai utama kehidupan yakni “Bersama dalam kebersamaan” yang istilah yang sudah kita miliki “gotong royong”.


Begitukah?


Jakarta 27 Pebruari 2022.

Salam jabat merdeka berkarya


Rudolf Puspa adalah sutradara dan pendiri Teater Keliling Jakarta, bisa dihubungi via email pusparudolf@gmail.com

Ads