Catatan Pamonaspati 2021: Sedalam-dalamnya Igauan oleh Pituah Enggang Institute Kalimantan Barat -->
close
Pojok Seni
02 November 2021, 11/02/2021 04:00:00 PM WIB
Terbaru 2021-11-02T09:00:00Z
Resensiteater

Catatan Pamonaspati 2021: Sedalam-dalamnya Igauan oleh Pituah Enggang Institute Kalimantan Barat

Advertisement


Oleh: Rudolf Puspa, Teater Keliling

(email: pusparudolf@gmail.com)


Tahniah bung Muhamad Farzi Yunanda yang menulis dan menyutradarai monolog “Sedalam-dalamnya igauan” yang dimainkan Oonk Husnul di acara parade monolog nasional pelaku teater Indonesia 2021.


Saya menikmati tontonan film pendek yang digarap kameramen beserta editor yang memiliki penguasaan teknik perfileman yang baik.  Terasa ada persiapan shooting skrip yang tentu sang sutradara turut campur sehingga ketika mengeksekusi dapat menghasilkan sajian film atau video menurut tutur kata aktor diawal yang enak ditonton. Mohon maaf dalam hal perfileman saya kurang memahami teori atau ilmu pembuatan film.  Saya tak lebih dari penonton film yang termasuk sangat jarang nonton film di gedung bioskop ataupun di televisi. Mungkin akhir2 ini sering karena pandemic corona, dirumah saja dan butuh menghibur diri maka berlanggananlah first media dan banyak film saya lihat. Jika menarik di 5 menit pertama ya terus kalau tidak ganti chanel.


Kredo yang dimainkan Oonk Husnul tentunya merupakan ungkapan dari rekaman sutradara tentang kehidupan yang nyata sedang hadir bahkan untuk memperkuat tangkapannya didukung dengan gambar masa lalu lewat spanduk yang mengelilingi sang aktor. Segala peristiwa masa lalu dicatat dengan baik sehingga saya merasakan kembali semua yang pernah terjadi.  Sang aktor lancar dalam membawakan dialog dari awal hingga akhir. Rasanya saya sedang mendengar seorang dosen memberi kuliah di ruang kuliah. Nah dalam hal inilah sering sang dosen kurang menggunakan teknik2 memainkan dialog seperti phrasing, tempo, ritme, irama, sehingga menjadi datar. Kurang memberi ruang bagi pendengarnya untuk mencerna apa isi dari mata kuliah yag diberikan.


Seni teater atau katakanlah dengan art performing agar pertunjukkan monolog teman2 Kalbar yang films terikut dalam catatan saya pada umumnya memerlukan perhatian terhadap teknik mengucapkan kata dan kalimat. Terlebih dalam monolog kali ini membawa catatan masa lalu yang kelabu dari kehidupan kita seperti banyaknya demo, protes mahasiswa, buruh tentang kebijakan pemerintah. Sesuatu laku dramatis yangbelum ada penyelesaian tersebut menggumpal dan diseret ke tengah keadaan hidup masa kini yang sedang terjadi musibah dimana membutuhkan tindakan yang cepat untuk mengatasinya. Melihat begitu luas porsi problematik maka diperlukan penyampaian yang tiap peristiwanya diberi phrasing yang bisa saling berbeda agar terasa nilai2 yang terkandung dan pasti menjadi lebih mengena di hati dan pikiran penonton.  Dalam teori teater sering disebut takaran emosi. Aktor sangat perlu menguasai teknik menakar karena akan menjadi daya takar yang melahirkan orchestra yang enak didengar, menarik ditonton dan meresap ke hati.


Orkestra merupakan gabungan dari berbagai alat musik yang berbeda2 warna suaranya. Begitu juga dalam teater hal tersebut akan sangat menjadi daya tarik tersendiri dalam menggaet penonton untuk tidak ganti chanel. Menjadi dahsyat ketika orchestra dalam monolog harus dihasilkan oleh seorang aktor. Kapan suara sopran, alto, tenor, bas dipakai dalam mengucapkan dialog akan menjadikan kekayaan aktor dalam berdialog. Belum lagi gitar, klarinet, terompet, saxophone,drum dan sebagainya. Jika melihat tanah air sendiri maka instrument alat musik tradisi  begitu beragam. Saya menjadi berharap akan melihat monolog yang berorkestra Kalimantan barat.  Melalui kekayaan orchestra daerah kemudian melalui sentuhan daya kemodernan teater kontemporer kita pastilah diharapkan akan mampu menyentuh penonton dari latar budaya manapun. Bukankah youtube ada dengan jangkauan mendunia?


Ketika aktor dihadapan penonton apapun bentuk pilihan pertunjukkannya; abstrak, realis, absurd, surealis dan sebagainya maka ia memiliki seonggok pesan yang mau disampaikan. Pesan tersebut akan menjadi aliran kuat yang berada dibalik setiap kata dan kalimat atau gerak tubuh dan yang sering kita sebut “yang tersirat”. Inilah kekuatan yang akan menyentuh rasa karena memang tak berwujut huruf2 dari kata atau kalimat yang diucapkan. Oleh karenanya dalam monolog ini berdialog bukan sekedar hafal lancar namun perlu menghidupi apa yang hidup dibalik kata dan kalimat. Untuk kata “marah” misalnya akan bermacam arti tersirat yag dikandungnya dan hanya bisa terwujut oleh sang aktor. Marah karena apa, kepada siapa atau apa, sudah berapa lama marah tertahan, marah karena ikut2an atau memang keputusan pribadi dan seterusnya. Jika aktor tak punya gambar lewat yang tersirat tentu penonton juga tidak tergambar atau kalau mau ya mencari sendiri dan tentu mengganggu jalannya mata dalam melihat pertunjukkan yang terus berjalan.


Saya senang sang penulis memiliki tawaran solusi dari peristiwa yang sudah dan sedang terjadi. Perubahan harus dilakukan. Ya perubahan cara berpikir sehingga mau tidak mau akan berubah cara menghidupi keadaan. Dengan keberanian dan kemampuan berubah maka kesalahan yang sama tak akan berulang. Begitulah yang saya tangkap dari monolog “Sedalam dalamnya igauan”.  Igauan yang ketika saya rasakan berubah ujut menjadi laku nyata. Inilah kelebihan sang seniman yakni mampu melihat kebelakang dan menyadari sedang berdiri hari ini dan seterusnya menatap sekaligus melangkah kedepan.   Itu sebabnya sering seniman dikatakan excentrik. Artinya diluar lingkaran yang bisa kita pahami seniman selalu berada didepan masyarakat sekitar. Nyentrik tentu tidak bisa dibuat-buat karena terjadi secara jujur memang mengalir sepanjang berkarier nyata. Saya termasuk yang suka bicara poleksosbud melalui karya teater. Bravo M.Farzi Yunanda sobat akrab di teater Indonesia.


Disetiap catatan yang aku tulis tak henti2nya aku ingatkan bahwa aktor harus selalu memulai mempelajari peran dengan menjawab pertanyaan “apa,siapa,mengapa,kapan,dimana dan bagaimana”. Dengan demikian kita bisa melihat dan merasakan secara utuh pemain dipanggung ini siapa sedang berada di mana dan kapan lalu apa sih yang sedang terjadi pada dirinya dan kemudian bagaimana menyampaikan. Mungkin di naskah tak ditulis umur berapa, tempat tinggal di mana, masih punya orang tua atau tidak, adik kakak atau masih bujangan, masih sekolah atau sudah kerja dan kerja apa, profesinya apa dan seterusnya seperti umumnya tiap kita punya catatan biografi. Jika di naskah tak ada maka aktor wajib mencari tau dan menetapkan sendiri. Akan sangat berguna bagi menunjukkan karakter sang peran.


Parade monolog merupakan pestanya para seniman teater di Indonesia untuk berkiprah dan menjadikan pijakan kuat untuk tinggal landas menuju teater Indonesia seutuhnya bukan hanya bagi sesama seniman namun bagi seluruh bangsa Indonesia. Syukurlah bila berhasil merangkul yang tadinya tidak tau teater jadi kenal dan merasa membutuhkannya.


Salam jabat erat teman2.


Jakarta 22 Agustus 2021

Ads