Sedikit Cerita tentang Temu Teater Sumatera 2021 di Jambi -->
close
Pojok Seni
01 December 2021, 12/01/2021 04:00:00 PM WIB
Terbaru 2021-12-01T09:00:00Z
Artikelteater

Sedikit Cerita tentang Temu Teater Sumatera 2021 di Jambi

Advertisement

pojokseni.com - Ada banyak acara teater keren di Tanah Sumatera, antara lain Pekan Teater Sumatera yang digelar oleh Taman Budaya Sumatera Barat, Festival Teater Sumatera yang digelar oleh Taman Budaya Sumatera Selatan, Pekan Apresiasi Teater (PAT) yang ditaja oleh ISI Padangpanjang, Ajang Teater Sumatera yang ditaja oleh Riau, dan banyak lainnya. Tapi, akan kurang afdol bila tidak menyebut Temu Teater Sumatera yang digelar oleh Taman Budaya Jambi. Temu Teater Sumatera pertama kali digelar pada tahun 2019 silam, dan menghadirkan 10 grup teater, antara lain Komunitas Seni Tanda Tanya (Nanggroe Aceh Darussalam), Teater Rumah Mata (Sumatera Utara), ISI Padang Panjang (Sumatera Barat), Teater Salembayung (Riau), Teater Potlot  (Sumatera Selatan), Teater Satu (Lampung), Teater Senyawa (Bengkulu), Teater Tonggak dan Teater Air (Jambi).


Kemudian, format acara berubah di tahun 2020, mungkin juga karena dipengaruhi kondisi yang masih dalam pandemi Covid-19, di mana grup-grup dari dalam Provinsi Jambi mengisi kegiatan tersebut, sedangkan dari luar Jambi hanya ada tiga grup antara lain Teater Potlot (Sumatera Selatan), Dian Arza Art Laboratory (Lampung), dan Komunitas Hitam Putih (Sumatera Barat). Teater Tonggak dan Teater Air asal Jambi tetap menjadi tuan rumah, namun tidak sendirian karena sejumlah grup seni dari berbagai daerah di Jambi juga hadir dalam kegiatan tersebut. Tahun 2021, format tersebut dipertahankan dengan menghadirkan tiga grup dari luar provinsi Jambi, dan grup asal berbagai kabupaten/kota di Jambi terlibat dalam Temu Teater Sumatera 2021. Tiga grup dari luar provinsi antara lain, Teater Satu (Lampung), Teater Senyawa (Bengkulu), dan Teater Potlot (Sumatera Selatan). Seperti dikatakan ketua panitia, Hendry Nursal, formatnya adalah "Palamjambe" alias Palembang-Lampung-Jambi-Bengkulu, yang sebelumnya merupakan format untuk acara seni rupa di Jambi.


Tahun ini, Temu Teater Sumatera 2021 menghadirkan sesuatu yang unik. Ada pelantikan Koordinator Daerah (Korda) Yayasan Pelaku Teater Indonesia yang menghadirkan ketua, kornas, dan dewan pengawas yayasan tersebut di pusat. Beberapa nama yang kedatangannya ke Jambi mencuri perhatian antara lain aktor senior Slamet Rahardjo Jarot dan akademisi teater Dr Autar Abdillah. Nama Slamet Rahardjo bahkan menarik animo masyarakat untuk datang ke acara pelantikan tersebut. Acara pelantikan bertambah menarik dengan dipentaskannya lakon Tanda Silang (karya Eugene O'neill) oleh Teater Tonggak disutradarai oleh Didin Siroz. Nama yang disebut terakhir adalah mantan Kepala UPT Taman Budaya Jambi, yang baru saja pensiun. Ditulis oleh Iswadi Pratama (sutradara Teater Satu) dalam pembuka pertunjukannya, "pentas ini kami dedikasikan untuk sahabat kami, Didin Siroz yang telah kembali lagi mengabdikan dirinya di jalan seni yang tulus."


Penonton teater, entah kenapa, Jambi selalu lebih unggul. Setidaknya, bila penulis membandingkan dengan dua acara yang juga ditaja oleh Taman Budaya dari provinsi lain. Bahkan harus ada ratusan penonton yang berada di luar, menunggu berjam-jam, tapi tidak bisa masuk karena jumlah penonton dibatasi, mengingat protokol kesehatan yang harus diterapkan. Sejak hari pertama di Jambi, penulis sudah melihat ada ratusan penonton yang terpaksa pulang tanpa bisa menyaksikan pertunjukan di dalam gedung. Tapi, esok harinya, seperti tidak kapok, mereka datang lagi. Bahkan, pentas Teater Senyawa yang membawa lakon Ruang Tunggu dan Pertanyaan-pertanyaan Tentang Catatan Akhir digelar dalam kondisi Kota Jambi diguyur hujan lebat dengan angin kencang, serta pemadaman listrik karena kerusakan. Tapi, penonton tetap ada dan memenuhi kuota jumlah penonton yang ditetapkan. 


Jambi, harus diakui, sudah meningkatkan intensitas kegiatan dan apresiasi seni sampai ke level berikutnya. Taman Budaya, sebagaimana yang diceritakan oleh pegiat seni di sana, setidaknya era kepemimpinan Didin Siroz, sudah bertransformasi menjadi laboratorium, dan wadah yang tepat bagi para pegiat seni, sekaligus penikmatnya. Penulis menghabiskan waktu satu minggu di Jambi, dan tidak ada hari tanpa diskusi kesenian. Ada banyak pegiat seni berusia muda, yang ingin terus belajar dan haus akan pengetahuan. Mereka akan memenuhi gedung pertunjukan untuk menyaksikan pementasan teater, apapun bentuknya, genrenya, dan berasal dari mana grupnya. 


Satu yang cukup menarik adalah pentas teater tradisi Dul Muluk yang merupakan grup pegiat Dul Muluk dari Kabupaten Muara Jambi. Dul Muluk yang biasanya digelar semalaman, dipentaskan sekitar 3,5 jam namun tetap menarik perhatian penontonnya. Penampilan Dul Muluk memberi warna tersendiri, dari beberapa grup yang juga turut pentas di kegiatan yang sama. Tidak hanya itu, salah satu teater yang produktif di Jambi, yakni Teater Art in Revolution (AiR) memperkenalkan sutradara muda sekaligus penulis naskah bernama Windy Kaunang dengan pertunjukan berjudul Badai-Badai Urban. Pertunjukan tersebut juga berhasil mencuri perhatian para penikmat seni teater di Jambi, dan Sumatera.


Temu Teater Sumatera adalah acara teater ikonik milik Taman Budaya Jambi. Salah satu terobosan yang memicu gelaran teater tingkat regional Sumatera bermunculan di berbagai daerah lainnya. Hanya saja, karena masih dalam kondisi Pandemi Covid-19, diskusi pasca pertunjukan terpaksa ditiadakan. Meski diskusi yang ditujukan untuk peningkatan kualitas artistik tersebut sangat ingin digelar oleh panitia. Karenanya, diskusinya berpindah dari gedung teater ke kantin, atau di pelataran luar Gedung Teater Arena Jambi. 


Meski demikian, kegiatan ini selalu ditunggu dan dinantikan. Tidak hanya oleh publik pecinta teater di Jambi, tapi juga di seluruh Sumatera. 

Ads