Catatan Rudolf Puspa: Pulkam Langsung Berkarya -->
close
Pojok Seni
16 February 2022, 2/16/2022 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2022-02-16T01:00:00Z
ArtikelUlasan

Catatan Rudolf Puspa: Pulkam Langsung Berkarya

Advertisement

Sebuah catatan kubuat tentang seorang anak muda yang memiliki ketertarikan pada seni teater. Kukenal sejak masih di sekolah tingkat sma di Jakarta tepatnya di SMAN 92 Jakarta Utara. Ia aktif ikut ekskul teater di sekolahnya dan karena sangat menonjol sebagai aktor selanjutnya ikut aktif ke teater keliling. Beberapa kali ikut pentas keliling yang mana bukan saja sebagai aktor namun juga memiliki bakat menyanyi serta menulis lagu. 


Seperti umumnya kawula muda ketika memasuki dunia perguruan tinggi berbagai tantangan hidup harus dihadapi yang perlu waktu untuk menyelesaikan satu persatu. Bisa dipahami karena tidak semua anak muda sanggup mendadak menjadi pendekar dalam waktu dekat sehingga dengan mudah menjatuhkan musuh yang mengelilinginya. Saya tidak tau apa yang terjadi padanya selama  kuliah di universitas negeri Semarang sampai suatu saat kembali ke Jakarta dan bergabung ikut produksi teater keliling.  Menurutnya ia mengisi waktu libur akhir semester. Namun liburan tersebut ternyata tidak pernah berakhir dan semakin merasuk makin dalam di dunia teater. Tentu kami memiliki kegembiraan memiliki aktor yang kuat yang dibutuhkan teater keliling yakni mampu tiap saat “in action”.


Galau gelisah dalam mengukir jati diri yang semakin keras dan liat mengerjakannya membuatnya untuk sementara waktu tak terdengar lagi kemana dan dimana. Suatu saat sayup-sayup mendengar berita dari temannya bahwa ia sedang mengarungi samudra baru membentuk kelompok teater di sekitar rumah dimana ia tinggal. Sangat senang dengar dan tentu dapat terbayang bahwa akan terwujud karya teater yang menggelegar mengingat memiliki bahan peledak yang begitu besar yakni “kegelisahan” yang kuat mencengkeram kehidupan sehari-harinya. Percaya atau tidak kata orang itulah modal yang kuat bagi seniman dalam mencipta. 


Tiba2 melalui Instagram muncul anak hilang yang menulis namanya Tange mursalin menyapa dari Palu. Sekitar akhir bulan September 2021 ia pulang kampung ke rumah ayahnya di Palu dan selain membuka usaha warung minuman kopi Tange yang kukenal selama ini Fathan juga mencoba membuka sanggar teater. Terkejut gembira bahwa Fathan masih ada dan kini berusaha meng “ada” di Palu dengan tetap bercengkrama dengan seni teater. Panggung masih menjadi arena pergulatan yang tak bisa dihindarkan. Semakin bangga ketika ia meminta izin mementaskan “Sang Saka” . Sebagai penulis naskah saya selalu merinding setiap naskahku digarap orang lain. Sangat ingin melihat seperti apa jadinya karena naskahku adalah naskah terbuka yang memberi ruang bagi siapapun penggarap mendapatkan kebebasan mengaduk, memoles, menginjak, merobek, meludahi, merangkul, hingga menemukan titik titik orgasme kreatif dan meledak menghambur melumuri tiap penikmatnya tanpa batasan umur, pangkat, jabatan, etnis, ras, agama apapun. 


Dua setengah bulan Fathan Tange Mursalin menggarap “Sang Saka” dengan pemain2 angkatan muda dari Palu. Tak perlu kiranya cerita bagaimana sulit berat dan gangguan pendanaan karena memang itulah kenyataan yang masih banyak dilayari para penggarap pertunjukkan teater, apalagi yang disebut teater modern Indonesia. Namun ia telah membawa keyakinan yang didapat selama ini di Jakarta bahwa itulah dinamika berteater cara Indonesia. Hanya yang berani dan mau mengembara maka akan ketemu jalannya. Ketangguhan bangsa telah membuktikan sejak perjuangan merebut kemerdekaan 17 Agustus 1945. Semangat “merdeka atau mati” masih ada dalam pengertian yang semakin luas dan jika kita mampu menterjemahkan dalam percaturan kehidupan bangsa yang masih terus saja banyak terjadi pergolakkan politik yang tak menentu maka sinar terang itu ada dimana-mana. Saya makin percaya kawula muda Indonesia yang sedang berada di lautan teater Indonesia akan mampu melahirkan karya2 besar yang memang dibutuhkan bangsa yang sedang membangun jati dirinya melalui gerak pemajuan kebudayaan yang telah diproklamirkan  presiden  tahun 2017 dan menjadi undang undang.


Selama dua hari tanggal 5 dan 6 Februari 2022 “Sang Saka” karya Rudolf Puspa & Dolfry Inda Suri serta sutradara Tange Mursalin dipanggungkan di ruang terbuka samping jembatan gantung Maesa Palu timur, taman Perisai x Palakatoda Palu. Dilaksanakan oleh sanggar seni Palaka Toda x Perisai pemuda Indonesia feat. S.S Pitunggota. Banyak seniman dari kabupaten yang datang dan aku menerima salam khusus dari seorang pelukis dan teater opa Endeng Mursalin. Penonton  cukup antusias mendapat tontonan yang boleh dikatakan dalam bentuk baru.Kegiatan yang diberi julukan “rindu seni budaya” telah mengudara melepas kerinduan yang cukup mengoyak batin seorang kawula muda yang ternyata tidak bisa menjauh dari panggung. Teater Indonesia memerlukan anak muda yang berani nyemplung ke samodra hutan belantara tanpa pernah bertanya kapan pulang. Bersyukur jika pada akhirnya justru menetap karena itulah taman Firdaus yang harus terus dirawat dan diperbaiki sehingga yang namanya dinamika perubahan tidak perlu ditakuti untuk menggelombang dalam berkarya teater.


Salam jabat merdeka berkarya bagi para kawula muda yang mendukung pertunjukkan “Sang Saka”.  Salam hormat dan kebanggaanku kepada seniman muda Fathan Tange Mursalin yang telah melangkah. Pandang kedepan dan esok masih tersedia ruang bagimu untuk berkarya.


Menutup catatan aku copy ungkapan kebahagiaan Fathan Tange Mursalin yang dia kirim melalui Instagram  yang membuat linangan air mata hangatku :


Jakarta 13 Februari 2022.

Terimalah salam gembira, hari ini 48 tahun Teater Keliling.

Ads