Advertisement
Oleh: Andi Saputra*
Tradisi lisan adalah warisan kultural yang telah diwarisi secara turun-temurun di Indonesia. Sebagai produk kolektif, konvensi dari tradisi lisan semakin hari semakin jelas batasan dan konsepnya. Sebagai hasil dari kesepakatan yang didiskusikan secara terus-menerus, tradisi lisan mengalami perkembangan yang signifikan. Awalnya tradisi lisan hanya berisikan cerita yang berasal dari mitos, legenda dan dongeng. Namun, tradisi lisan telah mengekplorasi banyak ide yang menyangkut tata kehiduan dan norma yang berlaku di kehidupan masyarakat pemiliknya.
Sebagai upaya revitalisasi dari tradisi lisan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh melalui kanal Youtube-nya menggelar pertunjukan yang berangkat dari tradisi lisan. Karya yang digarap oleh Khairul Anwar (Kaka) ini diproduksi oleh Lembaga Buana Aceh. Pertunjukan ini merupakan eksplorasi atas tradisi utama dari masyarakat Aceh, yaitu Maulidur Rasul (Moelod dalam bahasa Aceh) atau Maulid Nabi.
Kaka sebagai sutradara menjelaskan bahwa karya ini berangkat tradisi lisan Aceh, namun digarap secara kekinian. Pemilihan konsep garap ini diharapkan mampu menawarkan bentuk kesenian yang lebih akrab dengan semangat zaman dan mampu menarik perhatian generasi muda. Tagline yang diusung dari karya ini adalah “keberagaman di dalam kesamaan”. Dimana karya ini ingin menggambarkan tentang perubahan seni tradisi lisan di masa lalu dan di masa sekarang. Fokus gagasan lebih menekankan pada hilangnya nuansa keagamaan yang kental dari seni tradisi Aceh.
Karya ini diharapkan mampu mengingatkan generasi muda untuk ikut bertanggung jawab dalam melestarikan dan menjaga seni tradisi lisan, khususnya tradisi lisan Aceh. Pada dasarnya tradisi lisan mempunyai pengaruh yang sangat luar biasa dalam sejarah kebudayaan di Aceh, diantaranya pada perang melawan penjajahan terdahulu. Para guru dan pejuang Aceh terdahulu menggunakan tradisi lisan dalam pengaruh Hikayat Prang Sabi untuk membakar semangat perang melawan kolonialisme. Kesenian tradisi lisan dalam kebudayaan Aceh juga membantu peradaban pola pemikiran serta keilmuan untuk seluruh generasi untuk memahami kesenian melalui pendekatan keagamaan.
Pertunjukan virtual ini juga diharapkan mampu mengenalkan seni tradisi lisan Aceh kepada generasi muda. Zulkifli yang bertanggung jawab atas narasi dialog menjelaskan bahwa dalam karya ini ingin menjelaskan bahwa menuntut ilmu itu tidak ada akhirnya. Hidup adalah upaya untuk belajar terus menerus. Mempelajari masa lalu adalah cara yang terbaik untuk menghadapi masa depan.
*Penulis adalah mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh